
Oleh: Saidin Hamzah
Program Pascasarjana (S2)
Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar
Abstrak : Kajian
ini membahas tentang sejarah peradaban Islam di Spanyol yang di pelopori oleh Abd
Al-Rahman salah satu keturunan dari dinasti bani Muawwiyah yang terkait dengan
proses masuknya Islam di Spanyol, perkembangan Islam di Spanyol serta peradaban
dan juga sebab kemunduran dan kehancuranya.
Tahun 750 Bani
Abbasiyah meraih tampuk kekuasaan dengan di tandai pembantaian massal terhadap
anggota keluarga Umayyah. Meski demikian, ada segelintir orang yang luput dari
pembantaian, salah satunya adalah Abd Al-Rahman Ibn Mu’awiyyah, inilah yang
merupakan cikal bakal lahirnya Islam di Spanyol.
Negara Spanyol
menjelang kemenangan-kemenangan umat islam merupakan Negara lemah. Penduduk
disatu pihak adalah sejumlah kecil pemilik tanah yang kaya raya, di pihak lain
adalah masa yang banyak yang menyedihkan yang terdiri dari sejumlah budak belia
dan budak budak biasa serta kelas menengah yang sudah rusak dan merosot mental
dan perilakunya,
Setelah menjadi
bagian dari wilayah islam, Spanyol di perintah oleh wali wali gubernur yang di
angkat langsung oleh pemerintah pusat bani Umayya I di damaskus, sebagai bentuk
pengakuan keberhasilan mereka pada periode awal, secara umum pertumbuhan
penduduk di wilayah ini rupanya masih di warnai oleh gangguan-gangguan dari
luar.
|
A. Pendahuluan
Setelah berakhirnya periode klasik Islam, Islam
mulai memasuki masa kemunduran, Eropa bangkit dari keterbelakangannya.
Kebangkitan itu bukan saja terlihat dalam bidang politik dengan keberhasilan
Eropa mengalahkan kerajaan-kerajaan Islam dan bagian dunia lainnya, tetapi
terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan, kemajuan dalam
bidang ilmu dan teknologi itulah yang mendukung keberhasilan politiknya.
Kemajuan-kemajuan Eropa ini tidak bisa dipisahkan dari pemerintahan Islam di
Spanyol. Dari Spanyol Islamlah Eropa banyak menimba ilmu. Pada periode klasik,
ketika Islam mencapai masa sangat penting, menyaingi Baghdad di Timur. Ketika
itu, orang-orang Eropa Kristen banyak belajar di perguruan-perguruan tinggi
Islam di sana. Islam menjadi “guru” bagi orang Eropa. Karena itu, kehadiran Islam
di Spanyol banyak menarik perhatian para sejarawan.Spanyol mencapai masa keemasan pada periode ketiga, yaitu
antara tahun 912-1013 M. Prestasi-prestasi yang mereka peroleh sangatlah
banyak, hingga pengaruhnya sampai ke tanah Eropa dan dunia menuju pada kemajuan
yang sangat kompleks, terutama kontribusinya pada dunia intelektual. Tak kalah
pentingnya juga dalam pembangunan-pembangunan fisik yang sangat megah. Kemajuan
intelektualnya terdiri dari hal filsafat, sains, fiqih, musik dan kesenian, bahasa
dan sastra, Kemegahan pembangunan fisik
diantaranya Cordoba dan Granada. Hal ini tak luput dengan adanya
faktor-faktor yang mempengaruhi Islam di Spanyol mengalami masa keemasan. Pengaruh peradaban Islam di Spanyol diantaranya membawa
kemajuan Eropa yang terus berkembang dan sampai saat ini mereka berhutang budi
pada khazanah ilmu pengetahuan Islam yang berkembang pada periode klasik.
