NABI MUHAMMAD SAW DI MEKKAH
Khaeril Ahkam Amir
Program
Pascasarjana (S2)
Universitas
Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar
Abstrak: Pembahasan
Sejarah Peradaban Islam amat penting, dengan mempelajarinya akan mengetahui
sebab-akibat kemajuan dan kemunduran Islam. Terutama mengkaji pendidikan Islam
pada zaman Nabi Muhammad Saw. Selaku umat Islam, hendaknya kita mengetahui
sejarah guna Menumbuh kembangkan wawasan generasi sekarang juga akan datang
tentang mutiara ibrah yang terkandung pada sejarah tersebut. Sejarah
Pendidikan Islam pada masa Nabi Muhammad Saw terbagi dua periode, Makkah dan
Madinah. intisari pendidikan Islam pada periode itu disandarkan pada Alquran
dan sunnah. Rasul adalah guru, pelopor pendidikan Islam. Dari sana titik awal
perkembangan pendidikan Islam dimulai.
Kajian
ini akan membahas pendidikan Islam pada masa Rasulullah di Makkah yakni Nasab
dan Kelahiran,Masa remja dan diangkatnya menjadi Nabi dan Rasul, dan Perjuangan
Dakwah Rasulullah Saw.
Mekkah
adalah salah satu tempat mulia menurut islam, bahkan sebelum datangnya islam,
Ditambah lagi dengan lahirnya orang yang paling mulia, Sebagai seorang muslim
hendaknya kita mengetahui sejarah Nabi Muhammad Saw baik ketika beliau dalam
keadaan berdakwah di mekkah dan di angkat sebagai Rasul
Pada
periode Makkah, Nabi Muhammad lebih menitikberatkan pembinaan moral dan akhlak
serta tauhid kepada masyarakat Arab yang bermukim di Makkah
Masyarakat Mekkah pada awal kenabian Muhammad Saw dikenal
dengan sebutan jahiliyah, yakni masyarakat yang tidak mengenal Tuhan yang sebenarnya sebab patung dan batu
menjadi sembahan tuhan mereka dan mereka hidup dalam kegelapan terutama yang
berkaitan dengan akhlak dan moral. Masyarakat Arab waktu itu sudah menyimpang jauh
dan ajaran agama Tauhid, yang telah diajarkan oleh para rasul terdahulu,
seperti Nabi Ibrahim A.S. Mereka umumnya beragama watsani atau agama penyembah berhala.
Berhala-berhala yang mereka puja itu mereka letakkan di Ka’bah (Baitullah = rumah Allah SWT) yang jumlahnya
mencapai 300 lebih. Di antara
berhala-berhala yang termashyur bernama: Ma’abi, Hubal, Khuza’ah, Lata, Uzza,
dan Manat. Kebiasaan buruk
lainnya dalam masyarakat jahiliyah adalah suburnya tindak kejahatan, perjudian,
mabuk-mabukan, pertikaian antar suku, saling membunuh bahkan mengubur bayi
perempuan yang masih hidup menjadi kebiasaan mereka. Tatanan kehidupan
masyarakat tidak berjalan, yang berlaku hanyalah hukum rimba, siapalah yang
kuat dia yang berkuasa dan siapa yang menang dia yang berkuasa. Mereka sudah
tidak menjadikan ajaran para nabi terdahulu sebagai pedoman hidupnya. Selain itu ada pula sebagian
masyarakat Arab jahiliyah yang menyembah malaikat dan bintang yang dilakukan
kaum Sabi’in serta menyembah matahari, bulan, dan jin yang diperbuat oleh
sebagian masyarakat di luar kota Mekah. Dalam
situasi inilah Allah SWT mengutus Nabi Muhammad Saw untuk menyampaikan dakwah ajaran Islam.
Keywords:
Sejarah Peradaban Islam, Makkah, Nabi Muhammad Saw,Dakwah
I.
Pendahuluan
Sejarah merupakan
suatu rujukan yang sangat penting untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik.
Berkaitan dengan itu kita bisa mengetahui kejadian-kejadian yang terjadi pada
masa lalu, terutama bagi umat Islam. Perkembangan Islam pada masa Nabi Muhammad
Saw.. melalui berbagai macam cobaan dan tantangan yang dihadap untuk
menyebarkannya. Islam berkembang dengan pesat hampir semua lapisan masyarakat
dipegang dan dikendalikan oleh Islam. Perkembangan Islam pada zaman inilah
merupakan titik tolak perubahan peradaban Islam kearah yang lebih maju.
