OBJEK ILMU PENGETAHUAN,
PERBEDAAN ILMU DAN PENGETAHUAN
“FILSAFAT ILMU”
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Manusia diciptakan oleh sang
Maha Kuasa memiliki banyak keistimewaan, diantara hal yang menjadi kekuatan
terbesar atau bekal terhebat yang diberikan Tuhan kepadanya adalah kemampuan
untuk berfikir, merasa, dan mengindra yang menghasilkan ilmu pengetahuan.
Dalam kesehariannya, manusia
berupaya mencari jati dirinya, berinteraksi dengan sesama manusia, hewan,
tumbuh-tumbuhan maupun dengan alam serta
apa saja yang mencakup seluruh aspek kehidupannya. Sejalan dengan hal itu,
potensi manusia yang diberikan Tuhan berupa akal tentunya akan mencari objek
untuk dikaji dan diketahui sehubungan dengan keberadaannya di muka bumi sebagai
khalifah yang memiliki kekuatan. Dari bekal ilmu pengetahuan inilah kemudian
manusia mampu menjalankan roda kehidupan sebagai khalifah.
Ilmu pengetahuan adalah
sesuatu yang sangat berguna bagi umat manusia. Potensi yang dimiliki manusia
berupa daya tangkap untuk mengetahui memerlukan objek, dan objek tersebut tak
lain adalah objek ilmu pengetahuan itu sendiri. Hal ini tentunya perlu untuk
diketahui dalam menambah khazanah keilmuan kita serta untuk mengeatahui sejauh
mana batasan dari ilmu pengetahuan tersebut meneliti yang menjadi objeknya.
Disamping itu, term “Ilmu” dan “Pengetahuan” tidak kalah pentingnya untuk
dapat diketahui, dalam menambah khazanah keilmuan manusia.. Ilmu dan Pengetahuan adalah 2 hal yang jika sepintas terlihat sama, akan
tetapi berbeda. Olehnya itu, Dalam upaya memberikan penjelasan mengenai kedua
hal tersebut, penulis juga akan menyajikan penjelasan tentang perbedaan dari
keduanya.
Berdasarkan permasalahan tersebut diatas
serta banyaknya literatur yang memberikan penjelasan yang berbeda tentang hal
tersebut, maka kami akan mencoba membahas dan mengkaji lebih dalam lagi tentang Objek ilmu pengetahuan, perbedaan ilmu dan
pengetahuan. Semoga bermanfaat bagi kita semua, Amin.
B. Rumusan Masalah
Dari
uraian latar belakang
di atas, maka
penulis merumuskan masalah
sebagai berikut :
1.
Apakah obyek dari Ilmu Pengetahuan?
2.
Apa pengertian dari Ilmu dan Pengetahuan?
3.
Apa perbedaan Ilmu dan Pengetahuan?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini sebagai
berikut :
1. Untuk
mengetahui dan memahami apa saja yang tergolong obyek Ilmu Pengetahuan.
2. Untuk
mengetahui dan memahami pengertian ilmu dan pengetahuan.
3. Untuk
mengetahui dan memahami perbedaan Ilmu dan Pengetahuan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Objek Ilmu Pengetahuan
Suatu ilmu pengetahuan hanya dapat disebut ilmu pengetahuan apabila ia
memenuhi persyaratan yang dituntut oleh ilmu pengetahuan secara umum.
Persyaratan umum yang dituntut itu ialah setiap ilmu pengetahuan harus memiliki
objek material dan objek formal.[1]
Obyek yang pertama adalah obyek material. Obyek material adalah segala
sesuatu yang menjadi kajian ilmu pengetahuan pada umumnya. Seperti: manusia,
masyarakat, alam semesta, tata surya serta flora dan fauna. Sedangkan yang
kedua adalah obyek formal, yaitu pusat kajian khusus dari ilmu pengetahuan tertentu. Misalnya, manusia sebagai
objek material dapat dipelajari oleh ilmu politik, antropologi, kedokteran dan
biologi. Objek formal dari antropologi adalah kebudayaan dari manusia.