B. Masuknya Islam
di Spanyol
Islam pertama kali masuk ke Spanyol pada tahun 711 M
melalui jalur Afrika Utara. Spanyol sebelum kedatangan Islam dikenal dengan
nama Iberia/ Asbania, kemudian disebut Andalusia, ketika negeri subur itu
dikuasai bangsa Vandal. Dari perkataan Vandal inilah orang Arab menyebutnya
Andalusia.[1]
Sebelum penaklukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan
menjadikannya sebagai salah satu provinsi dari dinasti Bani Umayah. Penguasaan
sepenuhnya atas Afrika Utara itu terjadi di zaman Khalifah Abdul Malik (685-705
M). Khalifah Abd al-Malik mengangkat Hasan ibn Nu’man al-Ghassani menjadi
gubernur di daerah itu. Pada masa Khalifah al-Walid, Hasan ibn Nu’man sudah
digantikan oleh Musa ibn Nushair. Di zaman al-Walid itu, Musa ibn Nushair
memperluas wilayah kekuasaannya dengan menduduki Aljazair dan Maroko. Selain
itu, ia juga menyempurnakan penaklukan ke daerah-daerah bekas kekuasaan bangsa
Barbar di pegunungan-pegunungan. Penaklukan atas wilayah Afrika Utara itu dari
pertama kali dikalahkan sampai menjadi salah satu provinsi dari Khalifah Bani
Umayah memakan waktu selama 53 tahun, yaitu mulai tahun 30 H (masa pemerintahan
Muawiyah ibn Abi Sufyan) sampai tahun 83 H (masa al-Walid).
Sebelum
dikalahkan dan kemudian dikuasai Islam, dikawasan ini terdapat kantung-kantung
yang menjadi basis kekuasaan kerajaan Romawi, yaitu kerajaan Gotik. Dalam
proses penaklukan Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan
paling berjasa memimpin satuan-satuan pasukan ke sana. Mereka adalah Tharif ibn
Malik, Tharik ibn Ziyad, dan Musa ibn Nushair. Tharif dapat disebut sebagai
perintis dan penyelidik. Ia menyeberangi selat yang berada diantara Maroko dan
benua Eropa itu dengan satu pasukan perang, lima ratus orang di antaranya
adalah tentara berkuda, mereka menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh
Julian. Ia menang dan kembali ke Afrika Utara membawa harta rampasan yang tidak
sedikit jumlahnya. Didorong oleh keberhasilan Tharif dan kemelut yang terjadi
dalam tubuh kerajaan Visigothic yang berkuasa di Spanyol pada saat itu, serta
dorongan yang besar untuk memperoleh harta rampasan perang, Musa ibn Nushair
pada tahun 711 M mengirim pasukan ke Spanyol sebanyak 7000 orang di bawah
pimpinan Thariq ibn Ziyad.[2]
Thariq ibn
Ziyad lebih banyak dikenal sebagai penaklukan Spanyol karena pasukannya lebih
besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian besar suku Barbar
yang didukung oleh Musa ibn Nushair dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim
Khalifah al-Walid. Pasukan itu kemudian menyeberangi selat di bawah pimpinan
Thariq ibn Ziyad. Sebuah gunung tempat pertama kali Thariq dan pasukannya
mendarat dan menyiapkan pasukannya, dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal
Thariq). Dalam pertempuran di Bakkah, Raja Roderick dapat dikalahkan. Dari situ
seperti Cordova, Granada dan Toledo (Ibu kota kerajaan Goth saat itu).[3]
Kebudayaan
Islam memasuki Eropa melalui beberapa jalan, antara lain melewati Andalusia.
Ini karena kaum muslimin telah menetap di negeri itu sekitar abad 8 abad
lamanya. Pada masa itu kebudayaan Islam di negeri itu mencapai puncak
perkembangannya. Kebudayaan Islam di Andalusia mengalami perkembangan yang pesat
diberbagai pusatnya, misalnya Cordova, Sevilla, Granada, dan
Toledo. Kemenangan pertama yang dicapai oleh Thariq ibn Ziyad membuka
jalan untuk penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Selanjutnya, keduanya
berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya
mulai dari Saragosa sampai Navarre.
Gelombang
perluasan wilayah berikutnya muncul pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn
Abdil Aziz tahun 99 H/717 M, dengan sasarannya menguasai daerah sekitar
pegunungan Pyrenia dan Prancis Selatan. Gelombang kedua terbesar dari
penyerbuan kaum muslimin yang geraknya dimulai pada permulaan abad ke-8 M ini,
telah menjangkau seluruh Spanyol dan melebar jauh ke Prancis Tengah dan
bagian-bagian penting dari Italia. Kemenangan-kemenangan yang dicapai umat
Islam nampak begitu mudah. Hal itu tidak dapat dipisahkan dari adanya faktor
eksternal dan internal.
