BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pencapaian
tujuan pembelajaran dapat diketahui oleh guru setelah dilakukannya penilaian.
Fungsi penilaian sangat besar dalam menentukan seberapa besar ukuran
keberhasilan yang telah dicapai oleh peserta didik dalam melakukan proses
pembelajaran di sekolah atau madrasah.
Besarnya
fungsi penilaian sebagai satu kesatuan yang utuh dalam proses pembelajaran
sehingga diperlukan untuk menentukan seberapa besar capaian yang telah dicapai
oleh peserta didik selama melakukan proses pembelajaran.
Salah
satu tugas guru dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005
Pasal 1 Ayat 1 tentang Guru dan Dosen:
Guru adalah pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.[1]
Salah satu dari delapan tugas utama
guru adalah menilai sebagaimana yang termaktub dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 1 Ayat 1 tentang Guru dan Dosen.
Guru
dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penilai, maka guru tidak serta
merta memberikan angka semaunya kepada peserta didik. Namun dituntut
keprofesionalan guru dalam memberikan penilaian. Salah satu bentuk
keprofesionala guru dalam menilai peserta didiknya adalah adanya bukti fisik
berupa instrumen penilaian yang digunakan oleh guru dalam menilai peserta
didiknya. Tidak hanya itu, guru juga dituntut untuk mengklasifikasikan apa yang
ingin dinilai dari beberapa aspek tertentu yang menjadi persyaratan dalam
penilaian peserta didik.
Selama
ini penilaian peserta didik tidak pernah lepas dari beberapa hal inti yang
menjadi objek penilaian guru di kelas. Hal inti tersebut adalah penilaian yang mencakup
tentang afeksi peserta didik, penilaian yang mencakup kognitif peserta didik
dan penilaian yang mencakup psikomotorik peserta didik.
Penilaian
dalam kurikulum 2013 mencakup tentang empat aspek penting yang menjadi sasaran
penilaian yang dilakukan oleh guru. Keempat aspek penting tersebut adalah aspek
spritual, aspek sosial, aspek pengetahuan, dan aspek keterampilan yang berlaku
khusus untuk bidang studi Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn).
Terkait
dengan instrumen penilaian, maka guru seyogianya mampu menyusun instrumen
penilaian yang mencakup aspek afektif peserta didik atau terkait dengan aspek
spritual dan sosial peserta didik. Sedangkan untuk aspek kognitif guru dituntut
untuk melakukan penilaian yang terkait dengan aspek kognitif peserta didik atau
aspek pengetahuan, begitupula dengan aspek psikomotorik yang mencakup tentang psikomotor peserta didik
atau aspek keterampilan yang dimiliki oleh peserta didik.
Proses
penilaian yang dilakukan guru tentunya memperhatikan prinsip-prinsi tertentu
yang digunakan di dalamnya. Hal ini bertujuan agar guru dalam memberikan
penilaian kepada peserta didik asal-asalan tetapi terikat oleh norma-norma
tertentu yang tidak merugikan perkembangan peserta didik.
Hal
inilah yang banyak terjadi di sekolah-sekolah atau madrasah dimana guru
asal-asalan dalam memberikan penilaian kepada peserta didiknya, bahkan guru
tidak memberikan penilaian sesuai dengan apa yang seharusnya diterima oleh
peserta didik berdasarkan usaha yang telah dilakukannya tetapi guru lebih
condong menilai secara subjektif semata, akibatnya peserta didik dirugikan.
Seiring
dengan diterapkannya kurikulum 2013 yang menjadikan penilaian sebagai salah
satu unsur penting dalam proses pembelajaran dengan tujuan untuk memberikan perlindugan
terhadap guru jika terdapat orang tua peserta didik atau wali peserta didik
yang mengajukan protes terhadap hasil belajar anaknya, maka data yang valid
sebagai bukti pegangan guru menjadi jawaban terhadap beragam pertanyaan orang
tua peserta didik yang mengajukan protes terhadap hasil belajar anaknya yang
menurut pandangan orang tua tidak sesuai dengan apa yang selama ini diamatinya
di rumah.
