Monday, May 28, 2018

Mengembangkan Instrumen Penilaian


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Pencapaian tujuan pembelajaran dapat diketahui oleh guru setelah dilakukannya penilaian. Fungsi penilaian sangat besar dalam menentukan seberapa besar ukuran keberhasilan yang telah dicapai oleh peserta didik dalam melakukan proses pembelajaran di sekolah atau madrasah.
Besarnya fungsi penilaian sebagai satu kesatuan yang utuh dalam proses pembelajaran sehingga diperlukan untuk menentukan seberapa besar capaian yang telah dicapai oleh peserta didik selama melakukan proses pembelajaran.
Salah satu tugas guru dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 1 Ayat 1 tentang Guru dan Dosen:
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.[1]
Salah satu dari delapan tugas utama guru adalah menilai sebagaimana yang termaktub dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 1 Ayat 1 tentang Guru dan Dosen.
Guru dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penilai, maka guru tidak serta merta memberikan angka semaunya kepada peserta didik. Namun dituntut keprofesionalan guru dalam memberikan penilaian. Salah satu bentuk keprofesionala guru dalam menilai peserta didiknya adalah adanya bukti fisik berupa instrumen penilaian yang digunakan oleh guru dalam menilai peserta didiknya. Tidak hanya itu, guru juga dituntut untuk mengklasifikasikan apa yang ingin dinilai dari beberapa aspek tertentu yang menjadi persyaratan dalam penilaian peserta didik.
Selama ini penilaian peserta didik tidak pernah lepas dari beberapa hal inti yang menjadi objek penilaian guru di kelas. Hal inti tersebut adalah penilaian yang mencakup tentang afeksi peserta didik, penilaian yang mencakup kognitif peserta didik dan penilaian yang mencakup psikomotorik peserta didik.
Penilaian dalam kurikulum 2013 mencakup tentang empat aspek penting yang menjadi sasaran penilaian yang dilakukan oleh guru. Keempat aspek penting tersebut adalah aspek spritual, aspek sosial, aspek pengetahuan, dan aspek keterampilan yang berlaku khusus untuk bidang studi Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).
Terkait dengan instrumen penilaian, maka guru seyogianya mampu menyusun instrumen penilaian yang mencakup aspek afektif peserta didik atau terkait dengan aspek spritual dan sosial peserta didik. Sedangkan untuk aspek kognitif guru dituntut untuk melakukan penilaian yang terkait dengan aspek kognitif peserta didik atau aspek pengetahuan, begitupula dengan aspek psikomotorik  yang mencakup tentang psikomotor peserta didik atau aspek keterampilan yang dimiliki oleh peserta didik.
Proses penilaian yang dilakukan guru tentunya memperhatikan prinsip-prinsi tertentu yang digunakan di dalamnya. Hal ini bertujuan agar guru dalam memberikan penilaian kepada peserta didik asal-asalan tetapi terikat oleh norma-norma tertentu yang tidak merugikan perkembangan peserta didik.
Hal inilah yang banyak terjadi di sekolah-sekolah atau madrasah dimana guru asal-asalan dalam memberikan penilaian kepada peserta didiknya, bahkan guru tidak memberikan penilaian sesuai dengan apa yang seharusnya diterima oleh peserta didik berdasarkan usaha yang telah dilakukannya tetapi guru lebih condong menilai secara subjektif semata, akibatnya peserta didik dirugikan.
Seiring dengan diterapkannya kurikulum 2013 yang menjadikan penilaian sebagai salah satu unsur penting dalam proses pembelajaran dengan tujuan untuk memberikan perlindugan terhadap guru jika terdapat orang tua peserta didik atau wali peserta didik yang mengajukan protes terhadap hasil belajar anaknya, maka data yang valid sebagai bukti pegangan guru menjadi jawaban terhadap beragam pertanyaan orang tua peserta didik yang mengajukan protes terhadap hasil belajar anaknya yang menurut pandangan orang tua tidak sesuai dengan apa yang selama ini diamatinya di rumah.
Namun sebaliknya yang terjadi di lapangan, tidak sedikit guru yang merisaukan akan ketatnya penilaian dalam kurikulum 2013 yang dipandang guru sangat membebaninya di samping tugas mengajar dan mendidik.
Oleh sebab itu, berdasar pada latar belakang masalah maka pemakalah tertarik untuk mengupas lebih dalam tentang pengembangan instrumen penilaian.
B.       Rumusan Masalah
Berdasar pada latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan sebagai rumusan masalah adalah sebagai berikut:
1.    Apa yang dimaksud dengan instrumen penilaian?
2.    Apa prinsip-prinsip penilaian dalam pengembangan instrumen penilaian?
3.    Bagaimana mengembangkan instrumen penilaian?