Faktor
eksternalnya antara lain pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam,
kondisi sosial, politik, dan ekonomi negeri ini berada dalam keadaan yang
menyedihkan.[4]
Begitu juga
dengan adanya perebutan kekuasaan di antara elite pemerintahan, adanya konflik
umat beragama yang menghancurkan kerukunan dan toleransi di antara mereka.[5]
Kondisi
terburuk terjadi pada masa pemerintahan Raja Roderick, raja terakhir yang
dikalahkan Islam. Awal kehancuran Ghotic adalah ketika Raja Roderick
memindahkan ibu kota negaranya dari Seville ke Toledo, sementara Witiza yang
saat itu menjadi penguasa atas wilayah Toledo diberhentikan begitu saja. Hal
yang menguntungkan tentara Islam lainnya adalah bahwa tentara Roderick yang
terdiri dari para budak yang tertindas tidak lagi mempunyai semangat perang.
Selain itu orang Yahudi yang selama ini tertekan juga telah mengadakan
persekutuan dan memberikan bantuan bagi perjuangan kaum Muslimin.
Adapun faktor
internalnya yaitu suatu kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa, tokoh-tokoh
perjuangan dan para prajurit Islam yang terlibat dalam penaklukan wilayah
Spanyol pada khususnya. Para pemimpin adalah tokoh-tokoh yang kuat, tentaranya
kompak, bersatu dan penuh percaya diri. Sikap toleransi agama dan persaudaraan
yang terdapat dalam pribadi kaum muslimin itu menyebabkan penduduk Spanyol
menyambut kehadiran Islam di sana.
C. Perkembangan
Islam di Spanyol
Sejarah panjang
yang dilalui umat Islam di Spanyol itu dibagi menjadi enam periode yaitu[6]:
1. Periode
Pertama (711-755 M) Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan para
wali yang diangkat oleh Khalifah Bani Umayah yang terpusat di Damaskus. Pada
periode ini stabilitas politik negeri Spanyol belum tercapai secara sempurna,
gangguan-gangguan masih terjadi, baik dari dalam maupun dari luar. Gangguan
dari dalam antara lain berupa perselisihan di antara elite penguasa, terutama
akibat perbedaan etnis dan golongan. Di samping itu, terdapat perbedaan
pandangan antara Khalifah di Damaskus dan gubernur Afrika Utara yang berpusat
di Kairawan. Masing-masing mengaku bahwa merekalah yang paling berhak menguasai
daerah Spanyol ini. Oleh karena itu, terjadi dua puluh kali pergantian wali
(gubernur) Spanyol dalam jangka waktu yang amat singkat. Perbedaan pandangan
politik itu menyebabkan seringnya terjadi perang saudara. Hal ini ada
hubungannya dengan perbedaan etnis, terutama antara Barbar asal Afrika Utara
dan Arab. Di dalam etnis Arab sendiri terdapat dua golongan yang terus-menerus
bersaing yaitu suku Qaisy (Arab Utara) dan Arab Yamani (Arab Selatan).
Perbedaan etnis ini sering kali menimbulkan konflik politik, terutama ketika
tidak ada figure yang tangguh. Itulah sebabnya di Spanyol pada saat itu tidak
ada gubernur yang mampu mempertahankan kekuasaannya untuk jangka waktu yang
agak lama. Periode ini berakhir dengan datangnya Abd al-Rahman Al-Dakhil ke
Spanyol pada tahun 138 H/755 M.