Namun
sebaliknya yang terjadi di lapangan, tidak sedikit guru yang merisaukan akan
ketatnya penilaian dalam kurikulum 2013 yang dipandang guru sangat membebaninya
di samping tugas mengajar dan mendidik.
Oleh
sebab itu, berdasar pada latar belakang masalah maka pemakalah tertarik untuk
mengupas lebih dalam tentang pengembangan instrumen penilaian.
B.
Rumusan Masalah
Berdasar pada
latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan sebagai rumusan masalah adalah
sebagai berikut:
1.
Apa
yang dimaksud dengan instrumen penilaian?
2.
Apa
prinsip-prinsip penilaian dalam pengembangan instrumen penilaian?
3.
Bagaimana
mengembangkan instrumen penilaian?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Instrumen Penilaian
1.
Instrumen
Secara
etimologi kata instrumen diartikan dengan alat perkakas.[2] Sedangkan definisi lain secara bahasa kata
instrumen dapat dipahami dengan sesuatu yang digunakan untuk mengerjakan
sesuatu.[3]
Dengan demikian, maka dapat dipahami bahwa instrumen adalah seperangkat alat
yang digunakan untuk mengerjakan sesuatu.
Kata
instrumen jika digunakan dalam dunia pendidikan, maka kata instrumen dapat
dipahami dengan seperangkat alat yang digunakan oleh penilai (guru atau dosen) untuk
menilai hasil kegiatan pembelajaran peserta didik atau mahasiswa.
Penggunaan
instrumen bergantung pada aspek apa yang ingin dinilai. Jika guru atau dosen
sebagai penilai ingin menilai sikap peserta didik atau mahasiswanya, maka
tentunya menyiapkan instrumen yang sesuai dengan aspek apa yang diinginkan.
Ketika
guru atau dosen ingin menilai aspek afektif peserta didik atau mahasiswa, maka
diperlukan instrumen yang berkaitan dengan aspek afektif dengan objek yang
berkaitan dengan sikap peserta didik. Pada kurikulum KTSP instrumen penilaian
sikap atau afektif hanya berupa observasi semata yang dilakukan oleh guru
berdasarkan hasil pengamatannya selama proses belajar mengajar berlangsung,
sedangkan pada kurikulum 2013 dilakukan pengembangan terkait dengan instrumen
yang digunakan dalam melakukan penilaian sikap.
Adapun
instrumen yang dilakukan untuk mengukur aspek afektif, guru dapat menggunakan
instrumen berupa jurnal, observasi, penilaian diri dan penilaian antar teman.
Sedangkan untuk menilai aspek kognitif dapat digunakan instrumen berupa tes dan
non tes, begitupula dalam menilai aspek psikomotorik peserta didik guru dapat
menggunakan instrumen unjuk kerja, instrumen produk, instrumen proyek, dan
portofolio dengan batasan pemberian sesuai dengan penggunaan instrumen tersebut
dan kebutuhan yang diinginkan pada kompetensi dasar.
Dengan
demikian, maka dapat disimpulkan bahwa instrumen penilaian merupakan seperangkat alat yang digunakan oleh
guru dalam melakukan penilaian kepada peserta didiknya yang berfungsi sebagai
perekam nilai peserta didik dalam berbagai aspek yang diinginkan oleh guru.
2.
Penilaian
Kata
penilaian berarti perbuatan menilai atau memberi angka.[4]
Istilah penilaian juga disebut dengan beberapa istilah lain seperti
evaluasi dan pengukuran.