Psikologi mempelajari jiwa manusia, kedokteran mempelajari proses metabolisme
dan penyakit yang ada pada tubuh manusia, dan sosiologi mempelajari hhubungan
antara manusia. Dengan demikian, objek material ilmu pengetahuan dapat sama.
Oleh karena itu, dalam ilmu social sering ditemukan tokoh-tokoh dengan teorinya
yang sama pada cabang ilmu social yang berbeda. Misalnya, Karl Marx, ada dan
dibahas di ilmu ekonomi, ilmu politik, dan ilmu sejarah. Perbedaan almu
pengetahuan yang satu dengan ilmu pengetahuan yang lainnya adalah terletak pada
objek-objek formalnya yang menjadi perhatian khusus dari cabang ilmu
pengetahuan tertentu.[2]
Perlu dicatat bahwa, yang pantas menjadi objek material ialah suatu
lapangan, bidang, atau materi yang benar-benar konkrit dan dapat diamati. Hal
itu perlu ditegaskan karena kebenaran ilmiah adalah kesesuaian antara apa yang
diketahui (pengetahuan) tidak dapat dicocokkan dengan objeknya. Dengan
demikian, tidak mungkin dapat mencapai kebenaran yang merupakan kesesuaian
pengetahuan dengan objeknya itu.[3]
Dari pemaparan diatas jelaslah bahwa objek ilmu
pengetahuan itu ada 2 yakni: objek material dan objek formal. Objek material
adalah segala sesuatu yang menjadi kajian ilmu pengetahuan pada umumnya,
seperti: lapangan, bidang atau materi yang benar-benar konkrit dan dapat
diamati. Objek formal adalah bentuk kajian spesifik dari objek material
tersebut. Seperti manusia sebagai objek materialnya dan ilmu kedokteran yang mempelajari proses metabolisme dan
penyakit yang ada pada tubuh manusia sebagai objek formalnya. Tentunya ini
tidak menutup pintu untuk mengkaji objek formal lainnya yang menjadikan manusia
sebagai objek materialnya. Yang tidak kalah pentingnya disini adalah, bagaimana
objek material tersebut adalah suatu yang konkrit dan dapat diamati, karena
kebenaran ilmiah dapatlah terjadi jika adanya kesesuaian antara pengetahuan dan
objeknya. Pengetahuan yang didapatkan barulah mendapat keabsahan jika objek
materialnya konkrit dan dapat diamati untuk membuktikan pengetahuan tersebut
benar-benar ilmiah dan dikategorikan sebagai ilmu pengetahuan.
B.
Pengertian Ilmu dan Pengetahuan
1. Pengertian Ilmu
Sebagai makhluk
yang berakal, manusia selalu diliputioleh hasrat ingin tahu. Oleh sebab itu,
pengetahuan dimulai dari hasrat ingin tahu. Semakin kuat hasrat manusia, maka
semakin banyak pengetahuannya. Proses mengumpulkan pengetahuan adalah suatu
proses belajar yang dilakukan oleh manusia sejak usia dini sampai ia meninggal
dunia. Berbagai pengetahuan yang diperoleh dari proses belajar yang dilakukan
manusia membuat manusia mampu membuka rahasia alam yang ada dibalik struktur
yang tersembunyi. Selanjutnya, manusia menyusun pengetahuan tersebut kedalam
suatu bentuk yang terstruktur yang terdiri dari konsep-konsep, prinsip-prinsip,
proposisi-proposisi, dan teori-teori yang berkaitan dengan struktur alam
tertentu, yang pada tahap selanjutnya disebut ilmu.[4]
Secara etimologi, term “ilmu” berasal dari bahasa arab yang terdiri atas
tiga huruf, yakni ع ,ل ,م(علم)
artinya; mengetahui, mengenal, dan memberi tanda serta petunjuk.[5]
Dalam Alqur’an sendiri, pengungkapan term-term علم dan derivasinya terulang
