Tuesday, October 31, 2017

NABI MUHAMMAD SAW DI MEKKAH SEBELUM HIJRAH KE MADINAH



NABI MUHAMMAD SAW DI MEKKAH
Khaeril Ahkam Amir
Program Pascasarjana (S2)
Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar

Abstrak: Pembahasan Sejarah Peradaban Islam amat penting, dengan mempelajarinya akan mengetahui sebab-akibat kemajuan dan kemunduran Islam. Terutama mengkaji pendidikan Islam pada zaman Nabi Muhammad Saw. Selaku umat Islam, hendaknya kita mengetahui sejarah guna Menumbuh kembangkan wawasan generasi sekarang juga akan datang tentang mutiara ibrah yang terkandung pada sejarah tersebut. Sejarah Pendidikan Islam pada masa Nabi Muhammad Saw terbagi dua periode, Makkah dan Madinah. intisari pendidikan Islam pada periode itu disandarkan pada Alquran dan sunnah. Rasul adalah guru, pelopor pendidikan Islam. Dari sana titik awal perkembangan pendidikan Islam dimulai.

Kajian ini akan membahas pendidikan Islam pada masa Rasulullah di Makkah yakni Nasab dan Kelahiran,Masa remja dan diangkatnya menjadi Nabi dan Rasul, dan Perjuangan Dakwah Rasulullah Saw.

Mekkah adalah salah satu tempat mulia menurut islam, bahkan sebelum datangnya islam, Ditambah lagi dengan lahirnya orang yang paling mulia, Sebagai seorang muslim hendaknya kita mengetahui sejarah Nabi Muhammad Saw baik ketika beliau dalam keadaan berdakwah di mekkah dan di angkat sebagai Rasul

Pada periode Makkah, Nabi Muhammad lebih menitikberatkan pembinaan moral dan akhlak serta tauhid kepada masyarakat Arab yang bermukim di Makkah

Masyarakat Mekkah pada awal kenabian Muhammad Saw dikenal dengan sebutan jahiliyah, yakni masyarakat yang tidak mengenal Tuhan yang sebenarnya sebab patung dan batu menjadi sembahan tuhan mereka dan mereka hidup dalam kegelapan terutama yang berkaitan dengan akhlak dan moral.  Masyarakat Arab waktu itu sudah menyimpang jauh dan ajaran agama Tauhid, yang telah diajarkan oleh para rasul terdahulu, seperti Nabi Ibrahim A.S. Mereka umumnya beragama watsani atau agama penyembah berhala. Berhala-berhala yang mereka puja itu mereka letakkan di Ka’bah (Baitullah = rumah Allah SWT) yang jumlahnya mencapai 300 lebih. Di antara berhala-berhala yang termashyur bernama: Ma’abi, Hubal, Khuza’ah, Lata, Uzza, dan Manat. Kebiasaan buruk lainnya dalam masyarakat jahiliyah adalah suburnya tindak kejahatan, perjudian, mabuk-mabukan, pertikaian antar suku, saling membunuh bahkan mengubur bayi perempuan yang masih hidup menjadi kebiasaan mereka. Tatanan kehidupan masyarakat tidak berjalan, yang berlaku hanyalah hukum rimba, siapalah yang kuat dia yang berkuasa dan siapa yang menang dia yang berkuasa. Mereka sudah tidak menjadikan ajaran para nabi terdahulu sebagai pedoman hidupnya. Selain itu ada pula sebagian masyarakat Arab jahiliyah yang menyembah malaikat dan bintang yang dilakukan kaum Sabi’in serta menyembah matahari, bulan, dan jin yang diperbuat oleh sebagian masyarakat di luar kota Mekah.  Dalam situasi inilah Allah SWT mengutus Nabi Muhammad Saw untuk menyampaikan dakwah ajaran Islam.

Keywords: Sejarah Peradaban Islam, Makkah, Nabi Muhammad Saw,Dakwah

I.                   Pendahuluan
            Sejarah merupakan suatu rujukan yang sangat penting untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik. Berkaitan dengan itu kita bisa mengetahui kejadian-kejadian yang terjadi pada masa lalu, terutama bagi umat Islam. Perkembangan Islam pada masa Nabi Muhammad Saw.. melalui berbagai macam cobaan dan tantangan yang dihadap untuk menyebarkannya. Islam berkembang dengan pesat hampir semua lapisan masyarakat dipegang dan dikendalikan oleh Islam. Perkembangan Islam pada zaman inilah merupakan titik tolak perubahan peradaban Islam kearah yang lebih maju.
Dalam Al-Qur’an ditegaskan dalam Qs.aL Ahzab/33: 21
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_ötƒ ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sŒur ©!$# #ZŽÏVx. ÇËÊÈ  
Terjemahnya :
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”.[1]
                Secara geografis, kota Mekah terbagi menjadi dua bagian. Pertama, mulai dari Masjidil Haram hingga ke arah timur disebut ma’lah (bagian atas) dan kedua, mulai dari Masjidil Haram hingga ke arah barat dan selatan disebut masfalah(bagian bawah). Rasulullah termasuk penduduk ma’lah. Beliau dilahirkan dan bermukim disana, dalam hal ini tidak didapati komentar dari orang-orang musyakikdan orang-orang yang membuang riwayat syadz (kontroversial). Disanalah Beliau lahir, berkembang dan hidup hingga kenabian Beliau lalu menghabiskan separuh kenabiannya, dan sampai Beliau hijrah.[2]
             Muhammad dalam sejarah merupakan sosok tokoh yang paling banyak disebut-sebut mempunyai pengaruh sangat besar bagi peradaban manusia. Tidak hanya di kalangan umat Islam, tetapi juga semua kalangan lintas agama mengakui keeksistensian Muhammad, baik Muhammad sebagai Nabi ataupun Muhammad sebagai seorang pemimpin. Setiap gerak-geriknya selalu menjadi topik yang hangat untuk dibahas. Baik karena begitu menariknya perjalanan hidup Muhammad dalam membimbing umat manusia ke arah yang lebih baik, ataupun karena kesuksesan yang diraihnya. Muhammad dikenal sebagai seorang yang tinggi pengetahuannya yang tidak mungkin dicapai orang lain, kejayaan pemerintahannya muncul dari ketinggian akalnya.[3]
Kehidupan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam setelah beliau dimuliakan oleh Allah dengan nubuwwah dan risalah terbagi menjadi dua periode yang masing-masing memiliki keistimewaan tersendiri secara total, yaitu:

PERIODE MEKKAH : berlangsung selama lebih kurang 13 tahun
PERIODE MADINAH : berlangsung selama 10 tahun penuh

Dan masing-masing periode mengalami beberapa tahapan sedangkan masing-masing tahapan memiliki karakteristik tersendiri yang menonjolkannya dari yang lainnya. Hal itu akan tampak jelas setelah kita melakukan penelitian secara seksama dan detail terhadap kondisi yang dilalui oleh dakwah dalam kedua periode tersebut.
Periode Mekkah dapat dibagi menjadi tiga tahapan:

Tahapan dakwah sirriyyah (sembunyi-sembunyi); berlangsung selama tiga tahun.
Tahapan dakwah secara terang-terangan kepada penduduk Mekkah; dari permulaan tahun ke-empat kenabian hingga hijrah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ke Madinah.
Tahapan dakwah di luar Mekkah dan penyebarannya di kalangan penduduknya; dari penghujung tahun ke-sepuluh kenabian-dimana juga mencakup Periode Madinah- dan berlangsung hingga akhir hayat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.[4]