Istilah
pengukuran berasal dari kata ukur yang berarti membandingkan sesuatu dengan
satu ukuran.[5]
Sedangkan istilah penilaian berasal dari kata nilai yang berarti mengambil
suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk.[6]
Istilah lain juga biasa disebut dengan nama evaluasi yang meliputi kedua
langkah sebelumnya yaitu mengukur dan menilai.[7]
Kata
penilaian (assessment) juga dapat dipahami dengan proses pengumpulan
data kualitatif dan kuantitatif yang dilakukan dengan sengaja di dalam ruangan
kelas.[8] Sedangkan
istilah penilaian menurut Mania adalah penerapan berbagai ragam informasi
tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik.[9]
Berdasar
pada berbagai pendapat ahli tentang definisi penilaian, maka dapat disimpulkan
bahwa penilaian merupakan sebuah proses pengumpulan informasi terkait dengan
objek tertentu untuk mengetahui kadar dari objek tersebut.
Untuk
mengetahui kadar dari objek yang menjadi sasaran dalam penilaian, maka
dibutuhkan seperangkat alat yang digunakan untuk mengumpulkan informasi
tersebut yang disebut dengan nama instrumen.
Instrumen
penilaian dapat dipahami dengan seperangkat alat yang digunakan oleh penilai
(guru atau dosen) untuk mengumpulkan informasi terkait dengan objek yang
menjadi sasaran penilaian (peserta didik atau mahasiswa) untuk mengetahui
kadar dari objek tersebut.
Penilaian tidak dapat dipisahkan
dalam penyusunan perangkat pembelajaran, sebab penilaian menjadi titik ukur
keberhasilan guru dalam melakukan proses belajar mengajar di kelas, sebab
ketercapaian tujuan pembelajaran yang dirumuskan oleh guru dapat diketahui
setelah melakukan penilaian.
B.
Prinsip-Prinsip Penilaian
1.
Prinsip Keandalan
Keandalan
merupakan prinsip penting dalam melakukan penilaian, sebab keandalan menekankan
pada subjek yang menjadi penentu keberhasilan dari objek yang dinilai. Nilai
seorang peserta didik akan dapat diandalkan jika yang menilai adalah gurunya,
sehingga jika penilaian yang dilakukan oleh temannya akan mengurangi sifat
keandalan dari penilaian tersebut karena terdapat unsur siapa yang melakukan
penilaian tersebut.
Keandalan
juga akan sangat tampak ketika seorang penilai melakukan penilaian dengan
berkali-kali. Ncrel mengatakan bahwa keandalan sebagai suatu indikasi adanya
konsistensi skor setelah penilai melakukannya beberapa kali.[10]
Pada
kurikulum 2013 penilaian tidak hanya dilakukan dengan sekali atau dua kali
penilaian saja, melainkan dilakukan berdasarkan kompetensi dasar yang ada.
Kompetensi dasar pada setiap mata pelajaran tentunya beragam bergantung pada
keluasan dan kedalaman materi yang menjadi standar isi dari mata pelajaran
tersebut.
2.
Prinsip Validitas
Prinsip
validitas adalah akurasi dari suatu penilian, dimana penilaian seharusnya
mengukur yang seharusnya diukur.[11]
Artinya
bahwa prinsip validitas memuat aspek-aspek penting yang menjadi kebutuhan dalam
penilaian dan kesesuaian dengan instrumen penilaian yang digunakan untuk
mendapatkan hasil yang maksimal dalam melakukan penilaian.
Aspek-aspek
penting yang menjadi titik ukur dalam penilaian kurikulum 2013 adalah:
a.
Aspek
Spritual, yaitu aspek yang mencakup kompetensi peserta didik dengan Tuhan.[12]
Sikap spritual dapat dipahami dengan bagaimana peserta didik menerima atau
memerhatikan (receiving atau attending) hal-hal yang terkait
hubungan peserta didik dengan Tuhan (Allah swt).
b.
Aspek
Sosial, yaitu aspek yang mencakup kompetensi peserta didik dengan lingkungan
sosial.[13]
Sikap sosial dapat dipahami dengan bagaimana interaksi peserta didik dengan
lingkungan sosialnya sehingga terbentuk karakter yang dapat merespon lingkungan
sosial.
c.
Aspek
Pengetahuan, yaitu aspek yang mencakup kompetensi pengetahuan yang dimiliki
oleh peserta didik.
d.