sebanyak 744 kali.[6]
Akan tetapi term ilmu secara etimologi yang dipahami secara umum adalah sebagai
suatu pengetahuan secara praktis yang dipakai untuk menunjuk pada pengetahuan
sistematis tentang masalah-masalah yang berhubungan dengan subyek tertentu.[7]
Selanjutnya, pengertian ilmu secara klasik dapat dipahami sebagai pengetahuan
tentang sebab akibat atau asal usul yang biasanya dilawankan dengan pengertian
oponi. Dalam pengertian lain, term “ilmu” disini sering pula diistilahkan
dengan science, knowledge, education dan information, sehingga
pengertiannya bermakna ganda atau mengandung lebih dari satu defenisi.[8]
Untuk lebih jelasnya, berikut ini dikemukakan beberapa pendapat tentang
pengertian ilmu secara terminologi :
1. Jujun S. Suriasumantri menyatakan bahwa
ilmu adalah pengetahuan yang kita gumuli sejak bangku sekolah dasar sampai
bangku perguruan tinggi.[9]
Dari pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa Ilmu itu merupakan
pengetahuan yang sistematis dan diperoleh secara bertahap melalui jenjang
pendidikan. Dalam hal ini dimulai dari jenjang pendidikan yang terendah yaitu
taman kanak-kanak atau sekolah dasar sampai pada jenang perguruan tinggi.
2. John Ziman, Menyatakan bahwa ilmu adalah kajian
tentang dunia material yang memiliki objek tertentu.[10]
Dari penjelasan diatas penulis memahami bahwa ilmu menurut John Ziman hanya
terfokus pada dunia material dan memiliki objek tertentu. Dunia non material
tidak termasuk dalam kajian ilmu itu sendiri, sehingga dapat disimpulkan bahwa
informasi yang didapatkan dari alam immateri bukanlah termasuk ilmu.
3. Al-Qadhi Abd. Al-Jabbar menyatakan bahwa العلم يقتضى سكون نفس العا لم الى ما تنا وله[11] (Ilmu adalah suatu makna yang
dapat menentramkan hati bagi seorang alim terhadap apa yang telah dicapainya).
Berdasarkan penjelasan diatas, penulis mengambil kesimpulan bahwa ilmu menurut
Al-Qadhi Abd. Al-Jabbar merupakan sesuatu yang dicapai oleh seorang alim,
dimana pencapaian tersebut dapat menentramkan hatinya, artinya bila pencapaian
yang didapatkan tidak membuat sang alim menjadi tenang hatinya tidak tergolong
atau dikategorikan sebagai ilmu.
4. Imam Al-Gazali menyatakan bahwa العلم هو حصول
المثال في القلب
(Ilmu adalah terjadinya gambaran di dalam hati). Pengertian ini mengindikasikan
bahwa gambaran esensi sesuatu itu ada di dalam hati. Bukan berarti yang
dimaksud disini hanya semata-mata hati saja. Al-Gazali menganggap bahwa hati
adalah bagian dari بصيرة
yang di dalamnya tercakup akal. Berdasarkan hal ini maka ia mengembalikan
pengertian ilmu kedalam dua komponen yaitu البصير البطنية
Yaitu akal dan hati, hakikat atau esensi
sesuatu sebagai objek pokok dan cara terjadinya gambaran sesuatu itu.[12]
5. Dalam Kamus Bahasa Indonesia dikatakan bahwa pengertian ilmu adalah
pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara sistematis menurut
metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di
bidang (pengetahuan) itu.[13]
Pengertian ini mengindikasikan bahwa ilmu itu memiliki corak tersendiri menurut
suatu ketentuan yang terwujud dari hasil analisis–analisis secara komprehensif.