II.           Nasab Dan Kelahiran Nabi Muhammad Saw
A.    Nasab Nabi Muhammad Saw
Nasab  secara etimologi bererti al qorobah (kerabat), kerabat dinamakan nasab kerana antara dua kata tersebut ada hubungan dan keterkaitan. Berasal dari frasa "nisbatuhu ilaa abiihi nasaban" (nasabnya kepada ayahnya), Ibnus Sikit berkata,"Nasab itu dari sisi ayah dan juga ibu." Sementara sebahagian ahli bahasa mengatakan, "Nasab itu khusus pada ayah, ertinya seseorang dinasabkan kepada ayahnya saja dan tidak dinasabkan kepada ibu kecuali dalam keadaan luar biasa.[5]
            Beberapa peneliti kontemporari berusaha memberikan takrifan nasab dengan makna khusus iaitu kekerabatan dari jalur ayah kerana manusia hanya dinasabkan kepada ayahnya saja.[6]
            Adapun nasab, beliau adalah anak dari Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka‟ab bin Lu‟ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin An Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma‟ad bin Adnan. Sampai disini, tidak ada perbedaan diantara para ulama. Adnan dipastikan merupakan keturunan Nabi Isma‟il, namun para ulama berselisih pendapat mengenai silsilah nasab dari Adnan hingga Nabi Isma‟il As bin Ibrahim As.
            Nasab Nabi Saw terbagi dalam  tiga klasifikasi: Pertama,yang disepakati oleh Ahlus siyar wal ansab (para sejarawan dan ahli nasab); yaitu urutan nasab beliau hingga Adnan Kedua,yang masih diperselisihkan antara yang mengambil sikap diam dan tidak berkomentar dengan yang berpendapat dengannya ,yaitu urutan nasab beliau dari atas adnan hingga Ibrahim As, Ketiga,yang tidak diragukan bahwa didalamnya terdapat riwayat yang tidak sahih, yaitu urutan nasab beliau mulai dari atas nabi Ibrahim As hingga Nabi Adam As.[7]  
B.     Kelahiran Nabi Muhammad Saw
Nabi Muhammad adalah Nabi yang dilahirkan di tengah keluarga Bani Hasyim di Makkah. Ia dilahirkan pada 12 Rabiul awal menurut yang termasyhur kalangan ahlussunnah dan tanggal 17 bulan yang sama menurut kaum imamiyah atau 20 April tahun 571 M, bertepatan dengan tahun gajah.[8]
            Kakek Nabi Muhammad Saw 'Abdul Muththalib memilihkan buat puteranya, 'Abdullah seorang gadis bernama Aminah binti Wahab bin 'Abdu Manaf bin Zahrah bin Kilab. Aminah ketika itu termasuk wanita idola di kalangan orang-orang Quraisy baik dari sisi nasab ataupun martabatnya. Ayahnya adalah pemuka suku Bani Zahrah secara nasab dan kedudukannya. Akhirnya 'Abdullah dikawinkan dengan Aminah dan tinggal bersamanya di Mekkah. Tak berapa lama kemudian, dia dikirim oleh ayahnya, 'Abdul Muththalib ke Madinah. Ketika sampai disana dia sedang dalam kondisi sakit, sehingga kemudian meninggal disana dan dikuburkan di Daar an-Naabighah al-Ja'di. Ketika (meninggal) itu dia baru berumur 25 tahun dan tahun meninggalnya tersebut adalah sebelum kelahiran Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam sebagaimana pendapat mayoritas sejarawan. Ada riwayat yang menyebutkan bahwa di meninggal dua bulan atau lebih setelah kelahiran Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam.
            Ibnu Sa'ad meriwayatkan bahwa ibunda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam berkata:"ketika aku melahirkannya, dari farajku keluar cahaya yang menerangi istana-istana negeri Syam". Imam Ahmad, ad-Darimi dan selain keduanya juga meriwayatkan versi yang hampir mirip dengan riwayat tersebut.[9]
            Setelah beliau Shallallahu 'alaihi wasallam dilahirkan, beliau dikirim oleh ibundanya kerumah kakeknya, 'Abdul Muththalib dan menginformasikan kepadanya berita gembira perihal cucunya tersebut. Kakeknya langsung datang dengan sukacita dan memboyong cucunya tersebut masuk ke Ka'bah; berdoa kepada Allah dan bersyukur kepadaNya.Kemudian memberinya nama Muhammad padahal nama seperti ini tidak populer ketika itu di kalangan bangsa Arab, dan pada tujuh hari kelahirannya dia mengkhitan beliau
sebagaimana tradisi yang berlaku di kalangan bangsa Arab.
            Wanita pertama yang menyusui beliau Shallallahu 'alaihi wasallam setelah ibundanya adalah Tsuaibah. Wanita ini merupakan budak wanita Abu Lahab yang saat itu juga tengah menyusui bayinya yang bernama Masruh . Sebelumnya, dia juga telah menyusui Hamzah bin 'Abdulul Muththalib, kemudian menyusui Abu Salamah bin 'Abdul Asad al Makhzumi setelah beliau Shallallahu 'alaihi wasallam.
            Tradisi yang berlaku di kalangan bangsa Arab yang sudah berperadaban adalah mencari para wanita yang dapat menyusui bayi-bayi mereka sebagai tindakan prefentif terhadap serangan penyakit-penyakit yang biasa tersebar di alam peradaban. Hal itu mereka lakukan agar tubuh bayi-bayi mereka tersebut kuat, otot-otot mereka kekar serta menjaga agar lisan Arab mereka tetap orisinil sebagaimana lisan ibu mereka dan tidak terkontaminasi.
Oleh karena itu, 'Abdul Muththalib mencari wanita-wanita yang dapat menyusui Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam; dia memilih seorang wanita dari kabilah Bani Sa'ad bin Bakr, yaitu Halimah binti Abu Dzuaib sebagai wanita penyusu beliau. Suami dari wanita ini bernama al-Harits bin 'Abdul 'Uzza yang berjuluk Abu Kabsyah, dari kabilah yang sama.

            Begitulah, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam akhirnya tetap tinggal di lingkungan kabilah Bani Sa'ad, hingga terjadinya peristiwa dibelahnya dada beliau ketika berusia empat atau lima tahun. Imam Muslim meriwayatkan dari Anas bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam didatangi oleh Jibril 'alaihissalam saat beliau tengah bermain bersama teman-teman sebayanya. Jibril memegang beliau sehingga membuatnya pingsan lalu membelah bagian dari hatinya, kemudian mengeluarkannya segumpal darah bersamanya. Jibril berkata: 'ini adalah bagian syaithan yang ada pada dirimu! Kemudian meletakkannya di dalam baskom yang terbuat dari emas dan mencucinya dengan air zamzam, merapikan dan mengembalikannya ke tempat semula. Teman-teman sebayanya tersebut berlarian mencari ibu susuannya seraya berkata:'sesungguhnya Muhammad sudah dibunuh!'. Mereka akhirnya beramai-ramai menghampirinya dan menemukannya dalam\ kondisi rona muka yang sudah berubah. Anas berkata: 'sungguh aku telah melihat bekas jahitan itu di dada beliau Shallallahu 'alaihi wasallam '.[10]
            Setelah peristiwa tersbut halimah Merasa khawatir dan mengembalikan kepada ibundanya Aminah hingga berusia enam tahun.
            Sebagai bentuk kesetiaan Aminah Kepada suami ia membawa Nabi Muhammad menziarahi kuburan Ayahnya sekembalinya ditengah perjalanan Aminah terserang penyakit sehingga meninggal dunia di suatu tempat bernama abawa.
            Rasulullah dibawa kembali ke mekkah oleh kakeknya dan di asuh. Saat beliau berusia delapan tahun dua bulan sepuluh hari Kekek beliau meninggal dunia sebelum meninggal ia menyerahkan tanggung jawabnya kepada paman beiau Abu Thalib saudara kandung ayahanda beliau.  