2. Periode kedua
(755-912 M). Pada periode ini, Spanyol berada di bawah
pemerintahan seorang yang bergelar amir (panglima atau gubernur) tetapi tidak
tunduk kepada pusat pemerintahan Islam, yang ketika itu dipegang oleh Khalifah
Abbasiyah di Baghdad. Amir pertama adalah Abdurrahman I yang memasuki Spanyol
tahun 138 H/755 M dan diberi gelar Al-Dakhil (yang masuk ke Spanyol). Ia
berhasil mendirikan dinasti Bani Umayyah di Spanyol. Penguasa-penguasa Spanyol
pada periode ini adalah Abd al-Rahman al-Dakhil, Hisyam I, Hakam I, Abd
al-Rahman al-Ausath, Muhammad ibn Abd al-Rahman, Munzir ibn Muhammad, dan
Abdullah ibn Muhammad. Pada periode ini, umat Islam Spanyol mulai
memperoleh kemajuan-kemajuan baik dibidang politik maupun bidang peradaban. Abd
al-Rahman al-Dakhil mendirikan masjid Cordova dan sekolah-sekolah di kota-kota
besar Spanyol. Hisyam dikenal sebagai pembaharu dalam bidang kemiliteran.
Dialah yang memprakarsai tentara bayaran di Spanyol. Sedangkan Abd al-Rahman
al-Ausath dikenal sebagai penguasa yang cinta ilmu.[7]
Pemikiran filsafat juga mulai pada periode ini, terutama di zaman Abdurrahman
al-Ausath. Pada pertengahan abad ke-9 stabilitas negara terganggu dengan
munculnya gerakan Kristen fanatik yang mencari kesahidan
(Martyrdom). Gangguan politik yang paling serius pada periode ini datang
dari umat Islam sendiri. Golongan pemberontak di Toledo pada tahun 852 M
membentuk negara kota yang berlangsung selama 80 tahun. Di samping itu sejumlah
orang yang tak puas membangkitkan revolusi. Yang terpenting diantaranya adalah
pemberontakan yang dipimpin oleh Hafshun dan anaknya yang berpusat di
pegunungan dekat Malaga. Sementara itu, perselisihan antara orang-orang Barbar
dan orang-orang Arab masih sering terjadi.[8]
Namun ada yang berpendapat pada periode ini dibagi menjadi dua yaitu masa
KeAmiran (755-912) dan masa ke Khalifahan (912-1013).[9]
3. Periode Ketiga
(912-1013 M). Periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abd
al-Rahman III yang bergelar “An-Nasir” sampai munculnya “raja-raja kelompok”
yang dikenal dengan sebutan Muluk al-Thawaif. Pada periode ini Spanyol
diperintah oleh penguasa dengan gelar Khalifah, penggunaan khalifah tersebut
bermula dari berita yang sampai kepada Abdurrahman III, bahwa Muktadir,
Khalifah daulah Bani Abbas di Baghdad meninggal dunia dibunuh oleh pengawalnya
sendiri. Menurut penilainnya, keadaan ini menunjukkan bahwa suasana
pemerintahan Abbasiyah sedang berada dalam kemelut. Ia berpendapat bahwa saat
ini merupakan saat yang tepat untuk memakai gelar khalifah yang telah hilang
dari kekuasaan Bani Umayyah selama 150 tahun lebih. Karena itulah gelar ini
dipakai mulai tahun 929 M. Khalifah-khalifah besar yang memerintah pada periode
ini ada tiga orang yaitu Abd al-Rahman al-Nasir (912-961 M), Hakam II (961-976
M), dan Hisyam II (976-1009 M). Pada periode ini umat Islam Spanyol mencapai
puncak kemajuan dan kejayaan menyaingi kejayaan daulat Abbasiyah di Baghdad.
Abd al-Rahman al-Nasir mendirikan universitas Cordova. Akhirnya pada tahun 1013
M, Dewan Menteri yang memerintah Cordova menghapuskan jabatan khalifah. Ketika
itu Spanyol sudah terpecah dalam banyak sekali negara kecil yang berpusat di
kota-kota tertentu.
4. Periode Keempat (1013-1086 M). Pada periode ini,
Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negara kecil di bawah
pemerintahan raja-raja golongan atau Al-Mulukuth-Thawaif yang berpusat di suatu
kota seperti Seville, Cordova, Toledo dan sebagainya. Yang terbesar diantaranya
adalah Abbadiyah di Seville. Pada periode ini umat Islam memasuki masa
pertikaian intern. Ironisnya, kalau terjadi perang saudara, ada di antara
pihak-pihak yang bertikai itu yang meminta bantuan kepada raja-raja Kristen.