6. Titus
Ilmu (Science) diartikan sebagai common
sense yang diatur dan diorganisasikan, mengadakan pendekatan terhadap
benda-benda atau peristiwa-peristiwa dengan menggunakan metode-metode
observasi, yang teliti dan kritis.[14]
7. Ashkey montagu yang disunting oleh Endang
Saefuddin Anshari mengemukakan, ilmu (science) merupakan pengetahuan yang
disusun yang berasal dari pengamatan, studi, dan pengalaman, untuk menentukan
hakikat dan prinsip tentang hal yang sedang dipelajari.[15]
8. Prof. Harsoyo mengemukakan beberapa
pengertian tentang ilmu, yaitu:
a. Ilmu merupakan akumulasi pengetahuan yang
disistemasikan atau kesatuan pengetahuan yang terorganisasikan
b. Ilmu dapat pula dilihat sebagai suatu
pendekatan atau suatu metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris, yaitu
dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya
dapat diamati oleh panca indra manusia.
Selain pemaparan tentang defenisi dari ilmu itu sendiri, terdapat ciri
khas yang dimiliki oleh ilmu. Dalam hal ini, Randal (1942) menegemukakan
beberapa ciri umum dari ilmu, diataranya adalah:
1. Hasil ilmu sifatnya akumulatif dan
merupakan milik bersama.
2. Hasil ilmu kebenarannya tidak mutlak, dan
bisa terjadi kekeliruan karena yang membuatnya adalah manusia. Kesalahan-kesalahan
itu bukan karena metodenya melainkan terletak pada manusia yang menggunakan
metode tersebut.
3. Ilmu itu objektif[16]
Pendapat lain dikemukakan oleh Ralph Rose
dan Ernest Van Den Haag, yang disunting oleh Harsoyo, mengemukakan cirri-ciri
umum dari ilmu, yaitu:
a. Bahwa ilmu itu rasional
b. Bahwa ilmu itu bersifat empiris
c. Bahwa ilmu itu bersifat umum
d. Bahwa ilmu itu bersifat akumulatif
Berdasarkan pemaparan para ahli
diatas, baik dari segi defenisi maupun sifat dari ilmu itu sendiri, penulis
mengambil kesimpulan bahwa ilmu merupakan terjadinya gambaran dalam hati yang
merupakan akumulasi dari pengetahuan atau kumpulan dari beberapa pengetahuan
yang disusun secara sistematis dengan menggunakan metode-metode tertentu
kemudian hasilnya merupakan milik bersama, kebenarannya tidak mutlak, objektif,
rasional dan empiris, mampu menentramkan hati si Alim atau orang yang mendapatkan
ilmu itu serta objeknya adalah dunia yang dapat diamati oleh panca indra
manusia yang didapatkan baik didalam ataupun diluar bangku sekolah.
2. Pengertian Pengetahuan
Secara etimologi pengertian pengetahuan dijelaskan dalam kamus besar
bahasa indonesia yakni segala sesuatu yang diketahui; kepandaian.[17]
Secara terminology, pengertian
pengetahuan akan diungkapkan oleh para pakar, diantaranya:
1. Drs. H. Burhanuddin Salam
Pengetahuan merupakan hasil proses dari
usaha manusia untuk tahu.[18]
2. Sidi Gazalba
Pengetahuan adalah apa yang diketahui
atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari: kenal,
sadar, insaf,mengerti dan pandai. Pengetahuan itu milik atau isi fikiran.[19]
3. Penganut paham pragmatis, terutama Dewey,
tidak membedakan antara pengetahuan dengan kebenaran (antara knowledge
dengan truth). Jadi pengetahuan haruslah benar, kalau tidak benar adalah
kontradiksi.[20]
4. Bertrand Russel seorang realist, menulis:
“I Conclude that “truth” in the
fundamental concept and that ”knowledge” must be defined in term of ’truth’ not
vise versa”.[21]
Bertitik tolak dari pengetahuan adalah
kebenaran, dan kebenaran adalah pengetahuan; maka di dalam kehidupannya manusia
dapat memiliki berbagai pengetahuan dan kebenaran.