III.             Masa Remaja Dan Diangkatnya menjadi Nabi dan Rasul
A.    Masa Remaja
            Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam berusia dua belas tahun - ada riwayat yang menyatakan; dua belas tahun dua bulan sepuluh hari - pamannya, Abu Thalib membawanya serta berdagang ke negeri Syam hingga mereka sampai di suatu tempat bernama Bushra yang masih termasuk wilayah Syam dan merupakan ibukota Hauraan. Ketika itu juga, Syam merupakan ibukota negeri-negeri Arab yang masih dibawah kekuasaan Romawi. Di negeri inilah dikenal seorang Rahib yang bernama Buhaira (ada yang mengatakan nama aslinya adalah Jirjis). Ketika rombongan tiba, dia langsung menyongsong mereka padahal sebelumnya tidak pernah dia lakukan hal itu, kemudian menyampiri mereka, satu-persatu hingga sampai kepada Rasulullah lalu memegang tangannya sembari berkata: "inilah penghulu para makhluk, inilah Rasul Rabb alam semesta, dia diutus oleh Allah sebagai rahmat bagi alam semesta ini". Abu Thalib dan pemuka kaum Quraisy bertanya kepadanya: "bagaimana anda tahu hal itu?". Dia menjawab: "sesungguhnya ketika kalian menanjak bebukitan, tidak satupun dari bebatuan ataupun pohon melainkan bersujud terhadapnya, dan kedua makhluk itu tidak akan bersujud kecuali terhadap Nabi. Sesungguhnya aku dapat mengetahuinya melalui cincin kenabian yang terletak pada bagian bawah tulang rawan pundaknya yang bentuknya seperti apel. Sesungguhnya kami mengetahui beritanya dari kitab suci kami. Kemudian barulah sang Rahib mempersilahkan mereka dan menjamu mereka secara istimewa. Lalu dia meminta kepada Abu Thalib agar memulangkan keponkannya tersebut ke Mekkah dan tidak lagi membawanya serta ke Syam sebab khawatir bila tercium oleh orang-orang Romawi dan Yahudi. Akhirnya, pamannya mengirimnya bersama sebagian anak-anaknya ke Mekkah.
            Rasulullah saat berusia dua puluh tahun terjadi perang Fijr antara kabilah Quraisy dan sekutu mereka dari Bani Kinanah melawan kabilah Qais dan 'Ilan,Rasulullah ikut membantu paman-pamannya menyediakan anak panah buat mereka.
            Diawal masa mudanya, beliau Shallallahu 'alaihi wasallam tidak memiliki pekerjaan
tertentu, hanya saja riwayat-riwayat yang ada menyebutkan bahwa beliau bekerja sebagai pengembala kambing dan mengembalanya di perkampungan kabilah Bani Sa'ad disamping bekerja untuk Ahli Mekkah dengan upah sebesar Qaraariith (jamak dari kata qiiraath ; yaitu bagian dari uang dinar, ada lagi pendapat yang menyatakan bahwa itu adalah nama suatu tempat di Mekkah akan tetapi pendapat ini tidak kuat-[lihat; fathul Bari dalam syarahnya terhadap hadits tentang ini]-red). Ketika berusia dua puluh lima tahun, beliau pergi berdagang ke negeri Syam dengan modal yang diperoleh dari Khadijah radhiallâhu 'anha . Ibnu Ishaq berkata: "Khadijah binti Khuwailid adalah salah seorang wanita pedagang yang memiliki banyak harta dan bernasab baik. Dia menyewa banyak kaum lelaki untuk memperdagangkan hartanya dengan sistem bagi hasil. Kabilah Quraisy dikenal sebagai pedagang handal, maka tatkala sampai ke telinganya perihal kejujuran bicara, amanah dan akhlaq Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam yang mulia, dia mengutus seseorang untuk menemuinya dan menawarkannya untuk memperdagangkan harta miliknya ke negeri Syam. Dia menyerahkan kepada beliau barang dagangan yang istimewa yang tidak pernah dipercayakannya kepada pedagang-pedagang yang lainnya. Beliau juga didampingi oleh seorang pembantunya bernama Maisarah. Beliau menerima tawaran tersebut dan berangkat dengan barang-barang dagangannya bersama pembantunya tersebut hingga sampai ke Syam.[11]

            Pada saat beliau Shallallahu 'alaihi wasallam berusia tiga puluh lima tahun, kabilah Quraisy membangun Ka'bah karena kondisinya sebelum itu hanyalah berupa tumpukantumpukan batu-batu berukuran diatas tinggi badan manusia, yaitu setinggi sembilan hasta di masa Ismail 'alaihissalam dan tidak memiliki atap. Karenanya, harta terpendam yang ada didalamnya berhasil dicuri oleh segerombolan para pencuri. Disamping itu, karena merupakan peninggalan sejarah, ka'bah sering diserang oleh pasukan berkuda sehingga merapuhkan bangunannya dan merontokkan sendi-sendinya. Lima tahun sebelum beliau diutus menjadi Rasulullah, Mekkah dilanda banjir besar dan airnya meluap mencapai pelataran al-Baitul Haram sehingga mengakibatkan bangunan ka'bah hampir ambruk. Orang-orang Quraisy terpaksa merenovasi bangunannya untuk menjaga reputasinya Sedangkan yang menjadi pimpinan proyeknya adalah seorang arsitek asal Romawi yang bernama Baqum . Tatkala pengerjaan tersebut sampai ke al-Hajar al- Aswadi, mereka bertikai tentang siapa yang paling berhak untuk meletakkannya ke tempat semula dan pertikaian tersebut berlangsung selama empat atau lima malam bahkan\ semakin meruncing sehingga hampir terjadi peperangan yang maha dahsyat di tanah al- Haram . Untunglah, Umayyah bin al-Mughirah al-Makhzumi menengahi dan menawarkan penyelesaian pertikaian diantara mereka lewat perundingan damai, caranya; siapa yang paling dahulu memasuki pintu masjid diantara mereka maka dialah yang berhak meletakkannya. Tawaran ini dapat diterima oleh semua dan atas kehendak Allah Ta'ala.

            Rasulullah lah yang menjadi orang pertama yang memasukinya. Tatkala mereka melihatnya, dia disambut dengan teriakan: "inilah al-Amiin! Kami rela! Inilah Muhammad ". Dan ketika beliau mendekati mereka dan diberitahu tentang hal tersebut, beliau meminta sehelai selendang dan meletakkan al-Hajar al-Aswad ditengahnya, lalu pemimpin-pemimpin kabilah yang bertikai tersebut diminta agar masing-masing memegang ujung selendang dan memerintahkan mereka untuk mengangkatnya tinggitinggi hingga manakala mereka telah menggelindingkannya dan sampai ke tempatnya, beliau Shallallahu 'alaihi wasallam mengambilnya dengan tangannya dan meletakkannya di tempatnya semula. Ini merupakan solusi yang tepat dan jitu yang diridhai oleh semua pihak.

            Sesungguhnya telah terhimpun pada diri Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam sejak dari perkembangannya kelebihan-kelebihan yang merupakan terbaik yang ada pada lapisan masyarakat kala itu. Beliau adalah tipe manusia utama dari sisi kejernihan berpikir dan ketajaman pandangan. Beliau memiliki porsi kecerdikan yang lebih, orisinilitas pemikiran dan ketepatan sarana dan misi. Beliau biasa diam berlama-lama untuk renungan yang panjang, pemusatan pikiran serta pencapaian kebenaran. Dengan akalnya yang brilian dan fithrahnya yang suci beliau memonitor lembaran kehidupan, urusan manusia dan kondisi banyak kelompok. Karenanya, beliau acuh terhadap segala bentuk khurafat dan jauh sejauh-sejauhnya dari hal itu. Beliau berinteraksi dengan manusia secara profesional baik terhadap dirinya ataupun diri mereka; hal yang baik beliau ikut berpartisipasi didalamnya  dan jika tidak, maka beliau lebih memilih untuk mengasingkan diri. Beliau tidak pernah minum khamar, tidak pernah makan daging yang dipersembahkan kepada berhala, tidak pernah menghadiri perayaan untuk berhala ataupun pesta-pestanya bahkan dari sejak pertumbuhannya sudah menghindari dari sesembahan yang bathil. Lebih dari itu, beliau malah amat membencinya dan tidak dapat menahan dirinya bila mendengar sumpah serapah dengan nama laata dan 'uzza.

            Tidak dapat disangkal lagi bahwa berkat takdir ilahi lah beliau dapat terjaga dari hal tersebut; manakala hawa nafsu menggebu-gebu untuk mengintai sebagian kenikmatan duniawi dan rela mengikuti sebagian tradisi tak terpuji, ketika itulah 'inaayah rabbaniyyah menghalanginya dari hal-hal tersebut.