BAB II
PEMBAHASAN
A.      Instrumen Penilaian
1.    Instrumen
Secara etimologi kata instrumen diartikan dengan alat perkakas.[2]  Sedangkan definisi lain secara bahasa kata instrumen dapat dipahami dengan sesuatu yang digunakan untuk mengerjakan sesuatu.[3] Dengan demikian, maka dapat dipahami bahwa instrumen adalah seperangkat alat yang digunakan untuk mengerjakan sesuatu.
Kata instrumen jika digunakan dalam dunia pendidikan, maka kata instrumen dapat dipahami dengan seperangkat alat yang digunakan oleh penilai (guru atau dosen) untuk menilai hasil kegiatan pembelajaran peserta didik atau mahasiswa.
Penggunaan instrumen bergantung pada aspek apa yang ingin dinilai. Jika guru atau dosen sebagai penilai ingin menilai sikap peserta didik atau mahasiswanya, maka tentunya menyiapkan instrumen yang sesuai dengan aspek apa yang diinginkan.
Ketika guru atau dosen ingin menilai aspek afektif peserta didik atau mahasiswa, maka diperlukan instrumen yang berkaitan dengan aspek afektif dengan objek yang berkaitan dengan sikap peserta didik. Pada kurikulum KTSP instrumen penilaian sikap atau afektif hanya berupa observasi semata yang dilakukan oleh guru berdasarkan hasil pengamatannya selama proses belajar mengajar berlangsung, sedangkan pada kurikulum 2013 dilakukan pengembangan terkait dengan instrumen yang digunakan dalam melakukan penilaian sikap.
Adapun instrumen yang dilakukan untuk mengukur aspek afektif, guru dapat menggunakan instrumen berupa jurnal, observasi, penilaian diri dan penilaian antar teman. Sedangkan untuk menilai aspek kognitif dapat digunakan instrumen berupa tes dan non tes, begitupula dalam menilai aspek psikomotorik peserta didik guru dapat menggunakan instrumen unjuk kerja, instrumen produk, instrumen proyek, dan portofolio dengan batasan pemberian sesuai dengan penggunaan instrumen tersebut dan kebutuhan yang diinginkan pada kompetensi dasar. 
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa instrumen penilaian  merupakan seperangkat alat yang digunakan oleh guru dalam melakukan penilaian kepada peserta didiknya yang berfungsi sebagai perekam nilai peserta didik dalam berbagai aspek yang diinginkan oleh guru.
2.    Penilaian
Kata penilaian berarti perbuatan menilai atau memberi angka.[4] Istilah penilaian juga disebut dengan beberapa istilah lain seperti evaluasi dan pengukuran.
Istilah pengukuran berasal dari kata ukur yang berarti membandingkan sesuatu dengan satu ukuran.[5] Sedangkan istilah penilaian berasal dari kata nilai yang berarti mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk.[6] Istilah lain juga biasa disebut dengan nama evaluasi yang meliputi kedua langkah sebelumnya yaitu mengukur dan menilai.[7]
Kata penilaian (assessment) juga dapat dipahami dengan proses pengumpulan data kualitatif dan kuantitatif yang dilakukan dengan sengaja di dalam ruangan kelas.[8] Sedangkan istilah penilaian menurut Mania adalah penerapan berbagai ragam informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik.[9]
Berdasar pada berbagai pendapat ahli tentang definisi penilaian, maka dapat disimpulkan bahwa penilaian merupakan sebuah proses pengumpulan informasi terkait dengan objek tertentu untuk mengetahui kadar dari objek tersebut.
Untuk mengetahui kadar dari objek yang menjadi sasaran dalam penilaian, maka dibutuhkan seperangkat alat yang digunakan untuk mengumpulkan informasi tersebut yang disebut dengan nama instrumen.
Instrumen penilaian dapat dipahami dengan seperangkat alat yang digunakan oleh penilai (guru atau dosen) untuk mengumpulkan informasi terkait dengan objek yang menjadi sasaran penilaian (peserta didik atau mahasiswa) untuk mengetahui kadar  dari objek tersebut.
Penilaian tidak dapat dipisahkan dalam penyusunan perangkat pembelajaran, sebab penilaian menjadi titik ukur keberhasilan guru dalam melakukan proses belajar mengajar di kelas, sebab ketercapaian tujuan pembelajaran yang dirumuskan oleh guru dapat diketahui setelah melakukan penilaian.
B.       Prinsip-Prinsip Penilaian
1.      Prinsip Keandalan
Keandalan merupakan prinsip penting dalam melakukan penilaian, sebab keandalan menekankan pada subjek yang menjadi penentu keberhasilan dari objek yang dinilai. Nilai seorang peserta didik akan dapat diandalkan jika yang menilai adalah gurunya, sehingga jika penilaian yang dilakukan oleh temannya akan mengurangi sifat keandalan dari penilaian tersebut karena terdapat unsur siapa yang melakukan penilaian tersebut.
Keandalan juga akan sangat tampak ketika seorang penilai melakukan penilaian dengan berkali-kali. Ncrel mengatakan bahwa keandalan sebagai suatu indikasi adanya konsistensi skor setelah penilai melakukannya beberapa kali.[10]
Pada kurikulum 2013 penilaian tidak hanya dilakukan dengan sekali atau dua kali penilaian saja, melainkan dilakukan berdasarkan kompetensi dasar yang ada. Kompetensi dasar pada setiap mata pelajaran tentunya beragam bergantung pada keluasan dan kedalaman materi yang menjadi standar isi dari mata pelajaran tersebut.
2.      Prinsip Validitas
Prinsip validitas adalah akurasi dari suatu penilian, dimana penilaian seharusnya mengukur yang seharusnya diukur.[11]
Artinya bahwa prinsip validitas memuat aspek-aspek penting yang menjadi kebutuhan dalam penilaian dan kesesuaian dengan instrumen penilaian yang digunakan untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam melakukan penilaian.
Aspek-aspek penting yang menjadi titik ukur dalam penilaian kurikulum 2013 adalah:
a.       Aspek Spritual, yaitu aspek yang mencakup kompetensi peserta didik dengan Tuhan.[12] Sikap spritual dapat dipahami dengan bagaimana peserta didik menerima atau memerhatikan (receiving atau attending) hal-hal yang terkait hubungan peserta didik dengan Tuhan (Allah swt).
b.      Aspek Sosial, yaitu aspek yang mencakup kompetensi peserta didik dengan lingkungan sosial.[13] Sikap sosial dapat dipahami dengan bagaimana interaksi peserta didik dengan lingkungan sosialnya sehingga terbentuk karakter yang dapat merespon lingkungan sosial.
c.       Aspek Pengetahuan, yaitu aspek yang mencakup kompetensi pengetahuan yang dimiliki oleh peserta didik.
d.      Aspek Keterampilan, yaitu aspek yang mencakup tentang komptensi skill yang dimiliki oleh peserta didik.
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa prinsip validitas  merupakan prinsip yang menekankan pada tingkat kebutuhan dan kebenaran alat yang digunakan dalam melakukan penilaian yang mencakup aspek-aspek tertentu yang menjadi objek penilaian.
3.      Prinsip Kewajaran
Prinsip kewajaran merupakan prinsip keadilan dalam melakukan penilaian, dimana seorang penilai akan benar-benar fokus terhadap apa yang menjadi tujuan penilaian tanpa ada intervensi faktor-faktor lain yang menjadi pertimbangan dalam menilai sehingga dapat mempengaruhi adanya perubahan-perubahan dalam menentukan hasil penilaian.
Prinsip kewajaran mengedepankan prinsip kesamaan hak antara peserta didik untuk mendapatkan penilaian dan hasil penilaian yang berdasarkan fakta dan realita yang ada.
Selain itu, prinsip ini mengarahkan penilai untuk bertindak secara profesional dalam memberikan penilaian berdasarkan bukti-bukti yang sesuai dari capaian hasil yang diperoleh peserta didik atau mahasiswa sebagai wujud dari hasil usaha yang dilakukan oleh peserta didik atau mahasiswa.
Dengan demikian, maka prinsip kewajaran adalah sebuah rambu yang mengatur penilai untuk memberikan penilaian kepada peserta didik atau mahasiswa secara profesional berdasarkan capaian yang dicapai oleh peserta didik atau mahasiswa tersebut.
C.      Pengembangan Instrumen Penilaian