Aspek
Keterampilan, yaitu aspek yang mencakup tentang komptensi skill yang dimiliki
oleh peserta didik.
Dengan
demikian, maka dapat disimpulkan bahwa prinsip validitas merupakan prinsip yang menekankan pada tingkat
kebutuhan dan kebenaran alat yang digunakan dalam melakukan penilaian yang
mencakup aspek-aspek tertentu yang menjadi objek penilaian.
3.
Prinsip
Kewajaran
Prinsip kewajaran merupakan prinsip
keadilan dalam melakukan penilaian, dimana seorang penilai akan benar-benar
fokus terhadap apa yang menjadi tujuan penilaian tanpa ada intervensi
faktor-faktor lain yang menjadi pertimbangan dalam menilai sehingga dapat
mempengaruhi adanya perubahan-perubahan dalam menentukan hasil penilaian.
Prinsip
kewajaran mengedepankan prinsip kesamaan hak antara peserta didik untuk
mendapatkan penilaian dan hasil penilaian yang berdasarkan fakta dan realita
yang ada.
Selain
itu, prinsip ini mengarahkan penilai untuk bertindak secara profesional dalam
memberikan penilaian berdasarkan bukti-bukti yang sesuai dari capaian hasil
yang diperoleh peserta didik atau mahasiswa sebagai wujud dari hasil usaha yang
dilakukan oleh peserta didik atau mahasiswa.
Dengan
demikian, maka prinsip kewajaran adalah sebuah rambu yang mengatur penilai
untuk memberikan penilaian kepada peserta didik atau mahasiswa secara
profesional berdasarkan capaian yang dicapai oleh peserta didik atau mahasiswa
tersebut.
C.
Pengembangan
Instrumen Penilaian
Guru
dalam melakukan interaksi dengan peserta didiknya di kelas tentunya telah
merumuskan tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran tersebut. Tujuan
pembelajaran tidak langsung dapat diketahui atau disampaikan oleh guru melalui
lisan tanpa dilakukannya evaluasi.
Percival
mengemukakan bahwa evaluasi merupakan serangkaian kegiatan yang dirancang untuk
mengukur keefektifan sistem mengajar atau belajar sebagai suatu keseluruhan.[14]
Oleh
sebab itu, diperlukan beragam metode dalam melakukan evaluasi untuk
mengumpulkan informasi terkait dengan tujuan dilakukannya evaluasi. Evaluasi
dapat dilakukan dengan dengan metode mikro yang juga biasa disebut dengan
formatif serta dapat pula dilakukan dengan metode makro yang dikenal dengan
nama sumatif.[15]
Evaluasi
dilakukan dengan mengedepankan prinsip-prinsip yang menjadi prinsip penilaian
yaitu keandalan, validitas, dan kewajaran sehingga dapat menunjukkan hasil yang
maksimal dengan tujuan meningkatkan prestasi peserta didik.
Pada
pengembangan instrumen penilaian dilakukan dengan dua cara yaitu tes dan non
tes.[16]
Tes dan non tes juga dipandang sebagai teknik evaluasi.[17]
Sedangkan dalam kerangka kurikulum 2013 penilaian mencakup tentang tiga aspek
utama yaitu sikap (spritual dan sosial), pengetahuan, dan keterampilan.
Ketiga
aspek utama tersebut memiliki teknik evaluasi yang berbeda bergantung pada
aspek yang ingin dinilai.
Adapun
ruang lingkup dalam penilaian sikap mencakup tentang:
1.
Kemampuan
menerima.
2.
Kemampuan
merespons.
3.
Kemampuan
menilai.
4.
Kemampuan
mengatur dan mengorganisasikan.
5.
Kemampuan
berkarakter.[18]
Berdasar
pada ruang lingkup penilaian sikap tersebut, maka dibutuhkan teknik penilaian sikap,
yaitu:
1.
Observasi
dengan instrumen penilaian berupa jurnal.
2.
Penilaian
diri dan penilaian antar teman dengan instrumen berupa daftar cek atau rating
scale atau dalam bentuk esai.[19]
Sedangkan
untuk aspek pengetahuan memiliki ruang lingkup yaitu:
1.