Melihat kelemahan dan kekacauan yang menimpa keadaan politik Islam itu, untuk
pertama kalinya orang-orang Kristen pada periode ini mulai mengambil inisiatif
penyerangan. Meskipun kehidupan politik tidak stabil, namun kehidupan
intelektual terus berkembang pada periode ini. Istana-istana mendorong para
sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan perlindungan dari satu istana ke istana
lain.
5. Periode Kelima
(1086-1248 M). Pada periode ini Spanyol Islam meskipun masih terpecah dalam
beberapa negara, tetapi terdapat satu kekuatan yang dominan, yaitu kekuasaan
dinasti Murabithun (1086-1143 M) dan dinasti Muwahhidun (1146-1235 M). Dinasti
Murabithun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf
ibn Tasyfin di Afrika Utara. Pada tahun 1062 M ia berhasil mendirikan sebuah
kerajaan yang berpusat di Marakesy. Pada masa dinasti Murabithun, Saragosa
jatuh ke tangan Kristen, tepatnya tahun 1118 M. Dinasti Muwahhidun
didirikan oleh Muhammad ibn Tumazi (w.1128). Dinasti ini datang ke Spanyol di
bawah pimpinan Abd al-Mun’im. Pada tahun 1212 M, tentara Kristen memperoleh
kemenangan besar di Las Navas de Tolesa. Kekalahan-kekalahan yang dialami
Muwahhhidun menyebabkan penguasanya memilih meninggalkan Spanyol dan kembali ke
Afrika Utara tahun 1235 M. Tahun 1238 M Cordova jatuh ke tangan penguasa
Kristen dan Seville jatuh tahun 1248 M. Seluruh Spanyol kecuali Granada lepas
dari kekuasaan Islam.[10]
6. Periode Keenam (1248-1492 M). Pada peride ini yaitu antara tahun (1232-1492) ketika
umat Islam Andalus bertahan diwilayah Granada dibawah kuasa dinasti Bani Amar
pendiri dinasti ini adalah Sultan Muhammad bin Yusuf bergelar Al-Nasr, oleh
karena itu kerajaan itu disebut juga Nasriyyah.[11]Periode
ini, Islam hanya berkuasa di daerah Granada, di bawah dinasti Bani Ahmar
(1232-1492). Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti di zaman Abdurrahman
an-Nasir. Kekuasaan Islam yang merupakan pertahanan terakhir di Spanyol ini
berakhir karena perselisihan orang-orang istana dalam perebutan kekuasaan. Abu
Abdullah Muhammad merasa tidak senang kepada ayahnya karena menunjuk anaknya
yang lain sebagai penggantinya menjadi raja. Dia memberontak dan berusaha
merampas kekuasaannya. Dalam pemberontakan itu, ayahnya terbunuh dan digantikan
oleh Muhammad ibn Sa’ad. Abu Abdullah kemudian meminta bantuan kepada Ferdenand
dan Isabella untuk menjatuhkannya. Dua penguasa Kristen ini dapat mengalahkan
penguasa yang sah dan Abu Abdullah naik tahta. Tentu saja, Ferdenand dan
Isabella yang mempersatukan kedua kerajaan besar Kristen melalui perkawinan itu
tidak cukup puas. Keduanya ingin merebut kekuasaan terakhir umat Islam di
Spanyol. Abu Abdullah tidak kuasa menahan serangan-serangan orang Kristen
tersebut dan pada akhirnya mengaku kalah. Ia menyerahkan kekuasaan kepada
Ferdenand dan Isabella, kemudian hijrah ke Afrika Utara. Dengan demikian
berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol tahun 1492 M. Umat Islam setelah itu
dihadapkan kepada dua pilihan, masuk Kristen atau pergi meninggalkan Spanyol.