5. Pengetahuan adalah hasil tahu manusia
terhadap sesuatu, atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek yang
dihadapinya, atau hasil usaha manusia untuk memahami suatu objek tertentu.[22]
Selain defenisi tentang pengetahuan, ada juga jenis-jenis pengetahuan
yang dimiliki manusia menurut Burhanuddin
Salam, yaitu:
a. Pengetahuan biasa atau common sense
b. Pengetahuan ilmu, secara singkat orang
menyebutnya dengan pendek saja yaitu “ilmu” sebagai terjemahan dari “science”.
Tujuan pengetahuan ini adalah menjelaskan gejala-gejala secara rasional.
c. Pengetahuan filsafat, atau dengan singkat
saja disebut filsafat. Pengetahuan ini tujuannya adalah mencapai hakikat yang
paling dasar dari semesta.
d. Pengetahuan religi (pengetahuan
agama, - pengetahuan atau kebenaran yang bersumber dari agama).
Manusia
menggunakan empat cara untuk mengetahui (methods of knowing) yaitu : keteguhan
(tenacity) bahwa hal tersebut dianggap benar karena selalu benar dan tidak ada
yang berubah, intuisi (perasaan), Otoritas yakni kebenaran yang diperoleh dari
sumber yang terpercaya seperti orang tua, guru dll, dan Ilmiah yakni
serangkaian pengetahuan melalui serangkaian analisis obyektif.[23]
Dari penjelasan diatas, penulis menarik kesimpulan bahwa pengetahuan
adalah hasil proses dari usaha manusia dalam keadaan kenal, sadar,
insaf,mengerti, pandai, untuk tahu, hasil tahu tersebut merupakan suatu
kebenaran baik berupa pengetahuan biasa, ilmu, filsafat maupun pengetahuan agama.
Sebagai alat untuk mengetahui, terjadinya pengetahuan menurut John Hopers
dalam bukunya An Introduction to Philosophical Analysis mengemukakan ada
enam hal, yaitu sebagai berikut:
1. Pengalaman Indra (sense experience)
2. Nalar (Reason)
3. Otoritas (authority)
4. Intuisi (Intuition)
5. Wahyu (revelation)
6. Keyakinan (Faith).[24]
C.
Perbedaan Ilmu dan Pengetahuan
Meskipun dalam kesehariannya kita biasa mendapati kata ilmu dan
pengetahuan merupakan hal yang sama akan tetapi pada dasarnya kedua kata
tersebut berbeda. Dari pemaparan-pemaparan sebelumnya serta pengamatan yang
penulis lakukan berdasarkan perkembangan yang ada, dapat disimpulkan bahwa
perbedaan antara pengetahuan dan ilmu adalah:
1.
Pengetahuan
bersifat umum sedangkan ilmu bersifat khusus dengan kata lain, ilmu itu
didapatkan dengan menggunakan metode-metode tertentu serta tersusun secara
sistematis sedangkan pengetahuan merupakan hasil usaha ,manusia untuk tahu
tanpa harus didapatkan secara sistematis dan menggunakan metode-metode
tertentu.
2.
Pengetahuan
memiliki ruang lingkup yang lebih luas sedangkan ilmu hanya berkisar pada alam
materi atau alam yang dapat dijangkau oleh panca indra
3.
Ilmu
merupakan kumpulan dari beberapa pengetahuan,tapi meskipun demikian ilmu belum
tentu merupakan pengetahuan begitupun sebaliknya. Dikarenakan ilmu juga adalah
bagian dari pengetahuan dimana pengetahuan itu terbagi menjadi 4 sebagaimana
yang telah dibahas sebelumnya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Objek ilmu pengetahuan ada 2 yakni: Objek material dan Objek Formal.