B.     Kerasulan dan Kenabian
             Mendekati usia empat puluh tahun, mulailah tumbuh pada diri Nabi saw kecenderungan untuk melakukan ‘uzlah. Allah menumbuhkan pada dirinya rasa senang untuk melakukan ikhtila’ (menyendiri) di gua Hira’ (hira’ adalah nama sebuah gunung yang terletak di sebelah barat laut kota Mekkah). Ia menyendiri dan beribadah di gua tersebut selama beberapa malam. Kadang sampai sepuluh malam, kadang lebih dari itu, sampai satu bulan. Kemudian beliau kembali ke rumahnya sejenak hanya untuk mengambil bekal baru untuk melanjutkan Ikhtila’- nya di gua Hira’. Demikianlah Nabi saw terus melakukannya sampai turun wahyu kepadanya ketika beliau sedang melakukan ‘uzlah.[12]

            Imam Bukhari meriwayatkan dari Aisyah r.a. menceritakan cara permulaan wahyu, ia
berkata : “Wahyu pertama diterima oleh Rasulullah saw dimulai dengan suatu mimpi yang benar. Dalam mimpi itu beliau melihat cahaya terang laksana fajar menyingsing di pagi hari. Kemduian beliau digemarkan (oleh Allah) untuk melakukan khalwah (‘uzlah). Beliau melakukan khlwat di gua Hira’ melakukan ibadah selama beberapa malam, kemudian pulang kepada keluarganya (Khadijah) untuk mengambil bekal. Demikianlah berulang kali hingga suatu sat beliau dikejutkan dengan datangnya kebenaran di dalam gua Hira’. Pada suatu hari datanglah Malaikat lalu berkata ,“ Bacalah“. Beliau menjawab,“ Aku tidak dapat membaca.“ Rasulullah saw menceritakan lebih lanjt, Malaikat itu lalu mendekati aku dan memelukku sehingga aku merasa lemah sekali, kemudian aku dilepaskan. Ia berkata lagi, „Bacalah“ Aku menjawab ,“ Aku tidak dapat membaca“ . Ia mendekati aku lagi dan mendekapku, sehingga aku merasa tidak berdaya sama sekali, kemudian aku dilepaskan. Ia berkata lagi,“ Bacalah“ Aku menjawab,“ Aku tidak dapat membaca.“ Untuk yang ketiga kalinya ia mendekati aku dan memelukku hingga aku merasa lemas, kemudian aku dilepaskan. Selanjutnya ia berkata lagi,“ Bacalah dengan nama Rabb-mu yang telah menciptakan .. menciptakan manusia dari segumpal darah...“ dan seterusnya.
            Rasulullah saw segera pulang daam keadaan gemetar sekujur badannya menemui Khadijah lalu berkata ,“ Selimutilah aku ... selimutilah aku ..“ Kemudian beliau diselimuti\ hingga hilang rasa takutnya. Setelah itu beliau berkata kepada Khadijah,“ Hai Khadijah , tahukah engkau mengapa aku tadi begitu ?“ Lalu beliau menceritakan apa yang  baru dialaminya . Selanjutnya beliau berkata : „Aku sesungguhnya khawatir terhadap diriku (dari gangguan makhluk jin ) .Siti Khadijah menjawab : Tidak! Bergembiralah ! Demi Allah sesungguhnya tidak akan membuat anda kecewa. Anda seorang yang suka menyambung tali keluarga, selalu menolong orang yang susah, menghormati tamu dan membela orang yang berdiri di atas kebenaran.
            Beberapa saat kemudian Khadijah mengajak Rasulullah saw pergi menemui Waraqah bin naufal, salah seroang anak paman Siti Khadijah. Di masa jahiliyah ia memeluk agama Nasrani. Ia dapat menulis huruf Ibrani, bahkan pernah menulis bagian-bagian dari Injil dalam bahasa Ibrani. Ia seorang yang sudah lanjut usia dan telah kehilangan penghilatannya. Kepadanya Khadijah berkata : „Wahai anak pamanku, dengarkanlah apa yang hendak dikatakan oleh anak- lelaki saudaramu ( yakni Muhammad saw )“. Waraqah bertanya kepada Muhammad saw,“ Hai anak saudaraku, ada apakah gerangan ?“ Rasulullah saw , kemudian menceritakan apa yang dilihat dan dialami di dalam gua Hira’. Setelah mendengar keterangan Rasulullah saw Waraqah berkata :“ Itu adalah Malaikat yang pernah diutus Allah kepada Musa. Alangkah bahagianya seandainya aku masih muda perkasa ! Alangkah gembiranya seandainya aku masih hidup tatkala kamu diusir oleh kaummu! Rasulullah saw bertanya,“ Apakah mereka akan mengusir aku?“ Waraqah menjawab ,“Ya“ Tak seorangpun yang datang membawa seperti yang kamu bawa kecuali akan diperangi. Seandainya kelak aku masih hidup dan mengalami hari yang kaan kamu hadapi itu psti kamu kubantu sekuat tenagaku.“ Tidak lama kemudian Qaraqah meninggal dunia, dan untuk beberapa waktu lamanya Rasulullah saw tidak menerima wahyu. Terjadi perselisihan tentang berapa lama wahyu tersebut terhenti. Ada yang mengatakan tiga tahun, dan ada pula yang mengatakan kurang dari itu. Pendapat yang lebih kuat ialah apa yang diriwayatkan oleh Baihaqi, bahwa masa terhentinya wahyu tersebut selama enam bulan.
            Tentang kedatangan Jibril yang kedua, Baihaqi meriwayatkan sebuah riwayat dari jabir bin Abdillah, ia berkata :“Aku mendengar Rasulullah saw berbicara tentang terhentinya wahyu. Beliau berkata kepadaku:“ Di saat aku sdang berjalan, tiba-tiba aku mendengar suara dari langit. Ketika kepada kuangkat , ternyata Malaikat yang datang kepadaku di gua Hira’“,
kulihat sedang duduk di kursi antara langit dan bumi. Aku segera pulang menemui istriku dan
kukakatan kepadanya,“ Selimutilah aku , selimutilah aku ....selimutilah aku ....! Sehubungan
dengan itu Allah kemudian berfirman :“ hai orang yang berselimut, bangunlah dan beri peringatan. Agungkanlah Rabb-mu , sucikanlah pakaianmu, dan jauhilah perbuatan dosa ....“ alMuddatsir.Sejak itu wahyu mulai diturunkan secara kontinyu.

IV.             Perjuangan Dakwah Rasulullah di Mekkah
A.    Dakwah         
Dakwah Islamiyah di masa hidup Nabi saw, sejak bi’tsah hingga wafatnya menempuh empat tahapan : Pertama, Dakwah secara rahasia, selama tiga tahun. Kedua, Dakwah secara terang-terangan dengan menggunakan lisan saja tanpa perang, berlangsung sampai hijrah. Ketiga, Dakwah secara terang-terangan dengan memerangi orang-orang yang menyerang dan memulai peperangan atau kejahatan. Tahapan ini berlangsung sampai tahun perdamaian Hudaibiyah. Tahapan keempat, Dakwah secara terang-terangan dengan memerangi setiap orang yang menghalangi jalannya dakwah atau menghalangi orang yang masuk Islam. Setelah masa dakwan yang pemberitahuan dari kaum musyrik, anti agama atau penyembah berhala. Pada tahapan inilah syariat Islam dan hukum jihad dalam Islam mencapai kemapanan.[13]

B.     Dakwah Sirriyah (Secara Rahasia)
            Nabi saw mulai menyambut Allah Swt dengan mengajak manusia untuk menyembah Allah Swt semata dan meninggalkan berhala. Tetapi dakwah Nabi ini dilakukan secara rahasia untuk menghindari tindakkan buruk orang-orang Quraisy yang fanatik terhadap kemusyrikan dan peganismenya. Nabi saw tidak menampakkan dakwah di majelis-majelis umum orang-orang Quraisy, dan tidak melakukan dakwah kecuali kepada orang yang memiliki hubungan kerabat atau kenal baik sebelumnya. Orang-orang yang pertama kali masuk Islam ialah Khadijah binti Khuwailid r.a., Ali bin Abi Thalib, Zaib bin Haritza mantan budak Rasulullah saw, dan anak angkatnya, Abu Bakar bin Abi Qufahah, Ustman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash dan lainnya.

            Mereka ini bertemu dengan Nabi secara rahasia. Apabila salah seorang di antara mereka ingin melaksanakan salah satu ibadah, ia pergi ke lorong-lorong Mekkah seraya bersembunyi dari pandangan orang-orang Quraisy. Ketika orang-orang ynag menganut Islam lebih dari tiga puluh lelaki dan wanita, Rasulullah saw memilih rumah salah seorang dari mereka, yaitu rumah al-Arqam bin Abi al- Arqam,s ebagai tempat pertemuan untuk mengadakan pembinaan dan pengajaran. Dakwah pada tahapan ini menghasilkan sekitar empat puluh lelaki dan wanita telah menganut Islam. Kebanyakan mereka adalah orang-orang fakir, kaum budak dan orang-orang Quraisy yang tidak memiliki kedudukan.