Mengetahui.
2.
Memahami.
3.
Menerapkan.
4.
Menganalisis.
5.
Mengevaluasi.
6.
Menciptakan.[20]
Pada
aspek pengetahuan, melalui ruang lingkup penilaian yang menjadi sasaran
penilaiannya maka dibutuhkan teknik penilaian berupa tes tertulis:
1.
Tes
objektif, yaitu mencakup pilihan ganda, benar salah, menjodohkan, isian dsb.
2.
Tes
subjektif, yaitu mencakup uraian (bebas atau terbatas), penugasan dan tes lisan.
Penilaian
pada aspek keterampilan memiliki ruang lingkup sebagai berikut:
1.
Persepsi
2.
Kesiapan
3.
Respons
Terbimbing
4.
Mekanisme
5.
Respons
Kompleks
6.
Adaptasi
7.
Organisasi.[21]
Adapun
instrumen yang dibutuhkan dalam penilaian keterampilan pada kurikulum 2013
yaitu:
1.
Penilaian
Kinerja
2.
Penilaian
Produk
3.
Penilaian
Proyek
4.
Penilaian
Portofolio.[22]
Pengembangan
instrumen penilaian bergantung pada pengembangan kurikulum yang dikembangkan
oleh pemerintah dengan menyiapkan penilaian sebagai satu kesatuan yang utuh
dengan pelaksanaan proses pembelajaran yang dilakukan di sekolah atau madrasah
yang merujuk pada kriteria ketuntasan minimum yang ditetapkan oleh sekolah atau
guru mata pelajaran.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Adapun
kesimpulan yang dapat ditarik berdasarkan pembahasan yang telah penulis
paparkan pada bab sebelumnya yaitu:
1.
Instrumen
penilaian merupakan seperangkat alat yang digunakan oleh guru dalam melakukan
penilaian kepada peserta didiknya yang berfungsi sebagai perekam nilai peserta
didik dalam berbagai aspek yang diinginkan oleh guru.
2.
Adapun
prinsip penilaian dalam pengembangan instrumen penilaian mencakup tiga aspek
penting, yaitu keandalan, validitas dan kewajaran.
3.
Instrumen
penilaian mencakup tentang aspek yang menjadi fokus penilaian seperti aspek
sikap, aspek pengetahuan dan aspek keterampilan dengan instrumen berupa tes dan
non tes.
B.
Implikasi
Sebagai
implikasi dari kesimpulan yang penulis tuliskan adalah sebagai berikut:
1.
Diharapkan
kepada guru atau dosen untuk lebih selektif dalam melalukan penilaian dengan
mempertimbangkan penggunaan instrumen yang tepat dalam memberikan penilaian.
2.
Diharapkan
kepada penilai untuk menyiapkan instumen penilaian dengan baik dan benar yang
mengakomodir peserta didik sehingga peserta didik tidak dirugikan.
3.
Diharapkan
kepada guru atau dosen untuk mempertimbangkan aspek yang menjadi fokus
penilaian sehingga dalam menyusun instrumen penilaian dapat melahirkan hasil
yang maksimal dan meningkatkan prestasi peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Airasian, Peter
W. Et. All. 2010. Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen.
Terj. Agung Prihantoro. Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arikunto,
Suharsimi. 1997. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Cet. XII; Jakarta:
Bumi Aksara
Hamalik, Oemar.
2009. Proses Belajar Mengajar. Cet. X; Jakarta: Bumi Aksara
Kunandar, 2014.
Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan
Kurikulum 2013): Suatu Pendekatan Praktis Disertai dengan Contoh. Cet. III;
Jakarta: Rajawali Press.
Mania, Sitti.
2014. Asesmen Autentik Untuk Pembelajaran Aktif dan Kreatif: Implementasi
Kurikulum 2013. Cet. I; Makassar: Alaudin University Press.
Nasution, S.