Dalam Al-Qur’an ditegaskan dalam Qs.aL Ahzab/33: 21
ô‰s)©9 tb%x. öNä3s9 ’Îû ÉAqß™u‘ «!$# îouqó™é& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_ötƒ ©!$# tPöqu‹ø9$#ur tÅzFy$# tx.sŒur ©!$# #ZŽÏVx. ÇËÊÈ
Terjemahnya
:
“Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak
menyebut Allah”.[1]
Secara geografis, kota Mekah terbagi menjadi dua bagian. Pertama,
mulai dari Masjidil Haram hingga ke arah timur disebut ma’lah (bagian
atas) dan kedua, mulai dari Masjidil Haram hingga ke arah barat dan selatan
disebut masfalah(bagian bawah). Rasulullah termasuk penduduk ma’lah.
Beliau dilahirkan dan bermukim disana, dalam hal ini tidak didapati komentar
dari orang-orang musyakikdan orang-orang yang membuang riwayat syadz (kontroversial).
Disanalah Beliau lahir, berkembang dan hidup hingga kenabian Beliau lalu
menghabiskan separuh kenabiannya, dan sampai Beliau hijrah.[2]
Muhammad dalam sejarah merupakan sosok tokoh
yang paling banyak disebut-sebut mempunyai pengaruh sangat besar bagi peradaban
manusia. Tidak hanya di kalangan umat Islam, tetapi juga semua kalangan lintas
agama mengakui keeksistensian Muhammad, baik Muhammad sebagai Nabi ataupun
Muhammad sebagai seorang pemimpin. Setiap gerak-geriknya selalu menjadi topik
yang hangat untuk dibahas. Baik karena begitu menariknya perjalanan hidup
Muhammad dalam membimbing umat manusia ke arah yang lebih baik, ataupun karena
kesuksesan yang diraihnya. Muhammad dikenal sebagai seorang yang tinggi
pengetahuannya yang tidak mungkin dicapai orang lain, kejayaan pemerintahannya
muncul dari ketinggian akalnya.[3]
Kehidupan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam setelah beliau dimuliakan oleh Allah dengan
nubuwwah dan risalah terbagi menjadi dua periode yang masing-masing memiliki
keistimewaan tersendiri secara total, yaitu:
PERIODE MEKKAH : berlangsung selama lebih kurang 13 tahun
PERIODE MADINAH : berlangsung selama 10 tahun penuh
Dan masing-masing
periode mengalami beberapa tahapan sedangkan masing-masing tahapan memiliki
karakteristik tersendiri yang menonjolkannya dari yang lainnya. Hal itu akan
tampak jelas setelah kita melakukan penelitian secara seksama dan detail
terhadap kondisi yang dilalui oleh dakwah dalam kedua periode tersebut.
Periode Mekkah dapat dibagi menjadi tiga tahapan:
Tahapan dakwah
sirriyyah (sembunyi-sembunyi); berlangsung selama tiga tahun.
Tahapan dakwah secara terang-terangan kepada penduduk Mekkah; dari permulaan tahun ke-empat kenabian hingga hijrah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ke Madinah.
Tahapan dakwah di luar Mekkah dan penyebarannya di kalangan penduduknya; dari penghujung tahun ke-sepuluh kenabian-dimana juga mencakup Periode Madinah- dan berlangsung hingga akhir hayat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.[4]
Tahapan dakwah secara terang-terangan kepada penduduk Mekkah; dari permulaan tahun ke-empat kenabian hingga hijrah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ke Madinah.
Tahapan dakwah di luar Mekkah dan penyebarannya di kalangan penduduknya; dari penghujung tahun ke-sepuluh kenabian-dimana juga mencakup Periode Madinah- dan berlangsung hingga akhir hayat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.[4]
II.
Nasab
Dan Kelahiran Nabi Muhammad Saw
A.
