BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Guru merupakan fasilitator yang berperan aktif
dalam suatu proses belajar mengajar. Melalui bimbingan guru yang profesional,
setiap siswa dapat menjadi sumber daya yang berkualitas, inovatif, kreatif,
kompetetif, dan produktif sebagai aset bangsa dalam menghadapi persaingan
global yang semakin berat seperti
sekarang ini.
Dewasa ini, tidak sedikit guru dalam menjalankan profesinya telah melakukan berbagai
penyimpangan atau pelanggaran terhadap norma-norma sebagai guru, baik itu dengan para siswa
maupun dengan sesama guru.
Hal seperti ini tentu menjadi catatan
buruk terhadap guru itu sendiri, sehigga pemerintah menetapkan suatu
aturan atau norma-norma yang harus dipatuhi oleh para guru di Indonesia yang
dikenal dengan “Kode Etik Guru”. Dengan adanya kode etik guru, diharapkan para
guru dapat menjalankan dan mematuhi tugasnya dengan baik sebagaimana yang telah
ditetapkan di dalam Undang – undang kode etik guru tersebut.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan bahwa:
1.
Apakah Pengertian Kode Etik Guru ?
2.
Apakah Pengertian Kode Etik Berdasarkan Pendapat
para Ahli ?
3.
Apakah Ruang Lingkup Kode Etik ?
4.
Apakah Tujuan dan Manfaat Kode Etik ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kode Etik Profesi Guru
Kode etik guru adalah pedoman dalam bersikap dan berprilaku dalam bentuk
nilai-nilai moral dan etika dalam jabatan guru sebagai pendidik putra-putri bangsa
1. Pengertian Kode Etik
Guru
Kode etik terdiri dari dua kata, yaitu kode dan etik. Secara harfiah
kode artinya aturan, dan etik berasal
dari bahasa yunani yaitu ethos artinya watak, adab, atau cara aturan hidup.
Dapat pula diartikan kesopanan (tata asusila) atau hal-hal yang berhubungan
dengan kesusilaan dalam mengerjakan suatu pekerjaan.[1]
Kemudian secara etimologi kode etik adalah pola aturan, tata cara
pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan pekerjaan. Kode etik merupakan pola
aturan sebagai pedoman berprilaku. Etis berarti sesuai dengan nilai-nilai dan
norma yang dianut oleh sekelompok orang atau masyarakat tertentu.[2]
Guru adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang pendidikan dan
pengajaran kepada orang lain. Kata guru dalam arti fungsional menunjukkan
kepada seseorang yang melakukan kegiatan dalam memberikan pengatahuan, keterampilan,
pendidikan, pengalaman, dan lain sebagainya.[3]
Jadi, Kode etik guru adalah aturan-aturan yang menjadi landasan guru dalam menjalankan
profesinya.
Ada beberapa pendapat tentang pengertian kode etik, yaitu:
a. Gibson and Mithsel,
kode etik menggambarkan nilai-nilai professional suatu profesi yang
diterjemahkan dalam standar perilaku anggotanya. Nilai professional tadi
ditandai adanya sifat altruistis artinya lebih mementingkan kesejahteraan orang
lain dan berorientasi pada pelayanan umum dengan prima.
b. Homby, dkk., Code as
collection of laws arranged in asystem: or system of rules principles that has
been accepted by society or a class or group of people (kode merupakan kumpulan
aturan yang disusun dalam sebuah sistem, atau sistem aturan dan prinsip-prinsip
yang diterima oleh masyarakat atau sebuah kelas atau kelopok orang).
c. Ethic as system of
moral principles, rules of conduct (etik merupakan sistem dari prinsip-prinsip
moral, aturan dari tingkah laku). Sedangkan pengerian kode etik guru menurut
Westby Gibson, kode etik guru merupakan suatu statemen formal yang merupakan
norma atau aturan tata asusila dalam mengatur tingkah laku guru.
B. Ruang Lingkup dan
Materi kode Etik
Kode etik profesi konseling meliputi hal-hal yang bersangkutan dengan
kompetensi yang memiliki kewenangan dan kewajiban tenaga profesi serta
cara-cara pelaksanaan layanan yang dilakukannya dalam kegiatan profesi. Ruang
lingkup dan materi kode etik profesi bimbingan
dan konseling dituangkan dalam kode etik profesi kenselor indonesia.[4]
C. Kongres PGRI XIII
Hasil Kongres PGRI XIII pada tanggal 21-25 November 1973 di Jakarta,
kode etik guru merupakan aturan-aturan tentang keguruan yang menyangkut
pekerjaan-pekerjaan guru dilihat dari segi asusila. Isi sari kode etik guru
hasil dari kongres PGRI XIII pada 21-25 November 1973 di Jakarta, adalah
sebagai berikut:
1. Guru berbakti
membimbing anak didik seutuhnya utnuk membangun manusia pembangunan yang
ber-Pancasila.