C.    Dakwah Jahriah (Secra terang-teranan)
            Ibnu Hisyam berkata : Kemudian secara berturut-turut manusia, wanita dan lelaki ,memeluk Islam, sehingga berita Islam tersiar di Mekkah dan menjadi bahan pembicaraan orang. lalau Allah memerintahkan Rasul-Nya menyampaikan Islam dan mengajak orang kepadanya secara terang-terangan, setelah selama tiga tahun Rasulullah saw melakukan dakwah secara sembunyi, kemudian Allah berfirman kepadanya :
Maka siarkanlah apa yang diperintahkan kepadamu, dan janganlah kamu pedulikan orang musyrik.“ QS al-Hijr : 94
Dan berilah peringatan kepada kerabatmu yang terdekat, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman.“ QS asy-Syu’ara : 214-215
Dan katakanlah „Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan.“ QS al-Hijr: 89
            Setelah menerima perintah dalam ayat tersebut, Rasululullah Shallallâhu 'alaihi wasallam mengundang keluarga terdekatnya, Bani Hasyim. Demi Allah! aku masih akan melindungi dan membelamu akan tetapi diriku tidak memberikan cukup keberanian kepadaku untuk berpisah dengan agama Abdul Muththalib ". Ketika itu, berkata Abu Lahab: "demi Allah! ini benar-benar merupakan aib besar. Ayo cegahlah dia sebelum dia berhasil menyeret orang lain selain kalian!. Abu Thalib menjawab: "demi Allah! Sungguh selama kami masih hidup, kami akan membelanya".

            Pada waktu itu pula Rasulullah saw segera melaksanakan perintah Allah. Kemudian menyambut firman Allah:“ Maka siarkanlah apa yang diperintahkan kepadamu dan janganlah kamu pedulikan orang-orang yang musyrik.“ Dengan pergi ke atas bukit Shafa lalu memanggil,“Wahai Bani Fihr, wahai bani ‘adi,“ Sehingga mereka berkumpul dan orang yang tidak bisa hadir mengirimkan orang untuk melihat apa yang terjadi. Maka Nabi saw berkata:“ Bagaimanakah pendapatmu jika aku kabarkan bahwa di belakang gunung ini ada sepasukan kuda musuh yang datang akan menyerangmu, apakah kamu mempercayaiku ?“ Jawab mereka
:“ Ya, kami belum pernah melihat kamu berdusta.“ Kata Nabi saw :“ Ketehuilah sesungguhnya aku adalah seorang pemberi peringatan kepada kalian dari siksa yang pedih.“
Kemudian Abu Lahab memprotes,“Sungguh celaka kamu sepanjang hari , hanya untuk inikah
kamu mengumpulkan kami.“ Lalu turunlah firman Allah :
‘Binasalah kedua belah tangan Abu Lahab, dan sesungguhnya dia akan binasa.

            Disebutkan dalam beberapa sanad dari Musa bin ‘uqbah dan dari Ibnu Ishaq, juga dari yang lainnya, bawha orang-orang kafir Quraisy telah bersepakat untuk membunuh Rasulullah saw . Kesepakatan dan keputusan ini disampaikan kepada Bani Hasyim dan Bani Abdul Muththalib. Tetapi bani Hasyim dan Bani Abdul Muththalib tidak mau menyerahkan Rasulullah saw kepada mereka.

            Setelah kaum Quraisy tidak berhasil membunuh Rasulullah saw , mereka sepakat untuk mengucilkan Rasulullah saw dan kaum Muslimin yang mengikutinya, serta Bani Hasyim dan bani Abdul Muththalib yang melindunginya. Untuk tujuan ini mereka telah menulis suatu perjanjian, bahwa mereka tidak akan mengawini dan berjual beli dengan mereka yang dikucilkan. Tidak akan menerima perdamaian dan tidak akan berbelas kasihan kepada mereka sampai Bani Muththalib menyerahkan Rasulullah saw kepada mereka untuk dibunuh. Naskah perjanjian ini mereka gantungkan di dalam Ka’bah. Kaum kafir Quraisy berpegang teguh dengan perjanjian ini selam tiga tahun, sejak bulan Muharram tahun ketujuh kenabian hingga tahun kesepuluh. Tetapi ada pendapat lain yang mengatakan bahwa pemboikotan tersebut berlangsung selama dua tahun saja.

            Riwayat Musa bin ‘Uqbah menunjukkan bahwa pemboikotan terjadi sebelum Rasulullah saw memerintahkan para sahabatnya berhijrah ke Habasyiah. Bahkan perintah untuk berhijrah ke Habasyiah dikeluarkan Rasulullah saw pada saat berlangsungnya pemboikotan ini. Tetapi riwayat Ibnu Ishaq menyebutkan bahwa penulisan perjanjian pemboikotan dilakukan setelah para sahabat Rasulullah saw berhijrah ke Habasyiah dan sesudah Umar masuk Islam.

            Bani hasyim, bani Muththalib dan kaum Muslimin termasuk di dalamnya Rasulullah saw dikepung dan dikucilkan di syi’ib (pemukiman) Bani Muththalib ( di Mekkah) terdapat beberapa syi’ib). Di pemukiman inilah kaum Muslimin dan kaum kafir dari Bani Hasyim dan Bani Muththalib berkumpul. Kecuali Abu Lahab (Abdul Izzi bin Abdul Muththalib) karena dia telah bergabung dengan Quraisy dan menetang Nabi saw dan para sahabatnya. Kaum Muslim menghadapi pemboikotan ini dengan dorongan agama (Islam), sementara kaum kafir
mengahadapi karena dorongan fanatisme kabilah (hmiyyah).

            Pada awal tahun ketiga dari pemboikotan dan pengepungan ini, bani Qushayyi
mengecam pemboikotan tersebut. Mereka mmutuskan bersama untuk membatalkan perjanjian. Dalam pada itu Allah telah mengirim anai-anai (rayap) untuk menghancurkan lembaran perjanjian tersebut, kecuali beberapa kalimat yang menyebutkan nama Allah. Zuhair bin Umayah. Dia datang kepada orang-orang yang berkerumun di samping Ka’bah dan berkata kepada mereka,“ Wahai penduduk Mekkah , apakah kita bersenang-senang makan dan minum, sedangkan orang-orang Bani Hasyim dan Bani Muththalib kita biarkan binasa, tidak bisa menjual dan membeli apa-apa? Demi Allah, aku tidak akan tinggal diam sebelum merobek-robek naskah yang dzalim itu. Kemudian empat orang lainnya mengucapkan perkataan yang sama. Lalu Muth’am bin ‘Adi bangkit menuju naskah perjanjian dan merobek-robeknya. Setelah itu kelima orang tersebut bersama sejumlahorang datang kepada Bani Hasyim dan Bani Muththalib serta kaum Muslimin lalu memerintahkan agar mereka kembali ke tampat masing-masing sebagaimana biasa.

            Pada tahun kesepuluh kenabian, istri Nasbi saw, Khadijah binti Khuwailid, dan
pamannya , Abu Thlaib , wafat. Berkata Ibnu Sa’d dalam Thabaqat-nya : Selisih waktu antara kematian Khadijah dan kematian Abu Thalib hanya satu bulan lima hari. Khadija r.a. sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hisyam adalah menteri kebenaran untuk Islam. Pada saat-saat Rasulullah saw menghadapi masalah-masalah berat, beliaulah yang selalu menghibur dan membesarkan hatinya. Akan halnya Abu Thalib, dia telah memberikan dukungan kepada Rasulullah saw dalam menghadapi kaumnya.