Nasab Nabi Muhammad Saw
Nasab
secara etimologi bererti al qorobah (kerabat), kerabat dinamakan nasab
kerana antara dua kata tersebut ada hubungan dan keterkaitan. Berasal dari
frasa "nisbatuhu ilaa abiihi nasaban" (nasabnya kepada ayahnya), Ibnus
Sikit berkata,"Nasab itu dari sisi ayah dan juga ibu." Sementara
sebahagian ahli bahasa mengatakan, "Nasab itu khusus pada ayah, ertinya
seseorang dinasabkan kepada ayahnya saja dan tidak dinasabkan kepada ibu
kecuali dalam keadaan luar biasa.[5]
Beberapa peneliti kontemporari
berusaha memberikan takrifan nasab dengan makna khusus iaitu kekerabatan dari
jalur ayah kerana manusia hanya dinasabkan kepada ayahnya saja.[6]
Adapun
nasab, beliau adalah anak dari Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdul
Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka‟ab bin Lu‟ay bin Ghalib bin Fihr
bin Malik bin An Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin
Mudhar bin Nizar bin Ma‟ad bin Adnan. Sampai disini, tidak ada perbedaan
diantara para ulama. Adnan dipastikan merupakan keturunan Nabi Isma‟il, namun
para ulama berselisih pendapat mengenai silsilah nasab dari Adnan hingga Nabi
Isma‟il As bin Ibrahim As.
Nasab
Nabi Saw terbagi dalam tiga klasifikasi:
Pertama,yang disepakati oleh Ahlus siyar wal ansab (para sejarawan dan ahli nasab);
yaitu urutan nasab beliau hingga Adnan Kedua,yang masih diperselisihkan antara
yang mengambil sikap diam dan tidak berkomentar dengan yang berpendapat
dengannya ,yaitu urutan nasab beliau dari atas adnan hingga Ibrahim As, Ketiga,yang
tidak diragukan bahwa didalamnya terdapat riwayat yang tidak sahih, yaitu urutan
nasab beliau mulai dari atas nabi Ibrahim As hingga Nabi Adam As.[7]
B. Kelahiran Nabi Muhammad Saw
Nabi
Muhammad adalah Nabi yang dilahirkan di tengah keluarga Bani Hasyim di Makkah.
Ia dilahirkan pada 12 Rabiul awal menurut yang termasyhur kalangan ahlussunnah
dan tanggal 17 bulan yang sama menurut kaum imamiyah atau 20 April tahun 571 M,
bertepatan dengan tahun gajah.[8]
Kakek Nabi Muhammad
Saw 'Abdul Muththalib memilihkan buat puteranya, 'Abdullah seorang gadis
bernama Aminah binti Wahab bin 'Abdu Manaf bin Zahrah bin Kilab. Aminah ketika
itu termasuk wanita idola di kalangan orang-orang Quraisy baik dari sisi nasab
ataupun martabatnya. Ayahnya adalah pemuka suku Bani Zahrah secara nasab dan
kedudukannya. Akhirnya 'Abdullah dikawinkan dengan Aminah dan tinggal
bersamanya di Mekkah. Tak berapa lama kemudian, dia dikirim oleh ayahnya,
'Abdul Muththalib ke Madinah. Ketika sampai disana dia sedang dalam kondisi
sakit, sehingga kemudian meninggal disana dan dikuburkan di Daar an-Naabighah
al-Ja'di. Ketika (meninggal) itu dia baru berumur 25 tahun dan tahun meninggalnya
tersebut adalah sebelum kelahiran Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam sebagaimana
pendapat mayoritas sejarawan. Ada riwayat yang menyebutkan bahwa di meninggal
dua bulan atau lebih setelah kelahiran Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam.
Ibnu Sa'ad meriwayatkan bahwa ibunda Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wasallam berkata:"ketika aku melahirkannya, dari farajku keluar cahaya
yang menerangi istana-istana negeri Syam". Imam Ahmad, ad-Darimi dan selain
keduanya juga meriwayatkan versi yang hampir mirip dengan riwayat tersebut.[9]
Setelah beliau
Shallallahu 'alaihi wasallam dilahirkan, beliau dikirim oleh ibundanya kerumah
kakeknya, 'Abdul Muththalib dan menginformasikan kepadanya berita gembira perihal
cucunya tersebut. Kakeknya langsung datang dengan sukacita dan memboyong cucunya
tersebut masuk ke Ka'bah; berdoa kepada Allah dan bersyukur kepadaNya.Kemudian
memberinya nama Muhammad padahal nama seperti ini tidak populer ketika itu di
kalangan bangsa Arab, dan pada tujuh hari kelahirannya dia mengkhitan beliau
sebagaimana tradisi yang berlaku di kalangan bangsa Arab.