2. Guru harus mampu
mengabdikan dirinya secara iklas menuntun dan membawa anak
didik seutuhnya, baik jasmani
maupun rohani, fisik maupun mental agar menjadi insan pembangunan yang
melaksanakan berbagai aktifitasnya berdasarkan sila-sila yang ada di dalam
Pancasila.
3. Guru harus memiliki
kejujuran professional dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan
peserta didiknya.
4. Guru harus mampu
membuat program pengajaran sesuai dengan kondisi dan situasi peserta didiknya.
Guru harus menerapkan kurikulum secara benar sesuai dengan kebutuhan sesuai
dengan anak didk masing-masing anak didiknya.
5. Guru mengadakan
komunikasi, terutama dengan memperoleh informasi dari peserta didik. Dalam kegiatan belajar mengajar kehidupan
sekolah dengan memelihara hubungan baik dengan orang tua murid guru harus
mengadakan komunikasi dan hubungan baik dengan peserta didik agar tercipta
suasana yang aman, nyaman, dan menyenangkan
6. Guru menciptakan
suasana kehidupan dan memelihara hubungan dengan orang tua murid untuk
kepentingan pesrta didik.
7. Guru harus mempunyai
rasa hubungan kekeluragaan serta selalu
menjalin silaturahmi dengan orang tua peserta didk, agar tercipta suatu
dimensi kekeluargaan.
8. Guru memelihara
hubungan baik dengan masyarakat di sekitar sekolah maupun dengan masyarakat
yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan. Sesuai dengan tri pusat
pendidkan, masyarakat serta bertanggung jawab atas pelaksanaan pendidikan. Oleh
karena itu, guru harus mampu menjalin silaturahmi dengan dengan elemen
masyarakat, agar dapat menjalankan tugas sebagai proses belajar mengajar.
9. Guru harus mampu selalu
meningkatkan mutu profesinya. Dalam rangka meningkatkan layanan kepada
masyarakat, guru harus senantiasa meningkatkan mutu profesinya. Hal ini sangat
penting karena baik atau tidaknya layana akan berpengaruh kepada citra guru
sendiri sebagai tenaga pengajar.
10. Guru menciptakan dan
membangun hubungan silaturahmi antar sesama guru. Kerja sama dan hubungan
anatar guru di lingkungan tempat kerja merupakan upaya yang sangat penting,
sebab pembinaan kerjasama anatarguru di lingkungan dan peningkatan mutu profesi
guru secara kelompok. Dengan membina hubungan yang baik antar sesamaguru di
lingkungan tempat kerja dapat meningkatkan kelancaran mekanisme kerja dan
peningkatan mutu profesi guru secara kelompok.
11. Guru secara bersam-sama
memelihara, membina, dan peningkatan mutu organisia guru professional sebagai
sarana pengabdian. Untuk meningkatkan sarana pengabdian, organisasi PGRI harus
dipelihara, dibina, dan mutu serta kekompakannya.
12. Guru melaksanakan
segala ketentuan yang merupakan kebijakansanaan
pemerintah di bidang pendidikan.
13. Guru sebagai kementrian
aparat nasional harus memahami dan melaksanakan ketetuan yang telah digariskan
oleh pemerintah mengenai masalah pendidikan.[5]
D. Fungsi kode Etik Guru
1. Agar mempunyai dan
memiliki pedoman dan arah yang jelas dalam melaksanakan tugasnya sehingga
terhindar penyimpangan profesi.
2. Agar guru bertanggung
jawab pada profesinya.
3. Agar Profesi guru
terhindar dari perpecahan internal.
4. Agar guru mampu
meningkatkan kualitas dan kinerja masyarakat sehingga jasa profesi guru diakui
oleh masyarakat sebagai profesi yang membantu dalam mencerahkan bangsa dan
mengembangkan diri.
5. Agar Profesi guru terhindar dari campur tangan
pofesi lain dan pemerintah secara kurang professional.
E. Fungsi dan Tujuan Kode
Etik Guru Menurut Ahli
1. Gibson dan Michel, yang
lebih mementingkan kode etik sebagai pedoman pelaksanaan tugas profesional.