Pada tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak ada lagi umat Islam didaerah ini.[12]
D. Kemajuan
Peradaban Islam di Spanyol
1. Kemajuan
Intelektual
Spanyol adalah negara yang subur. Masyarakat Spanyol
Islam merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari komunitas-komunitas Arab
(Utara dan Selatan) al-Muwalladun (orang-orang Spanyol yang masuk Islam),
Barbar (umat Islam yang berasal dari Afrika Utara), al-shaqalibah (penduduk
daerah antara Konstantinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman dan dijual
kepada penguasa Islam untuk dijadikan tentara bayaran), Yahudi, Kristen Muzareb
yang berbudaya Arab, dan Kristen yang masih menentang kehadiran Islam. Semua
komunitas itu, kecuali yang terakhir memberikan saham intelektual terhadap
terbentuknya lingkungan budaya Andalusia yang melahirkan kebangkitan ilmiah,
sastra, dan pembangunan fisik di Spanyol.
a. Filsafat
Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang
sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan
penyeberangan yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad
ke-12. minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada
abad ke-9 M selama pemerintahan penguasa Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad ibn
Abd al-Rahman (832-886 M).
Tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakar Muhammad ibn al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah. Tokoh utama yang kedua adalah Abu Bakr ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asa, sebuah dusun kecil di sebelah timur Granada dan wafat pada usia lanjut tahun 1185 M.
Tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakar Muhammad ibn al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah. Tokoh utama yang kedua adalah Abu Bakr ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asa, sebuah dusun kecil di sebelah timur Granada dan wafat pada usia lanjut tahun 1185 M.
Bagian akhir abad ke-12 M menjadi saksi munculnya seorang
pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu
Rusyd dari Cordova. Pada abad ke 12 diterjemahkan buku Al-Qanun karya Ibnu
Sina (Avicenne) mengenai kedokteran. Diahir abad ke-13 diterjemahkan pula buku
Al-Hawi karya Razi yang lebih luas dan lebih tebal dari Al-Qanun.
b. Sains
Abbas ibn Fama termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi.
Ia orang yang pertama kali menemukan pembuatan kaca dari batu. Ibrahim ibn
Yahya al-Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan waktu
terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. Ia juga berhasil
membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan
bintang-bintang. Ahad ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang
obat-obatan. Umi al-Hasan bint Abi Ja’far dan saudara perempuan al-Hafidzh
adalah dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita.
Dalam bidang sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian
barat melahirkan banyak pemikir terkenal. Ibn Jubair dari Valencia (1145-1228
M) menulis tentang negeri-negeri muslim Mediterania dan Sicilia dan Ibn
Bathuthah dari Tangier (1304-1377 M) mencapai Samudra Pasai dan Cina. Ibn
Khaldun (1317-1374 M) menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibn Khaldun dart Tum
adalah perumus filsafat sejarah. Semua sejarawan di atas bertempat tinggal di
Spanyol yang kemudian pindah ke Afrika.
c. Fikih
Dalam bidang fikih, Spanyol dikenal sebagai penganut
mazhab Maliki. Yang memperkenalkan mazhab ini disana adalah Ziyad ibn Abd
al-Rahman. Perkembangan selanjutnya ditentukan oleh Ibn Yahya yang menjadi
qadhi pad masa Hisyam ibn Abd al- Rahman. Ahli-ahli fikih lainnya yaitu
Abu Bakr ibn al-Quthiyah, Munzir ibn Sa’id al-Baluthi dan Ibn Hazm yang
terkenal. Sedillot berkata, “Mazhab Maliki itulah yang secara khusus memikat
pandangan kita karena hubungan kita dengan bangsa Arab Afrika. Pada waktu itu
pemerintah Prancis menugaskan Dr. Peron untuk menerjemahkan buku Fiqh Al
Mukhtashar karya Al Khalik bin Ishaq bin Ya’qub (w. 1422 M)
d. Musik dan
Kesenian
Dalam bidang musik dan seni suara, Spanyol Islam mencapai
kecemerlangan dengan tokohnya al-Hasan ibn Nafi yang dijuluki Zaryab. Setiap
kali diadakan pertemuan dan jamuan, Zaryab selalu tampil mempertunjukkan
kebolehannya. Ia juga terkenal sebagai pengubah lagu. Ilmu yang dimilikinya itu
diturunkan kepada anak-anaknya baik pria maupun wanita, dan juga kepada
budak-budak, sehingga kemasyhurannya tersebar luas.