Wanita pertama
yang menyusui beliau Shallallahu 'alaihi wasallam setelah ibundanya adalah
Tsuaibah. Wanita ini merupakan budak wanita Abu Lahab yang saat itu juga tengah
menyusui bayinya yang bernama Masruh . Sebelumnya, dia juga telah menyusui Hamzah
bin 'Abdulul Muththalib, kemudian menyusui Abu Salamah bin 'Abdul Asad al Makhzumi setelah beliau Shallallahu 'alaihi
wasallam.
Tradisi yang berlaku di kalangan bangsa Arab yang sudah
berperadaban adalah mencari para wanita yang dapat menyusui bayi-bayi mereka
sebagai tindakan prefentif terhadap serangan penyakit-penyakit yang biasa
tersebar di alam peradaban. Hal itu mereka lakukan agar tubuh bayi-bayi mereka
tersebut kuat, otot-otot mereka kekar serta menjaga agar lisan Arab mereka
tetap orisinil sebagaimana lisan ibu mereka dan tidak terkontaminasi.
Oleh karena itu, 'Abdul Muththalib mencari wanita-wanita yang dapat
menyusui Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam; dia memilih seorang wanita
dari kabilah Bani Sa'ad bin Bakr, yaitu Halimah binti Abu Dzuaib sebagai wanita
penyusu beliau. Suami dari wanita ini bernama al-Harits bin 'Abdul 'Uzza yang
berjuluk Abu Kabsyah, dari kabilah yang sama.
Begitulah,
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam akhirnya tetap tinggal di lingkungan kabilah
Bani Sa'ad, hingga terjadinya peristiwa dibelahnya dada beliau ketika berusia empat
atau lima tahun. Imam Muslim meriwayatkan dari Anas bahwasanya Rasulullah Shallallahu
'alaihi wasallam didatangi oleh Jibril 'alaihissalam saat beliau tengah bermain
bersama teman-teman sebayanya. Jibril memegang beliau sehingga membuatnya
pingsan lalu membelah bagian dari hatinya, kemudian mengeluarkannya segumpal
darah bersamanya. Jibril berkata: 'ini adalah bagian syaithan yang ada pada
dirimu! Kemudian meletakkannya di dalam baskom yang terbuat dari emas dan
mencucinya dengan air zamzam, merapikan dan mengembalikannya ke tempat semula.
Teman-teman sebayanya tersebut berlarian mencari ibu susuannya seraya
berkata:'sesungguhnya Muhammad sudah dibunuh!'. Mereka akhirnya beramai-ramai
menghampirinya dan menemukannya dalam\ kondisi rona muka yang sudah berubah.
Anas berkata: 'sungguh aku telah melihat bekas jahitan itu di dada beliau
Shallallahu 'alaihi wasallam '.[10]
Setelah peristiwa
tersbut halimah Merasa khawatir dan mengembalikan kepada ibundanya Aminah
hingga berusia enam tahun.
Sebagai bentuk
kesetiaan Aminah Kepada suami ia membawa Nabi Muhammad menziarahi kuburan
Ayahnya sekembalinya ditengah perjalanan Aminah terserang penyakit sehingga
meninggal dunia di suatu tempat bernama abawa.
Rasulullah dibawa
kembali ke mekkah oleh kakeknya dan di asuh. Saat beliau berusia delapan tahun
dua bulan sepuluh hari Kekek beliau meninggal dunia sebelum meninggal ia
menyerahkan tanggung jawabnya kepada paman beiau Abu Thalib saudara kandung
ayahanda beliau.
III.
Masa Remaja Dan Diangkatnya menjadi Nabi dan Rasul
A.