2. Biggs dan Blocher,
mengemukakan tiga fungsi kode etik yaitu:
a. Melindungi suatu
profesi dari suatu campur tangan pemerintah
b. Mencegah terjadinya
pertentangan internal dalam suatu profesi
c. Melindungi para
praktisi dari kesalahan praktik suatu profesi
3. Oteng Sutisna bahwa
pentingnya kode etik guru dengnan teman kerjanya difungsikan sebagai penghubung
serta saling mendukung dalam bidang mensukseskan misi dalam mendidik peserta
didik.
Ketaatan guru dalam kode etik akan mendorong mereka berperilaku sesuai
dengan norma-norma yang dibolehkan dan menghindari norma-norma yang dilarang
oleh etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi atau asosiasi profesinya
selama menjalankan tugas-tugas profesional dan kehidupan sebagai warga negara
dan elemen masyarakat. Dengan demikian aktualisasi guru dalam melaksanakan
proses pendidikan atau pembelajaran secara profesional, bermartabat, dan
beretika akan berwujud.
Kode etik guru dibuat oleh organisasi atau asosiasi profesi guru. PGRI
telah membentuk kode etik guru yang disebut kode etik guru Indonesia (KEGI).
KEGI ini merupakan hasil konferensi pusat PGRI NO V/Konpus II/XIX/2006 tanggal
25 maret 2006 di Jakarta yang disahkan pada kongres XX PGRI No
07/Kongres/XX/PGRI/2008 tanggal 3 juli 2008 di Palembang. KEGI dapat menjadii
kode etik bagi setiap orang yang menyandang profesi guru di Indonesia atau
menjadi referensi bagi organisasi atau asosiasi profesi guru selain PGRI untuk
merumuskan kode etik bagi setiap anggotanya.
KEGI versi PGRI seperti disebutkan di atas telah diterbitkan departemen
pendidikan Nasional bersama pengurus besar persatuan guru republik Indonesia
(BP-PGRI) tahun 2008. Dalam kata pengantar penerbitan publikasi KEGI dari pihak
kementrian disebutkan bahwa “semua guru di Indonesia dapat memahami,
menginternalisasi, dan menunjukkan prilaku keseharian sesuai norma dan etika
yang tertuang dalam KEGI ini”. Dengan
demikian akan terciptanya suasana yang harmonis dan semua anggota akan
merasakan adanya perlindungan dan rasa aman dalam melakukan tugas tugasnya
secara umum kode etik ini diperlukan dengan berapa alasan, antara lain:
a. Untuk melindungi
pekerjaan sesuai dengan ketentuan dan kebijakan yang telah ditetapkan
berdasarkan perundang undangan yang berlaku.
b. Untuk mengontrol
terjadinya ketidakpuasan dan persengketaan dari para pelaksana, sehingga dapat
menjaga dan meningkatkan stabilitas internal dan eksternal pekerjaan.
c. Melindungi para
praktisi di masyarakat, terutama dalam hal adanya kasus penyimpangan tindakan.
d. Melindungi msyarakat
dari praktik-praktik yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku.[6]
Di dalam pasal 28 Undang-undang No 8 tahun 1974 menjelaskan tentang
pentingnya kode etik guru dengan jelas menyatakan bahwa: “pegawai negri sipil
mempunyai kode etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan di dalam
dan di luar kedinasan Dalam penjelasan undang-undang tersebut dinyatakan bahwa
adanya kode etik ini, pegawai negri sipil sebagai aparatur negara, abdi negara,
dan abdi masyarakat mempunyai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam
melaksanakan tugasnya dan dalam pergaulan sehari-hari.[7]
Kode etik guru dapat digunakan sebagai landasan dari pribadi guru yang
dapat dipergunakan sebagai landasan dari kepribadian guru yang mencerminkan
sikap-sikap yang terpuji dan dapat memberikan teladan baik kegiatan yang
bersifat interakurikuler maupun kegiatan ekstrakurikuler, meliputi kegiatan
proses belajar mengajar dan di luar proses mengajar, yang anatara lain membuat
perangkat pembelajaran, manajemen kelas, penguasaan kelas, kreatif, disiplin,
dan berdedikasi tinggi terhadap tugasnya sebagai guru.[8]
Fungsi kode etik adalah untuk menjaga kredibilitas dan nama baik guru
dan nama baik guru dalam menyandang status pendidik. Dengan demikian, adanya
kode tersebut diharapkan para guru tidak melakukan pelanggaran terhadap tugas
dan kewajiban. Secara substansial diberlakukannya kode etik kepada guru untuk
menambah kewibaan dan memelihara image, citra profesi guru tetap baik.