Obyek material adalah segala sesuatu yang menjadi kajian ilmu pengetahuan pada
umumnya. Seperti: manusia, masyarakat, alam semesta, tata surya serta flora dan
fauna. Sedangkan yang kedua adalah objek formal, yaitu pusat kajian khusus dari
ilmu pengetahuan tertentu. Misalnya, manusia sebagai
objek material dapat dipelajari oleh ilmu antropologi, ilmu politik, kedokteran
dan biologi. Objek formal dari antropologi adalah kebudayaan dari manusia.
2. Ilmu merupakan terjadinya gambaran dalam hati yang
merupakan akumulasi dari pengetahuan atau kumpulan dari beberapa pengetahuan
yang disusun secara sistematis dengan menggunakan metode-metode tertentu
kemudian hasilnya merupakan milik bersama, kebenarannya tidak mutlak, objektif,
rasional dan empiris, mampu menentramkan hati si Alim atau orang yang
mendapatkan ilmu itu serta objeknya adalah dunia yang dapat diamati oleh panca
indra manusia yang didapatkan baik didalam ataupun diluar bangku sekolah.
3. Pengetahuan
adalah hasil proses dari usaha manusia dalam keadaan kenal, sadar,
insaf,mengerti, pandai, untuk tahu, hasil tahu tersebut merupakan suatu
kebenaran baik berupa pengetahuan biasa, ilmu, filsafat maupun pengetahuan
agama.
4. Perbedaan antara pengetahuan dan ilmu adalah:
a.
Pengetahuan
bersifat umum sedangkan ilmu bersifat khusus dengan kata lain, ilmu itu
didapatkan dengan menggunakan metode-metode tertentu serta tersusun secara
sistematis sedangkan pengetahuan merupakan hasil usaha ,manusia untuk tahu
tanpa harus didapatkan secara sistematis dan menggunakan metode-metode
tertentu.
b.
Pengetahuan
memiliki ruang lingkup yang lebih luas sedangkan ilmu hanya berkisar pada alam
materi atau alam yang dapat dijangkau oleh panca indra
c. Ilmu merupakan kumpulan dari beberapa pengetahuan,tapi meskipun
demikian ilmu belum tentu merupakan pengetahuan.
B.
Saran
1. Penulis memberikan
saran kepada pemakalah lain yang mengambil obyek yang sama untuk mengambil
literatur-literatur atau referensi yang lebih banyak lagi untuk memperkaya khazanah
keilmuan, khususnya yang
berkaitan dengan
judul ini.
2. Layaknya manusia biasa, tentunya masih banyak
kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam penyusunan ataupun pembuatan makalah
ini, olehnya itu diminta saran dan kritikan dari semua pihak yang sifatnya
membangun.
DAFTAR PUSTAKA
Abd. Jabbar Al-Qadhi, Al-Ma’na fiy Abwab Al-Tawhid,
jilid XII. Kairo: Muassasah al-Mishriyah
al-Ammah li Al-Nasyr, 1972.
Departemen pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Cet. IV; Jakarta: Balai Pustaka, 1990.
Faris Zakariyah Abu Husayn Muhammad bin, Mu’jam Maqayis
al-Lugah, juz III. Cet. III; Mesir: Musthafa al-Babi al-halabi wa awladuh,
1971.
Ishbah Muhammad Taqi, Importance of Problems of World View,
diterjemahkan oleh zainal abidin. Vol. III;
al-Hikmah, 1991.
Morissan, Metode penelitian
survey. Cet.I; Jakarta: Kencana, 2012.
Rahmat Aceng dkk, Filsafat ilmu lanjutan. Cet.I; Jakarta:
Kencana prenada media group, 2011.
Rapar Jan Hendrik, Pengantar Logika,asas-asas penalaran
sistematis. Yogyakarta: Kanisius, 1996.
Salam Burhanuddin, Logika Materiil,filsafat ilmu pengetahuan.
Cet.I; Jakarta: PT Rineka Cipta, 1997.