            Berkata Ibnu Hisyam : Setelah Abu Thalib meninggal, kaum Quraisy bertambah leluasa melancarkan penyiksaan kepada Rasulullah saw, sampai orang awam Quraisy pun berani melemparkan kotoran ke atas kepala Rasulullah saw. Sehingga pernah Rasulullah saw pulang ke rumah berlumuran tanah. Melihat ini, salah seorang putri beliau bangkit dan membersihkan kotoran dari atas kepalanya sambil menangis. Tetapi Rasulullah saw berkata
kepadanya,“Jananganlah engkau menangis wahai anakku, sesungguhnya Allah akan menolong bapakmu.“

            Nabi saw menamakan ini sebagai „tahun duka cita“, karena begitu berat dan hebatnya
penderitaan di jalan dakwah pada tahun ini. Dua peristiwa ini terjadi dalam jangka waktu yang tidak terpaut lama, sehingga menorehkan perasaan duka dan lara di hati Rasulullah Saw, belum lagi cobaan yang dilancarkan kaumnya, karena dengan kematian keduanya mereka semakin berani menyakiti dan mengganggu beliau. Mendung menjadi bertumpuk-tumpuk, sehingga beliau hampir putus asa menghadapi mereka. Untuk itu beliau pergi ke Tha'if, dengan
setitik harapan mereka berkenan menerima dakwah atau minimal mau melindungi dan
mengulurkan pertolongan dalam menghadapi kaum beliau.
Pertama, bahwa semua bentuk penyiksaan dan penderitaan yang dialami Rasulullahs aw ,
khususnya dalam perjalanan hijrah ke Thaif ini hanyalah merupakan sebagian dari perjuangan tabligh-nya kepada manusia.

            Di antara dalil yang menguatkan apa yang kami kemukakan ialah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Aisyah r.a , ia berkata :
„Wahai Rasulullah saw , pernahkah engkau mengalami peristiwa yang lebih berat dari peristiwaUhud ?“ Jawab Nabi saw ,“Aku telah mengalami berbagai penganiayaan dari kaumku. Tetapi penganiayaan terberat yang pernah aku rasakan ialah pada hari ‘Aqabah di mana aku datang dan berdakwah kepada Ibnu Abdi Yalil bin Abdi Kilal, tetapi tersentak dan tersadar ketika sampai di Qarnu’ts-Tsa’alib. Lalu aku angkat kepalaku, dan aku pandang dan tiba-tiba munsul Jibril memanggilku seraya berkata ,“ Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan dan jawaban kaummu terhadapmu, dan Allah telah mengutus Malaikat penjaga gunung untuk engkau perintahkan sesukamu,“ Nabi saw melanjutkan . Kemudian Malaikat penjaga gunung memanggilku dan mengucapkan salam kepadaku lalu berkata ,“ Wahai Muhammad! Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan kaummu terhadapmu. Aku adalah Malaikat penjaga gunung , dan Rabb-mu telah mengutusku kepadamu untuk engkau perintahkan sesukamu, jika engkau suka, aku bisa membalikkan gunung Akhsyabin ini ke atas mereka. „ Jawab Nabi saw,“ Bahkan aku menginginkan semoga Allah berkenan mengeluarkan dari anak keturunan mereka generasi yang menyambah Allah semata, tidak menyekutukan-Nya, dengan sesuatu pun.“

            Isra’ ialah perjalanan Nabi saw dari Masjidil al-Haram di Mekkah ke Masjidil al-Aqsha di al-Quds. Mi’raj ialah kenaikan Rasulullah saw menembus beberapa lapisan langit tertinggi sampai batas yang tidak dapat dijangkau oleh ilmu semua makhluk, Malaikat, manusia dan jin .

            Semua itu ditempuh dalam sehari semalam. Terjadi silang pendapat tentang sejarah terjadinya mu’jizat ini. Apakah pada tahun kesepuluh kenabian ataukah sesudahnya ? Menurut riwayat Ibnu Sa’d di dalam Thabaqat-nya peristiwa ini terjadi delapan belas bulan sebelum hijrah. Jumhur kaum Muslim sepakat bahwa perjalanan ini dilakukan Rasulullah saw dengan jasad dan ruh. Karena itu, ia merupakan salah satu mu’jizatnya ynag mengagumkan yang dikaruniakan Allah kepadanya.

            Kisah perjalanan ini disebutkan oleh Bukhari dan Muslim secara lengkap di dalam shahihnya. Disebutkan bahwa dalam perjalanan ini Rasulullah saw menunggang Buroq yakni satu jenis binatang yang lebih besar sedikit dari keledai dan lebih kecil sedikit dari unta. Binatang ini berjalan denganlangkah sejauh mata memandang. Diebutkan pula bahwa Nabi saw
            memasuki Masjidil l-Aqsha lalu shalat dua raka’at di dalamyna. Kemudian Jibril datang kepadanya seraya membawa segelas khamar dan segelas susu. Lalu Nabi saw memilih susu. Setelah itu Jibril berkomentar ,“Engkau telah memilih fitarh.“ Dalam perjalanan ini Rasulullah saw naik ke langit pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya sampai ke Sidratul-Muntaha. Di sinilah kemudian Allah mewahyukan kepadanya apa yang telah diwahyukan di antaranya kewajiban shalat lima waktu atas kaum Muslim, dimana pada awalnya sebanyak lima puluh kali sehari semalam.

            Keesokan harinya Rasulullah saw menyampaikan apa yang disaksikan kepada penduduk Mekkah. Tetapi oleh kaum musyrik berita ini didustakan dan ditertawakan. Sehingga sebagian  mereka menantang Rasulullah saw untuk menggambarkan Baitul -maqdis, jika benar ia telah pergi dan melakukan shalat di dalamnya. Padahal ketika menziarahinya, tidak pernah terlintas dalam pikiran Rasulullah saw untuk menghafal bentuknya dan menghitung tiang-tiangnya.
           
            Kemudian Allah swt memperlihatkan bentuk dan gambar Baitul-maqdis di hadapan Rasulullah Saw sehingga dengan mudah beliau menjelaskannya secara rinci.
Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda :
„Ketika kaum Quraisy mendustakan aku, aku berdiri di Hijr (Isma’il), lalu Allah memperlihatkan Baitul-Maqdis kepadaku. Kemudian aku kabarkan kepada mereka tentang tiang-tiangnya dari apa yang aku lihat.

            Berita ini oleh sebagian kaum musyrik disampaikan kepada Abu Bakar dengan harapan dia akan menolaknya. Tetapi ternyata Abu Bakar menjawab,“Jika memang benar Muhammad yang mengatakannya, maka dia telah berkata benar dan sungguh aku membenarkan lebih dari itu.“

            Pada pagi harinya di malam Isra’ itu Jibril datang kepada Rasulullah saw mengajarkan
cara shalat dan menjelaskan waktu-waktunya. Sebelum disyariatkannya shalat lima aktu , Rasulullah saw melakukan shalat dua ra’kaat di pagi hari dan dua raka’at di sore hari sebagaimana dilakukan oleh Ibrahim as.

D.    Bai’at aqabah  ke I dan Ke II
            Pada tahun berikutnya dua belas orang lelaki dari Anshar datang di musim haji menemui Rasulullah saw, di ‘Aqabah (‘Aqabah pertama. Kemudian mereka berbaiat kepada Rasulullah saw seperi isi baiat kaum wanita (yakni tidak berbaiat untuk perang dan jihad). Di antar amereka terdapat As’ad bin Zurarah, Rafi’ bin Malik, ‘Ubadah bin Shamit dan Abu al-Haitsam bin Tihan. Setelah pembaiatan ini, para utusan kaum Anshar itu pulang ke Madinah. Bersama mereka Rasulullah saw mengikutsertakan Mush’ab bin Umair untuk mengajarkan al-Quran dan hukum-hukum agama kepada mereka. Sehingga akhirnya Mush’ab bin Umair dikenal sebagai Muqri’ul-Madinah.
            Pada musim haji berikutnya , Mush’ab bin ‘Umair kembali ke Mekkah dengan membawa sejumlah besar kaum Muslim Madinah. Mereka berangkat dengan menyusup di tengah-tengah rombongan kaum musyrik ynag pergi haji. Muhammad bin Ishaq meriwayatkan dari Ka’ab bin Malik : Kemduian kami berjanji kepada Rasulullah saw untuk bertemu di ‘Aqabah pada pertengahan hari Tasyrik. Setelah selesai pelaksanaan haji, dan pada malam perjanjian kami dengan Rasulullah saw , kami tidur pada malam itu bersama rombongan kaum kami. Ketika sudah laurt malam, kami keluar dengan sembunyi-sembunyi untuk menemui Rasulullah saw sampai kami berkumpul di sebuah lembah di pinggir ‘Aqabah . Kami waktu itu berjumlah tujuh puluh orang lelaki dan dua orang
wanita, Nasibah binti Ka’b dan Asma’ binti Amr bin ‘Addi.
Di lembah itulah kami berkumpul menunggu Rasulullah saw samapi beliau datang bersma pamannya, Abbas bin Abdul Muththalib. Orang-orang pun lantas berkata,“Ambillah dari kami apa saja yang kamu suka untuk dirimu dan Rabb-mu.“ Kemudian Rasulullah saw berbicara dan membacakan al-Quran. Beliau mengajak supaya mengimani Allah dan
memberikan dorongan kepada Islam, kemudian bersabda : „Aku baiat kamu untuk membelaku, sebagaimana kamu membela istri-istri dan anak-anakmu.“