Masa Remaja
Ketika Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wasallam berusia dua belas tahun - ada riwayat yang menyatakan;
dua belas tahun dua bulan sepuluh hari - pamannya, Abu Thalib membawanya serta
berdagang ke negeri Syam hingga mereka sampai di suatu tempat bernama Bushra
yang masih termasuk wilayah Syam dan merupakan ibukota Hauraan. Ketika itu
juga, Syam merupakan ibukota negeri-negeri Arab yang masih dibawah kekuasaan
Romawi. Di negeri inilah dikenal seorang Rahib yang bernama Buhaira (ada yang
mengatakan nama aslinya adalah Jirjis). Ketika rombongan tiba, dia langsung menyongsong
mereka padahal sebelumnya tidak pernah dia lakukan hal itu, kemudian menyampiri
mereka, satu-persatu hingga sampai kepada Rasulullah lalu memegang tangannya
sembari berkata: "inilah penghulu para makhluk, inilah Rasul Rabb alam semesta,
dia diutus oleh Allah sebagai rahmat bagi alam semesta ini". Abu Thalib
dan pemuka kaum Quraisy bertanya kepadanya: "bagaimana anda tahu hal
itu?". Dia menjawab: "sesungguhnya ketika kalian menanjak bebukitan,
tidak satupun dari bebatuan ataupun pohon melainkan bersujud terhadapnya, dan
kedua makhluk itu tidak akan bersujud kecuali terhadap Nabi. Sesungguhnya aku
dapat mengetahuinya melalui cincin kenabian yang terletak pada bagian bawah
tulang rawan pundaknya yang bentuknya seperti apel. Sesungguhnya kami
mengetahui beritanya dari kitab suci kami. Kemudian barulah sang Rahib
mempersilahkan mereka dan menjamu mereka secara istimewa. Lalu dia meminta
kepada Abu Thalib agar memulangkan keponkannya tersebut ke Mekkah dan tidak
lagi membawanya serta ke Syam sebab khawatir bila tercium oleh orang-orang Romawi
dan Yahudi. Akhirnya, pamannya mengirimnya bersama sebagian anak-anaknya ke
Mekkah.
Rasulullah saat
berusia dua puluh tahun terjadi perang Fijr antara kabilah Quraisy dan sekutu mereka dari Bani Kinanah melawan kabilah Qais dan
'Ilan,Rasulullah ikut membantu paman-pamannya menyediakan anak panah buat
mereka.
Diawal masa mudanya,
beliau Shallallahu 'alaihi wasallam tidak memiliki pekerjaan
tertentu, hanya saja riwayat-riwayat yang ada menyebutkan bahwa
beliau bekerja sebagai pengembala kambing dan mengembalanya di perkampungan
kabilah Bani Sa'ad disamping bekerja untuk Ahli Mekkah dengan upah sebesar
Qaraariith (jamak dari kata qiiraath ; yaitu bagian dari uang dinar, ada lagi
pendapat yang menyatakan bahwa itu adalah nama suatu tempat di Mekkah akan
tetapi pendapat ini tidak kuat-[lihat; fathul Bari dalam syarahnya terhadap
hadits tentang ini]-red). Ketika berusia dua puluh lima tahun, beliau pergi
berdagang ke negeri Syam dengan modal yang diperoleh dari Khadijah radhiallâhu
'anha . Ibnu Ishaq berkata: "Khadijah binti Khuwailid adalah salah seorang
wanita pedagang yang memiliki banyak harta dan bernasab baik. Dia menyewa
banyak kaum lelaki untuk memperdagangkan hartanya dengan sistem bagi hasil.
Kabilah Quraisy dikenal sebagai pedagang handal, maka tatkala sampai ke
telinganya perihal kejujuran bicara, amanah dan akhlaq Rasulullah Shallallahu
'alaihi wasallam yang mulia, dia mengutus seseorang untuk menemuinya dan
menawarkannya untuk memperdagangkan harta miliknya ke negeri Syam. Dia
menyerahkan kepada beliau barang dagangan yang istimewa yang tidak pernah
dipercayakannya kepada pedagang-pedagang yang lainnya. Beliau juga didampingi
oleh seorang pembantunya bernama Maisarah. Beliau menerima tawaran tersebut dan
berangkat dengan barang-barang dagangannya bersama pembantunya tersebut hingga
sampai ke Syam.[11]
Pada saat beliau
Shallallahu 'alaihi wasallam berusia tiga puluh lima tahun, kabilah Quraisy membangun
Ka'bah karena kondisinya sebelum itu hanyalah berupa tumpukantumpukan batu-batu
berukuran diatas tinggi badan manusia, yaitu setinggi sembilan hasta di masa
Ismail 'alaihissalam dan tidak memiliki atap. Karenanya, harta terpendam yang ada
didalamnya berhasil dicuri oleh segerombolan para pencuri. Disamping itu,
karena merupakan peninggalan sejarah, ka'bah sering diserang oleh pasukan
berkuda sehingga merapuhkan bangunannya dan merontokkan sendi-sendinya. Lima
tahun sebelum beliau diutus menjadi Rasulullah, Mekkah dilanda banjir besar dan
airnya meluap mencapai pelataran al-Baitul Haram sehingga mengakibatkan
bangunan ka'bah hampir ambruk. Orang-orang Quraisy terpaksa merenovasi
bangunannya untuk menjaga reputasinya Sedangkan yang menjadi pimpinan proyeknya
adalah seorang arsitek asal Romawi yang bernama Baqum . Tatkala pengerjaan
tersebut sampai ke al-Hajar al- Aswadi, mereka bertikai tentang siapa yang
paling berhak untuk meletakkannya ke tempat semula dan pertikaian tersebut
berlangsung selama empat atau lima malam bahkan\ semakin meruncing sehingga
hampir terjadi peperangan yang maha dahsyat di tanah al- Haram . Untunglah,
Umayyah bin al-Mughirah al-Makhzumi menengahi dan menawarkan penyelesaian
pertikaian diantara mereka lewat perundingan damai, caranya; siapa yang paling
dahulu memasuki pintu masjid diantara mereka maka dialah yang berhak meletakkannya.