e. Bahasa dan
Sastra
Bahasa Arab telah menjadi bahasa administrasi dalam
pemerintahan Islam di Spanyol. Diantara para ahli yang mahir dalam bahasa Arab,
baik keterampilan berbicara maupun tata bahasa yaitu Ibn Sayyidih, Ibn malik
pengarang Alfiyah, Ibn Huruf, Ibn Al-Hajj, Abu Ali al-Isybili, Abu al-Hasan Ibn
Usfur, dan Abu Hayyan al-Gharnathi.
f. Kemegahan
Pembangunan Fisik
Orang-orang memperkenalkan pengaturan hidrolik untuk tujuan
irigasi. Kalau dam digunakan untuk mengecek curah air waduk dibuat untuk
konservasi. Pengaturan hydrolik itu dibangun dengan memperkenalkan roda air
asal Persia yang dinamakan na’urah (Spanyol Noria). Namun pembangunan fisik
yang paling menonjol adalah pembangunan gedung-gedung, seperti pembangunan
kota, istana, masjid, pemukiman, taman-taman. Di antara pembangunan yang megah
adalah masjid Cordova, kota al-Zahra, Istana Ja’fariyah di Saragosa, tembok
Toledo, istana al-Makmun, mesjid Seville dan istana al-Hamra di Granada.
E. Penyebab
Kehancuran dan Kemuduran Islam di Spanyol
1. Konflik Islam
dengan Kristen
Para penguasa
muslim tidak melakukan islamisasi secara sempurna. Mereka sudah merasa puas
dengan hanya menagih upeti dari kerajaan-kerajaan Kristen taklukannya dengan
membiarkan mereka mempertahankan hokum dan adat mereka, termasuk posisi hirarki
tradisional, asal tidak ada perlawanan bersenjata.[13]Namun
demikian. Kehadiran Arab Islam telah memperkuat rasa kebangsaan orang-orang
Spanyol Kristen. Hal itu menyebabkan kehidupan Negara Islam di Spanyol tidak
pernah berhenti dari pertentangan antara Islam dan Kristen. Pada abad ke 11
Masehi, umat Kristen memperoleh kemajuan pesat, sementara umat islam sedang
mengalami kemunduran.
2. Tidak Adanya
Ideologi Pemersatu
Kalau di
tempat-tempat lain, para mukallaf memperlakukan berbagai orang islam yang
sederajat, di Spanyol, sebagaimana politik yang dijalankan bani Umayyah di
Damaskus, orang-orang Arab tidak pernah menerima orang-orang pribumi.
Setidak-tidaknya sampai abad ke 10 Masehi, mereka masih member istilah ‘ibad
dan muwalladun kepada para mukallaf itu, suatu ungkapan yang dinilai
merendahkan. Akibatnya, etnis non-Arab yang ada sering menggerogoti dan merusak
perdamaian. Hal itu mendatangkan dampak besar terhadap sejarah sosio-ekonomi
negeri tersebut. Hal ini menunjukkan tidak adanya ideology yang dapat member
makna persatuan, disamping kurangnya figure yang dapat menjadi personifikasi
ideology itu.
3. Kesulitan
Ekonomi.
Di paruh kedua
masa Islam di spanyol, para penguasa membangun kota dan mengembangkan ilmu
pengetahuan dengan sangat serius, sehingga lalai membina perekonomian.
Akibatnya timbul kesulitan ekonomi dan amat memberatkan dan mempengaruhi
kondisi polotik dan militer.
4. Tidak Jelasnya
Sistem Peralihan Kekuasaan
Hal ini
menyebabkan perebutan kekuasaan diantara ahli waris. Bahkan, karena inilah
kekuasaan Bani Umayyah runtuh dan Muluk Al-Thawaif muncul. Granada yang
merupakan pusat kekuasaan islam terakhir di Spanyol jatuh ditangan Ferdinand
dan Isabella, diantaranya juga disebabkan permasalahan ini.
5. Keterpencilan
Spanyol Islam
bagaikan terpencil dari dunia Islam yang lain. Ia selalu berjuang sendirian,
tanpa mendapat bantuan kecuali Afrika Utara. Dengan demikian, tidak ada
kekuatan alternatif yang mempu membendung kebangkitan Kristen di sana.