Soeroso Andreas,
Sosiologi 1. Cet. I; Yudhistira, 2008
Surajiyo Drs, Filsafat ilmu & Perkembangannya di Indonesia. Cet.7;
Jakarta: Bumi Aksara, 2013.
Suriasumantri Jujun. S., Pengantar Filsafat Ilmu. Cet. IV; Yogyakarta:
Liberti, 1999.
Wello Abd. Malik, Filsafat Ilmu dan sains perspektif islam.
Cet. I; Makassar: Alauddin University Press, 2013.
Ziman
John, Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam. dalam C. A. Qadir (ed) “Ilmu Pengetahuan
dan Metodologinya”. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia., 1998.
[1] Jan
Hendrik Rapar, Pengentar Logika,asas-asas penalaran sistematis (Yogyakarta:
Kanisius, 1996), h. 10
[2]
Andreas Soeroso, Sosiologi 1,(Cet. I; Yudhistira, 2008), h.12
[3] Jan
Hendrik Rapar, Pengentar Logika,asas-asas penalaran sistematis, h. 10
[4] Dr.
Aceng Rahmat dkk, Filsafat ilmu lanjutan (Cet.I; Jakarta: Kencana
prenada media group, 2011), h. 102-103
[5] Abu
Husayn Muhammad bin faris Zakariyah, Mu’jam Maqayis al-Lugah, juz III
(Cet. III; Mesir: Musthafa al-Babi al-halabi wa awladuh, 1971), h.90.
[6]
Abd. Malik Wello, Filsafat Ilmu dan sains perspektif islam (Cet. I;
Makassar: Alauddin University Press, 2013), h. 45.
[7]
Muhammad Taqi Ishbah, Importance of Problems of World View,
diterjemahkan oleh zainal abidin (Vol. III;
al-Hikmah, 1991), h. 61.
[8]
Abd. Malik Wello, Filsafat Ilmu dan sains perspektif islam, h. 46.
[9]
Jujun. S. Suriasumantri, Pengantar Filsafat Ilmu (Cet. IV; Yogyakarta:
Liberti, 1999), h.94.
[10]
John Ziman, Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam dalam C. A. Qadir (ed) “Ilmu
Pengetahuan dan Metodologinya” (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia., 1998), h.10.
[11]
Al-Qadhi Abd. Jabbar, Al-Ma’na fiy Abwab Al-Tawhid, jilid XII (Kairo:
Muassasah al-Mishriyah al-Ammah li Al-Nasyr, 1972), h.13.
[12]
Abd. Malik Wello, Filsafat Ilmu dan sains perspektif islam, h. 47.
[13]
Departemen pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed.3 (Cet.
I; Jakarta: Balai Pustaka, 2001), h. 423.
[14]
Burhanuddin Salam, Logika Materiil,filsafat ilmu pengetahuan (Cet.I;
Jakarta: PT Rineka Cipta, 1997), h. 30
[15]
Burhanuddin Salam, Logika Materiil,filsafat ilmu pengetahuan, h. 30
[16]
Burhanuddin Salam, Logika Materiil,filsafat ilmu pengetahuan, h. 31-32
[17]
Departemen pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed.3, h. 1121.
[18]
Burhanuddin Salam, Logika Materiil,filsafat ilmu pengetahuan, h. 28
[19]
Burhanuddin Salam, Logika Materiil,filsafat ilmu pengetahuan, h. 28
[20]
Burhanuddin Salam, Logika Materiil,filsafat ilmu pengetahuan, h. 28
[21]
Burhanuddin Salam, Logika Materiil,filsafat ilmu pengetahuan, h. 28
[22]
Drs. Surajiyo, Filsafat ilmu & Perkembangannya di Indonesia (Cet.7;
Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h. 26.
[23]
Morissan, Metode penelitian survey, (Cet.I; Jakarta: Kencana, 2012), h.2
[24]
Drs. Surajiyo, Filsafat ilmu & Perkembangannya di Indonesia, h. 28.
No comments:
Post a Comment