Guru dalam melakukan interaksi dengan peserta didiknya di kelas tentunya telah merumuskan tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran tersebut. Tujuan pembelajaran tidak langsung dapat diketahui atau disampaikan oleh guru melalui lisan tanpa dilakukannya evaluasi.
Percival mengemukakan bahwa evaluasi merupakan serangkaian kegiatan yang dirancang untuk mengukur keefektifan sistem mengajar atau belajar sebagai suatu keseluruhan.[14]
Oleh sebab itu, diperlukan beragam metode dalam melakukan evaluasi untuk mengumpulkan informasi terkait dengan tujuan dilakukannya evaluasi. Evaluasi dapat dilakukan dengan dengan metode mikro yang juga biasa disebut dengan formatif serta dapat pula dilakukan dengan metode makro yang dikenal dengan nama sumatif.[15]
Evaluasi dilakukan dengan mengedepankan prinsip-prinsip yang menjadi prinsip penilaian yaitu keandalan, validitas, dan kewajaran sehingga dapat menunjukkan hasil yang maksimal dengan tujuan meningkatkan prestasi peserta didik.
Pada pengembangan instrumen penilaian dilakukan dengan dua cara yaitu tes dan non tes.[16] Tes dan non tes juga dipandang sebagai teknik evaluasi.[17] Sedangkan dalam kerangka kurikulum 2013 penilaian mencakup tentang tiga aspek utama yaitu sikap (spritual dan sosial), pengetahuan, dan keterampilan.
Ketiga aspek utama tersebut memiliki teknik evaluasi yang berbeda bergantung pada aspek yang ingin dinilai.
Adapun ruang lingkup dalam penilaian sikap mencakup tentang:
1.      Kemampuan menerima.
2.      Kemampuan merespons.
3.      Kemampuan menilai.
4.      Kemampuan mengatur dan mengorganisasikan.
5.      Kemampuan berkarakter.[18]
Berdasar pada ruang lingkup penilaian sikap tersebut, maka dibutuhkan teknik penilaian sikap, yaitu:
1.      Observasi dengan instrumen penilaian berupa jurnal.  
2.      Penilaian diri dan penilaian antar teman dengan instrumen berupa daftar cek atau rating scale atau dalam bentuk esai.[19]
Sedangkan untuk aspek pengetahuan memiliki ruang lingkup yaitu:
1.       Mengetahui.
2.       Memahami.
3.       Menerapkan.
4.       Menganalisis.
5.       Mengevaluasi.
6.       Menciptakan.[20] 
Pada aspek pengetahuan, melalui ruang lingkup penilaian yang menjadi sasaran penilaiannya maka dibutuhkan teknik penilaian berupa tes tertulis:
1.      Tes objektif, yaitu mencakup pilihan ganda, benar salah, menjodohkan, isian dsb.
2.      Tes subjektif, yaitu mencakup uraian (bebas atau terbatas), penugasan dan tes lisan.
Penilaian pada aspek keterampilan memiliki ruang lingkup sebagai berikut:
1.      Persepsi
2.      Kesiapan
3.      Respons Terbimbing
4.      Mekanisme
5.      Respons Kompleks
6.      Adaptasi
7.      Organisasi.[21]
Adapun instrumen yang dibutuhkan dalam penilaian keterampilan pada kurikulum 2013 yaitu:
1.      Penilaian Kinerja
2.      Penilaian Produk
3.      Penilaian Proyek
4.      Penilaian Portofolio.[22]
Pengembangan instrumen penilaian bergantung pada pengembangan kurikulum yang dikembangkan oleh pemerintah dengan menyiapkan penilaian sebagai satu kesatuan yang utuh dengan pelaksanaan proses pembelajaran yang dilakukan di sekolah atau madrasah yang merujuk pada kriteria ketuntasan minimum yang ditetapkan oleh sekolah atau guru mata pelajaran.


BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik berdasarkan pembahasan yang telah penulis paparkan pada bab sebelumnya yaitu:
1.      Instrumen penilaian merupakan seperangkat alat yang digunakan oleh guru dalam melakukan penilaian kepada peserta didiknya yang berfungsi sebagai perekam nilai peserta didik dalam berbagai aspek yang diinginkan oleh guru.
2.      Adapun prinsip penilaian dalam pengembangan instrumen penilaian mencakup tiga aspek penting, yaitu keandalan, validitas dan kewajaran.
3.      Instrumen penilaian mencakup tentang aspek yang menjadi fokus penilaian seperti aspek sikap, aspek pengetahuan dan aspek keterampilan dengan instrumen berupa tes dan non tes.
B.       Implikasi
Sebagai implikasi dari kesimpulan yang penulis tuliskan adalah sebagai berikut:
1.      Diharapkan kepada guru atau dosen untuk lebih selektif dalam melalukan penilaian dengan mempertimbangkan penggunaan instrumen yang tepat dalam memberikan penilaian.
2.      Diharapkan kepada penilai untuk menyiapkan instumen penilaian dengan baik dan benar yang mengakomodir peserta didik sehingga peserta didik tidak dirugikan.
3.      Diharapkan kepada guru atau dosen untuk mempertimbangkan aspek yang menjadi fokus penilaian sehingga dalam menyusun instrumen penilaian dapat melahirkan hasil yang maksimal dan meningkatkan prestasi peserta didik.