2005. Teknologi Pendidikan. Cet. III; Jakarta: Bumi Aksara.
Poerwadarminta,
W.J.S. 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Cet. IX; Jakarta: Balai
Pustaka
Sukardi, H.M.
2011. Evaluasi Pendidikan: Prinsip dan Operasionalnya. Cet. V; Jakarta: Bumi
Aksara.
Tim Penulis, 2006.
Undang-Undang Guru dan Dosen: UU RI No. 14 Tahun 2005. Cet. I; Jakarta:
Sinar Grafika.
Tim Penyusun, 2015. Panduan Penilaian untuk Sekolah
Menengah Atas. Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Tim Prima Pena,
2006. Kamus Ilmiah Populer: Referensi
Ilmiah Ideologi, Politik, Hukum, Ekonomi, Sosial, Budaya & Sains. Cet.
I; Surabaya: Gitamedia Press.
Yasin, Moh.
Fahri. 2009. Sistem Evaluasi Pembelajaran. Cet. I; Gorontalo: Sultan
Amai Press.
Yaumi, Muhammad.
2016. Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran: Disesuaikan dengan Kurikulum 2013.
Cet. IV; Jakarta: Kencana.
[1]Tim Penulis, Undang-Undang
Guru dan Dosen: UU RI No. 14 Tahun 2005 (Cet. I; Jakarta: Sinar Grafika, 2006),
h. 2.
[2]W.J.S.
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Cet. IX; Jakarta: Balai
Pustaka, 1986), h. 383.
[3]Tim Prima Pena,
Kamus Ilmiah Populer: Referensi Ilmiah Ideologi, Politik, Hukum, Ekonomi,
Sosial, Budaya & Sains (Cet. I; Surabaya: Gitamedia Press, 2006), h.
208.
[4]W.J.S.
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Cet. IX; Jakarta: Balai
Pustaka, 1986), h. 675.
[5]Suharsimi
Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Cet. XII; Jakarta: Bumi
Aksara, 1997), h. 3.
[6]Suharsimi
Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, h. 3.
[8]Muhammad Yaumi,
Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran: Disesuaikan dengan Kurikulum 2013
(Cet. IV; Jakarta: Kencana, 2016), h. 180.
[9]Sitti Mania, Asesmen
Autentik Untuk Pembelajaran Aktif dan Kreatif: Implementasi Kurikulum 2013
(Cet. I; Makassar: Alaudin University Press, 2014), h. 25.
[10]Muhammad Yaumi,
Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran: Disesuaikan dengan Kurikulum 2013,
h. 182.
[11]Muhammad Yaumi,
Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran: Disesuaikan dengan Kurikulum 2013,
h. 183.
[12]Kunandar, Penilaian
Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan Kurikulum 2013):
Suatu Pendekatan Praktis Disertai dengan Contoh (Cet. III; Jakarta:
Rajawali Press, 2014), h. 104.
[13]Kunandar, Penilaian
Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan Kurikulum 2013):
Suatu Pendekatan Praktis Disertai dengan Contoh, h. 104.
[14]Oemar Hamalik, Proses
Belajar Mengajar (Cet. X; Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 146.
[15]S. Nasution, Teknologi
Pendidikan (Cet. III; Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h. 85.
[16]Moh. Fahri
Yasin, Sistem Evaluasi Pembelajaran (Cet. I; Gorontalo: Sultan Amai
Press, 2009), h. 12.
[17]Suharsimi
Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, h. 23.
[18]Kunandar, Penilaian
Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan Kurikulum 2013):
Suatu Pendekatan Praktis Disertai dengan Contoh, h. 109-112.
[19]Tim Penyusun, Panduan
Penilaian untuk Sekolah Menengah Atas (Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar dan
Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2015), h. 7-13.
[20]Muhammad Yaumi,
Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran: Disesuaikan dengan Kurikulum 2013,
h. 103.
[21]Muhammad Yaumi,
Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran: Disesuaikan dengan Kurikulum 2013,
h. 100.
[22]Tim Penyusun, Panduan
Penilaian untuk Sekolah Menengah Atas, h. 22-34.