F. Kesimpulan
Islam pertama kali masuk ke Spanyol pada tahun 711 M melalui jalur
Afrika Utara. Wilayah Andalusia yang sekarang disebut dengan Spanyol diujung
selatan benua Eropa, masuk kedalam kekuasaan dinasti bani Umayah semenjak Tariq
bin Ziyad, bawahan Musa bin Nushair gubernur Qairuwan, mengalahkan pasukan
Spanyol pimpinan Roderik Raja bangsa Gothia (92 H/ 711 M). Spanyol diduduki
umat islam pada zaman kholifah Al-Walid (705-715), salah seorang khalifah dari
Bani Umayah yang berpusat di Damaskus.
Perkembangan Islam di Spanyol berlangsung lebih dari tujuh
setengah abad. Perkembangan itu dibagi menjadi enam periode yaitu: Periode
Pertama (711-755 M), Periode Kedua (755-912 M), Periode Ketiga (912-1013 M),
Periode Keempat (1013-1086 M), Periode Kelima (1086-1248 M), dan Periode Keenam
(1248-1492 M). Kemajuan peradaban itu dipengaruhi oleh kemajuan
intelektual yang di dalamnya terdapat ilmu filsafat, sains, fikih, musik dan
kesenian, begitu juga dengan bahasa dan sastra, dan kemegahan pembangunan
fisik. Faktor-faktor pendukung kemajuan Spanyol Islam, diantaranya
kemajuannya sangat ditentukan oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat dan
berwibawa, yang mampu mempersatukan kekuatan-kekuatan umat Islam, seperti Abd
al-Rahman al-Dakhil, Abd al-Rahman al-Wasith dan Abd al-Rahman al-Nashir.
Kemunduran dan kehancuran Islam di Spanyol antara lain,
konflik Islam dengan Kristen,tidak adanya Ideologi pemersatu, kesulitan
ekonomi, tidak jelasnya sistem peralihan kekuasaan keterpencilan

Abel Armand, “Spanyol:
Perpecahan dalam Negeri”, dalam Gustav E. Von Grunebaum (Ed), Islam: Kesatuan
dan Keseragaman, (Jakarta: Yayasan Perkhidmatan, 1983)
Hitti, Philip K. History of The Arabs. London:
Macmillan, 1970.
Katalog Dalam Terbitan (KDT), Ensiklopedi Mini Sejarah dan
Kebudayaan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1996.
Nasution,
Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek, jilid 1 (Jakarta: UI Press
1985),
Sunanto, Musyrifah. Sejarah Islam Klasik. Jakarta Timur: Penada
Media, 2003.
Syalabi, Ahmad.
Mausu’ah al-Tarikh al-Islami wa al-Hadharah al-Islamiyah, Jilid 4. Kairo:
Maktabah Al-Nahdlah Al-Mishriyah, 1979.
Syalabi, Ahmad.
Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid1. Jakarta : Pustaka Alhusna, 1983.
Yatim,
Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2010
[1]
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Cet. XXII; Jakarta: PT. Gravindo
Persada, 2010), h. 92.
[2]
Philip K. Hitti, History of The Arabs (London: Macmillan, 1970), h. 493.
[3]
Ahmad Salabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid 2 (cet. I; Jakarta :
Pustaka Alhusna, 1983), h. 154.
[4]
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, h. 91.
[5] Katalog Dalam Terbitan (KDT), Ensiklopedi
Mini Sejarah dan Kebudayaan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1996).
[6]
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam h. 93-100
[7]
Ahmad Syalabi, Mausu’ah al-Tarikh al-Islami wa al-Hadharah al-Islamiyah,
Jilid 4 (Kairo: Maktabah Al-Nahdlah Al-Mishriyah, 1979 ), h. 41-50.
[8]
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam h. 94-96
[10]
Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, h. 76.
[11] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik
h. 122.
[13]
Armand Abel, “Spanyol: Perpecahan dalam Negeri”, dalam Gustav E. Von
Grunebaum (Ed), Islam: Kesatuan dan Keseragaman, (Jakarta: Yayasan
Perkhidmatan, 1983), h. 246.
No comments:
Post a Comment