DAFTAR PUSTAKA
Airasian, Peter W. Et. All. 2010. Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen. Terj. Agung Prihantoro. Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arikunto, Suharsimi. 1997. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Cet. XII; Jakarta: Bumi Aksara
Hamalik, Oemar. 2009. Proses Belajar Mengajar. Cet. X; Jakarta: Bumi Aksara
Kunandar, 2014. Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan Kurikulum 2013): Suatu Pendekatan Praktis Disertai dengan Contoh. Cet. III; Jakarta: Rajawali Press. 
Mania, Sitti. 2014. Asesmen Autentik Untuk Pembelajaran Aktif dan Kreatif: Implementasi Kurikulum 2013. Cet. I; Makassar: Alaudin University Press.
Nasution, S. 2005. Teknologi Pendidikan. Cet. III; Jakarta: Bumi Aksara.
Poerwadarminta, W.J.S. 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Cet. IX; Jakarta: Balai Pustaka
Sukardi, H.M. 2011. Evaluasi Pendidikan: Prinsip dan Operasionalnya. Cet. V; Jakarta: Bumi Aksara.
Tim Penulis, 2006. Undang-Undang Guru dan Dosen: UU RI No. 14 Tahun 2005. Cet. I; Jakarta: Sinar Grafika.
Tim Penyusun,  2015. Panduan Penilaian untuk Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Tim Prima Pena, 2006.  Kamus Ilmiah Populer: Referensi Ilmiah Ideologi, Politik, Hukum, Ekonomi, Sosial, Budaya & Sains. Cet. I; Surabaya: Gitamedia Press. 
Yasin, Moh. Fahri. 2009. Sistem Evaluasi Pembelajaran. Cet. I; Gorontalo: Sultan Amai Press.
Yaumi, Muhammad. 2016. Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran: Disesuaikan dengan Kurikulum 2013. Cet. IV; Jakarta: Kencana.



[1]Tim Penulis, Undang-Undang Guru dan Dosen: UU RI No. 14 Tahun 2005 (Cet. I; Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 2.
[2]W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Cet. IX; Jakarta: Balai Pustaka, 1986), h. 383.
[3]Tim Prima Pena, Kamus Ilmiah Populer: Referensi Ilmiah Ideologi, Politik, Hukum, Ekonomi, Sosial, Budaya & Sains (Cet. I; Surabaya: Gitamedia Press, 2006), h. 208. 
[4]W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Cet. IX; Jakarta: Balai Pustaka, 1986), h. 675.
[5]Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Cet. XII; Jakarta: Bumi Aksara, 1997), h. 3.
[6]Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, h. 3.
[7]Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, h. 3. 
[8]Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran: Disesuaikan dengan Kurikulum 2013 (Cet. IV; Jakarta: Kencana, 2016), h. 180.
[9]Sitti Mania, Asesmen Autentik Untuk Pembelajaran Aktif dan Kreatif: Implementasi Kurikulum 2013 (Cet. I; Makassar: Alaudin University Press, 2014), h. 25.
[10]Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran: Disesuaikan dengan Kurikulum 2013, h. 182. 
[11]Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran: Disesuaikan dengan Kurikulum 2013, h. 183.  
[12]Kunandar, Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan Kurikulum 2013): Suatu Pendekatan Praktis Disertai dengan Contoh (Cet. III; Jakarta: Rajawali Press, 2014), h. 104. 
[13]Kunandar, Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan Kurikulum 2013): Suatu Pendekatan Praktis Disertai dengan Contoh, h. 104.   
[14]Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Cet. X; Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 146.
[15]S. Nasution, Teknologi Pendidikan (Cet. III; Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h. 85.
[16]Moh. Fahri Yasin, Sistem Evaluasi Pembelajaran (Cet. I; Gorontalo: Sultan Amai Press, 2009), h. 12.
[17]Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, h. 23.
[18]Kunandar, Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan Kurikulum 2013): Suatu Pendekatan Praktis Disertai dengan Contoh, h. 109-112.
[19]Tim Penyusun, Panduan Penilaian untuk Sekolah Menengah Atas (Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2015), h. 7-13.  
[20]Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran: Disesuaikan dengan Kurikulum 2013, h. 103.  
[21]Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran: Disesuaikan dengan Kurikulum 2013, h. 100.   
[22]Tim Penyusun, Panduan Penilaian untuk Sekolah Menengah Atas, h. 22-34.  

Makalah: Mahabbah, Makrifah

BAB I PENDAHULUAN   A.      Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa manusia larut dan terbuai dalam din...