E.     Hijrah
Ibnu SA’d di dlaam kitabnya ath-Thabaqat menyebutkan riwayat dari Aisyah ra. :
Ketika jumlah pengikutnya mencapai tujuh puluh orang. Rasulullah saw merasa senang, Karena Allah telah membuatnya suatu „benteng pertahanan“ dari suatu kaum yang memiliki keahlian dalam peperangan, persenjataan, dan pembelaan. Tetapi permusuhan dan penyiksaan kaum musyrik terhadap kaum Muslim pun semakin gencar dan berat. Mereka menerima cacian dan penyiksaan yang sebelumnya tidak pernah mereka alami, sehingga para sahabat mengadu kepada Rasulullah saw dan permintaan ijin ini dijawab oleh Rasulullah saw :
„Sesungguhnya aku pun telah diberitahu bahwa tempat hijrah kalian adalah Yatsrib. Barang
siapa yang ingin ke luar, maka hendaklah ia keluar ke Yatsrib.“

            Maka para sahabat pun bersiap-siap , mengemas semau keperluan perjalanan, kemduian berangkatlah ek Madinah secara sembunyi-sembunyi. Sahabat yang pertama kali sampai di Madinah ialah Abu Salamah bin Abdul - Asad kemudian Amir bin Rab’ah bersama istrinya.

            Laila binti Abi Hasymah, dialah wanita yang pertama kali datang ke Madinah dengan
menggunakan kendaraan sekedup. Setelah itu para sahabat Rasulullah saw datang secara bergelombang. Mereka turun di rumah-rumah kaum Anshar mendapatkan tempat perlindungan. Demikianlah secara berangsur-angsur kaum Muslim melakukan hijrah ke Madinah sehingga tidak ada yang tertinggal di Mekkah kecuali Rasullah saw , Abu Bakar ra, Ali ra, orang-orang yang ditahan, orang-orang sakit dan orang-orang yang tidak mampu keluar

            Dalam beberapa riwayat yang shahih disebutkan bahwa setelah Abu Bakar ra melihat
kaum Muslim sudah banyak yang berangkat hijrah ke Madinah, ia datang kepada Rasulullah sw meminta ijin untuk berhijrah. Tetapi dijawab oleh Rasulullah saw ;“Jangan tergesa-gesa, aku ingin memperoleh ijin dulu dari Allah.“ Abu Bakar bertanya,“Apakah engkau juga menginginkannya?“ Jawab Nabi saw ,“Ya.“ Kemudian Abu Bakar ra menangguhkan keberangkatannya untuk menemani Rasulullah saw . Ia lalu membeli dua ekor unta dan dipeliharanya selama empat bulan.

            Selama masa tersebut kaum Quraisy mengetahui bahwa Rasulullah saw telah memiliki pendukung dan sahabat dari luar Mekkah. Mereka khawatir jangan-jangan Rasulullah saw keluar dari Mekkah kemudian menghimpun kekuatan di sana dan menyerang mereka. Maka diadakanlah pertemuan di Darun-Nadwah (rumah Qushayyi bin Kilab, tempat
kaum Quraisy memutuskan segala perkara) utuk membahas apa yang harus dilakukan terhadap Rasulullah saw . Akhirnya diperoleh kata sepakat untuk mengambil seorang pemuda yang kuat dan perkasa dari setiap kabilah Quraisy. Kepada masing-masing pemuda itu diberikan sebilah pedang yang ampuh kemudians ecara bersama-sama mereka serentak membunuhnya, agar Bani

            Manaf tidak berani melancarkan serangan terhadap semua orang Quraisy. Setelah ditentukan hari pelaksanaannya. Jibril as datang kepada Rasulullah saw memerintahkan berhijrah dan melarangnya tidur di tempat tidurnya pada malam itu.“

Dalam riwayat Bukhari, Aisya ra mengatakan:“ Pada suatu hari kami duduk di rumah Abu Bakar ra , tiba-tiba ada seseorang yang berkata kepada Abu Bakar,“Rasulullah saw datnag padahal beliau tidak biasa datang kemari pada saat-saat seperti ini.“ Kemudian Abu Bakar berkata:“Demi bapak dan ibuku yang menjadi tebusan engkau, Demi Allah , Rasulullah saw datang pada saat seperti ini, tentu ada suatu kejadian penting.“ Aisya ra berkata :“ Kemudian Rasulullah saw datang dan meminta ijin untuk masuk. Setelah dipesilahkan oleh Abu Bakar, Rasulullah saw pun masuk ke rumah, lalu berkata kepada Abu Bakar,“Suruhlah keluargamu masuk ke rumah.“ Abu Bakar menjawab,“Ya, Rasulullah saw tidak ada siapa-siapa kecuali keluargaku.“ Rasulullah saw menjelaskan,“Allah telah mengijinkan aku berangkat berhijrah.“ Tanya Abu Bakar,“Apakah aku jadi menemani anda , ya RAsulullah ?“ Jawab Nabi saw ,“Ya, benar engkau menemani aku .“Kemudian Abu Bakar berkata,“Ya, Rasulullah saw , ambillah salah satu dari dua ekor untaku.“ Jawab Rasulullah saw.“Ya, tetapi dengan harga.“
Lebih jauh Aisyah ra menceritakan :“Kemduian kami mempersiapkan segala keperluan secepat mungkin , dan kami buatkan bekal makanannya yang kami bungkus dalam kantung terbuat dari kulit. Lalu Asma’ binti Abu Bakar memotong ikat pinggangnya untuk mengikat
mulut kantong itu, sehingga dia mendapatkan sebutan „pemilik ikat pinggang“. Pada mala hijrah Nabi saw orang-orang musyrik telah menunggu di pintu Rasulullah saaw . Mereka mengintai hendak membunuhnya. Tetapi Rasulullah saw lewat di hadapan mereka dengan selamat, karena Allah telah mendatangkan rasa kantuk pada mereka. Sementara itu, Ali bin Abi Thalib dengan tenang tidur di atas tempat tidur Rasulullah saw , setelah mendapatkan jaminan dari beliau bahwa mereka tidak akan berbuat kejahatan terhadapnya.

            Maka berangkatlah Rasulullah saw bersama Abu Bakar menuju gua Tsur. Peristiwa ini menurut riwayat yang paling kuat terjadi pada tanggal 2 Rabi’ul awwal bertepatan dengan 20 September 622 M, tiga belas tahun setelah bi’tsah. Kemudian Abu Bakar memasuki gua
terlebih dahulu untuk melihat barangkali di dalamnya ada binatang buas atau ular. Di gua inilah keduanya menginapselama tiga hari. Setiap malam Abdullah bin Abu Bakar menginap bersama mereka, kemudian turun ke Mekkah pada waktu Shubuh. Sementara Amir bin Fahirah datang ke gua dengan membawa kambing-kambingnya untuk menghapuskan jejak Abdullah.