Kemudian, guru harus mampu melaksanakan tugasnya secara jujur, komitmen
penuh dedikasi. Hubungan-hubungan sebagaimana dimaksud diatas, juga harus dipatuhi demi menjaga
kemajuan solidaritas yang tinggi. Sebagai tenaga profesional, seperti hal
dokter, serjana, akuntan, hakim, dan lain-lain, guru juga memiliki kode etik
sebagai ketentuan dasar yang harus dijadikan pedoman dalam melaksanakan tugas profesionalnya.
Kode etik tersebut mengatur tentang apa yang harus dilakukan dan apa
yang tidak boleh dilakukan dilakukan guru dalam menjalankan tugas
profesionalnya.[9]
Kode etik bagi satu organisasi profesional sangat penting, karena merupakan
dasar moral dan pedoman tingkah laku setiap anggotanya. Maka dengan sendirinya
kode etik ini berfungsi untuk membuat anggotanya dinimis dalam meningkatkan
pelajaran sebagai sutu pengertian, disamping itu dapat menggerakan setiap
anggota untuk selalu mawas diri dengan penuh kesadaran, selalu memerlukan
peningkatan dan pengembangan kemampuan prosionalnya. Dengan demikian, maka
tugas profesional dalam pengertian tidak akan ketinggalan zaman.[10]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Guru merupakan fasilitator dan evaluator yang berperan aktif dalam suatu
proses belajar mengajar. Guru merupakan ujung tombak keberhasilan setiap siswa
di sekolah. Melalui bimbingan guru yang profesional, setiap siswa dapat menjadi
sumber daya yang berkualitas, kompetetif, dan produktif sebagai aset bangsa
dalam menghadapi persaingan global yang
semakin dan berat.
Dalam pasal 28 Undang-undang No 8 tahun 1974 menjelaskan tentang
pentingnya kode etik guru dengan jelas menyatakan bahwa: “pegawai negri sipil
mempunyai kode etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan didalam
dan diluar kedinasan Dalam penjelasan undang-undang tersebut dinyatakan bahwa
adanya kode etik ini, pegawai negri sipil sebagai aparatur negara, abdi negara,
dan abdi masyarakat mempunya pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam
melaksanakan tugasnya dan dalam pergaulan sehari-hari.
Fungsi kode etik adalah untuk menjaga kredibilitas dan nama baik guru
dan nama baik guru dalam menyandang status pendidik. Dengan demikian, adanya
kode tersebut diharapkan para guru tidak melakukan pelanggaran terhadap tugas
dan kewajiban. Secara substansial diberlakukannya kode etik kepada guru untuk
menambah kewibaan dan memelihara image, citra profesi guru tetap baik.
B.
Saran
1. Dengan adanya kode etik
guru, seharusnya seorang guru tidak melakukan tindakan yang melanggar aturan-aturan dari kode etik
guru itu sendiri.
2. Dalam menjalankan
profesi sebagai seorang yang menjadi panutan, guru harus mampu mematuhi kode
etik guru.
DAFTAR PUSTAKA
Buchari Alma, dkk, Guru
Profesional, Bandung: Alfabeta, 2010.
Faelasup, Etika
Keguruan, Yogyakarta: Interpena, 2016.
Mujtahid, Pengembangan
Profesi Guru, Malang: UIN-Malang Press/anggota IKAPI, 2009.
Supriatna Mamat,
Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi,
Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2011.
Fachruddin Saudagar,
dkk, Pengembangan Profesionalitas Guru, Jakarta: GP Gunung Persada/GP Press,
2009.
Wardan Khusnul,
Motivasi Guru, Yogyakarta: Interpena, 2011.
http://kbbi.Web.id/kode
[1]Faelasup, Etika dan Profesi Keguruan (Yogyakarta: Interpena,
2016), h. 21.
[2]Alma Buchari , dkk, Guru
Profesional ( Bandung: Alfabeta,
2010), h. 122.
[3]https://ridwan202.wordpress.com
di akses pada tanggal 24 April 2018 jam 08. 00 Wita.
[4]Mamat Supriatna, Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), h. 123.
[5]Faelasup, Etika dan
Profesi Keguruan (Yogyakarta: Interpena, 2016), h. 5.
[6]Faelasup, Etika dan
Profesi Keguruan (Yogyakarta: Interpena, 2016), h. 28.
[7]Faelasup, Etika dan
Profesi Keguruan (Yogyakarta: Interpena, 2016), h. 28.
[8]Khusnul wardan, Motivasi
Guru (Yogyakarta: Interpena, 2011), h. 121.
[9]Mujtahid, Pengembangan Profesi Guru, Malang: UIN-Malang Press
(Anggota IKAPI), 2009), h. 135
[10]Saudagar Fachruddin,
dkk, Pengembangan Profesionalitas Guru (Jakarta: Gunung Persada (GP
Press), 2009), h. 138.
No comments:
Post a Comment