            Dalam pada itu, kaum musyrik setelah mengetahui keberangkatan Nabi saw menari Rasulullah sw dengan mengawasi semua jalan ke arah Madinah, dan memeriksa setiap persembunyian, bahkan sampai ke gua Tsur. Saat itu Rasulullah saw dan Abu Bakar mendengar langkah-langkah kaki kaum musyrik di sekitar gua, sehingga Abu Bakar merasa khawatir dan berbisik kepada Rasulullah saw ,“Seandainya di antara mereka ada yang melihat ke arah kakinya, niscaya mereka akan melihat kami.“ Tetapi dijawab oleh Nabi saw ,“Wahai Abu Bakar, jangan kamu kira kita hanya berdua saya. Sesungguhnya Allah berserta kita.“ Allah menutup mata kaum musyrik sehingga tak seorangpun melihat ke arah gua itu ,
dan tak serorangpun di antara mereka yang berpikir tentang apa yang ada di dalamnya. Setelah tidak ada lagi yang mencari , dan setelah datang Abdullah bin Arqath seorang pemandu jalan yang dibayar untuk menunjukkan jalan rahasia ke Madinah, berangkatlah keduanya menyusuri jalan pantai dengan dipandu oleh Abdullah bin Arqath itu. Pada waktu itu kaum Quraisy mengumumkan tawaaran, bahwa siapa saja yang dapat menangkap Muhammad saw dan abu Bakar akan diberi hadiah sebesar harga diyat (tebusan)
masing-masing dari keduanya. Pada suatu hari, ketika sejumlah orang dari bani Mudlij sedang mengadakan pertemuan, di anara mereka terdapat Suraqah bin Ja’tsam, tiba-tiba datang kepada mereka seorang laki-laki sambil berkata,“ Saya baru saja melihat beberapa bayangan hitam di pantai. Saya yakin mereka adalah Muhammad dan para sahabatnya.“ Suraqah pun mafhum bahwa mereka adlah Muhammad saw, tetapi dengan pura-pura berkata,“ Ia berhenti sejenak, kemudian menunggang dan memacu kudanya untuk mengejar rombongan iut, hingga ketika telah sampai dekat Rasulullah saw, tiba-tiba kudanya tersungkur, dan dia pun jatuh terpelanting. Kemudian dia bangun dan mengejar kembali sampai mendengar bacaan Nabis aw. Berkali-kali Abu Bakar menoleh ke belakang, sementara Rasulullah saw berjalan terus dengan tenang. Tetapi tiba-tiba Suraqah terhempas lagi dari punggung kudanya dan jatuh terpelanting. Ia bangun lagi dengan tubuh berlumuran tanah, kemudian berteriak memanggil-manggil minta diselamatkan.

            Tatkala Rasulullah saw dan Abu Bakar menghampirinya, ia meminta ma’af dan mohon supaya Nabisaw berdoa memohonkan ampunan untuknya, dan kepada Nabi saw ia
menawarkan bekal perjalanan. Oleh Nabi saw dijawab,“Kami tidak membutuhkan itu! Yang
kuminta supaya engkau tidak menyebarkan berita tentang kami.“ Suraqah menyahut ,“baiklah.“ Maka pulanglah Suraqah dan setiap kali bertemu dengan orang-orang yang mencaricari Rasulullah saw dia selalu menyarankan supaya kembali saja. Demikianlah kisah Suraqah.

            Di pagi hari ia berjuang dengan giat ingin membunuh Nabi saw, tetapi di sore hari berbalik menjadi pelindungnya.

V.                Penutup
Dalam kehidupan Rasulullah Saw di mekkah disinilah masa perjuangan rasullah yakni Allah  Menyiapkan utusannya dari jauh atau lama tidak secara instan yakni dengan proses yang panjang dan ideal bukan hanya untuk suatu kaum akan tetapi seluruh bumi. Selama empat puluh tahun Allah Swt Menyiapkan nabinya dan sekitar dua puluh tiga tahun ia nabinya menegakkan Kebenaran.

            Allah menghendaki agar Rasulullah Saw tumbuh sebagai yatim, dipelihara oleh inayah Allah semata, jauh dari tangan-tangan yang memanjakannya, dan harta yang akan membuatnya hidup dalam kemegahan, agar jiwanya tidak cenderung kepada kemewahan dan
kedudukan. Bahkan agar tidak terpengaruh oleh arti kepemimpinan dan ketokohan yang mengintainya, sehingga orang-orang akan mencampur-adukkan kesucian nubuwah dengan kemegahan dunia, dan gar orang-orang tidak menuduhkan telah mendakwahkan nubuwwah demi emncapai kemegahan dunia.

            Seandainya Abu Thalib berusia panjang mendampingi dan membela Rasulullah saw sampai tegakknya negara Islam di Madinah, dan selama itu Rasulullah saw dapat terhindar dari gangguan kaum musyrik, niscaya akan timbul kesan bahwa Abu Thlaib adalah tokoh utama yang berada di balik layar dakhwa ini. Dialah yang dengan kedudukannya dan pengaruhnya , seolah-olah memperjuangkan dan melindungi dakwah Islam, kendatipun tidak menampakkan keimanan dan keterikatannya kepada dakwah Islam. Atau tentu muncul analiya panjang lebar yang menjelaskan „nasib baik“ yang diperoleh Rasulullah saw pada saat melaksanakan dakwahnya lantaran pembelaan pamannya. Sementara nasib baik ini tidak diperoleh kaum Muslimin yang ada di sekitarnya. Seolah-olah , ketika semua orang disiksa dan dianiaya, hanya beliaulah yang terbebas dan terhindar. Sudah menjadi ketentuan Ilahi bahwa Rasulullah saw harus kehilangan orang yang secara lahiriah melindungi dan mendampinginya. Abu Thalib dan Khadijah. Ini antara lain untuk menampakkan dua hakekat penting.

            Bukti yang terbaik bagi kebenaran pernyataan hijrah Rasulullah saw dari Mekkah ke Madinah. Secara lahiriyah hijrah ini mungkin nampak sebagai suatu kerugian bagi Rasulullah saw , karena harus kehilangan negerinya. Tetapi pada hakekatnya merupakan upaya untuk melindungi dan memeliharanya. Sebab upaya memelihara sesuatu itu boleh jadi berupa tindakan meninggalkan dan menjauhinya selama masa tertentu. Beberapa tahun setelah hijrahnya ini berkat agama Islam yang telah diterapkan negeri yang hilang (Mekkah) dapat direbut kembali dengan penuh wibawa dan kekuatan yagn tak dapat digoyahkan oleh orangorang yang pernah mengejar-ngejarnya.















DAFTAR PUSTAKA
Abu Abdullah al-Zanjani Tarikh al-Qur’an, terj. Kamaluddin Marzuki Anwar Bandung: Mizan, 1991
Atiq bin Ghaits Al-Biladi, Keutamaan Kota Makkah,  Bandung: Pustaka Hidayah 1995
 Departemen Agama RI. al-Qur’an Dan Terjemahnya. Jakarta: CV.  Penerbit J-ART, 2004.

Ibnul Hisyam,Syirah Nabawiyah, Jakarta:Akbarmedia,1997

Munawwir A. W. Al-Munawwir. Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.
Qadi Iyad Ibn Musa Al yahsu, Sirah Muhammad Rasulullah SAW Junjungan  Ummat
           
             terj. Gufron A. Mas’di.  Jakarta: Fajar Interpratama Ofset, 1999

Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri,Ar-Rahiqul al-Makhtum, Jakarta: Draul Haq 2012

Thabaqat Ibnu Sa’ad, 1/6;Musnad Ahmad,/127,128,185;5/262;ad darimi,1/9




                [1]Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (CV.Penerbit J ART,2004), h.420
                [2] Atiq bin Ghaits Al-Biladi, Keutamaan Kota Makkah  (Bandung: Pustaka Hidayah 1995)  h.1
                [3] Qadi Iyad Ibn Musa Al Yahsubi, Sirah Muhammad Rasulullah SAW Junjungan Ummat, terj. Gufron A. Mas’di (Jakarta: Fajar Interpratama Ofset, 1999), h.111
                [4] Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri,Ar-Rahiqul al-Makhtum (Jakarta: Draul Haq 2012)  h.80
                [5] https://ms.wikipedia.org/wiki/Nasab
                [6] Fathi yakan,al Bashmah al Warotsiyah  h.2
                [7] Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri,Ar-Rahiqul al-Makhtum  h.80
                [8]Abu Abdullah al-Zanjani, Tarikh al-Qur’an, terj. Kamaluddin Marzuki Anwar (Cet.II;Bandung: Mizan, 1991),   h. 28
                [9] Thabaqat Ibnu Sa’ad, 1/6;Musnad Ahmad,/127,128,185;5/262;ad darimi,1/9
                [10] Sahih Muslim,Kitab al-Isra’, 1/92
                [11]Ibnul Hisyam,Syirah Nabawiyah,(Jakarta:Akbarmedia,1997).h.187,188
                [12]Ibnu Hisyam,Sirah Nabawiyah. h.32
[13] Ibnu Hisyam,Sirah Nabawiyah, h.37

No comments:

Makalah: Mahabbah, Makrifah

BAB I PENDAHULUAN   A.      Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa manusia larut dan terbuai dalam din...