Tawaran ini dapat diterima oleh semua dan atas kehendak Allah Ta'ala.
Rasulullah lah
yang menjadi orang pertama yang memasukinya. Tatkala mereka melihatnya, dia
disambut dengan teriakan: "inilah al-Amiin! Kami rela! Inilah Muhammad ".
Dan ketika beliau mendekati mereka dan diberitahu tentang hal tersebut, beliau meminta
sehelai selendang dan meletakkan al-Hajar al-Aswad ditengahnya, lalu pemimpin-pemimpin
kabilah yang bertikai tersebut diminta agar masing-masing memegang ujung
selendang dan memerintahkan mereka untuk mengangkatnya tinggitinggi hingga
manakala mereka telah menggelindingkannya dan sampai ke tempatnya, beliau
Shallallahu 'alaihi wasallam mengambilnya dengan tangannya dan meletakkannya di
tempatnya semula. Ini merupakan solusi yang tepat dan jitu yang diridhai oleh
semua pihak.
Sesungguhnya telah
terhimpun pada diri Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam sejak dari perkembangannya
kelebihan-kelebihan yang merupakan terbaik yang ada pada lapisan masyarakat
kala itu. Beliau adalah tipe manusia utama dari sisi kejernihan berpikir dan ketajaman
pandangan. Beliau memiliki porsi kecerdikan yang lebih, orisinilitas pemikiran dan
ketepatan sarana dan misi. Beliau biasa diam berlama-lama untuk renungan yang panjang,
pemusatan pikiran serta pencapaian kebenaran. Dengan akalnya yang brilian dan fithrahnya
yang suci beliau memonitor lembaran kehidupan, urusan manusia dan kondisi banyak
kelompok. Karenanya, beliau acuh terhadap segala bentuk khurafat dan jauh sejauh-sejauhnya
dari hal itu. Beliau berinteraksi dengan manusia secara profesional baik terhadap
dirinya ataupun diri mereka; hal yang baik beliau ikut berpartisipasi
didalamnya dan jika tidak, maka beliau
lebih memilih untuk mengasingkan diri. Beliau tidak pernah minum khamar, tidak
pernah makan daging yang dipersembahkan kepada berhala, tidak pernah menghadiri
perayaan untuk berhala ataupun pesta-pestanya bahkan dari sejak pertumbuhannya
sudah menghindari dari sesembahan yang bathil. Lebih dari itu, beliau malah
amat membencinya dan tidak dapat menahan dirinya bila mendengar sumpah serapah
dengan nama laata dan 'uzza.
Tidak dapat
disangkal lagi bahwa berkat takdir ilahi lah beliau dapat terjaga dari hal tersebut;
manakala hawa nafsu menggebu-gebu untuk mengintai sebagian kenikmatan duniawi
dan rela mengikuti sebagian tradisi tak terpuji, ketika itulah 'inaayah
rabbaniyyah menghalanginya dari hal-hal tersebut.
B.
Kerasulan dan Kenabian
Mendekati usia empat puluh tahun, mulailah
tumbuh pada diri Nabi saw kecenderungan untuk melakukan ‘uzlah. Allah
menumbuhkan pada dirinya rasa senang untuk melakukan ikhtila’ (menyendiri) di
gua Hira’ (hira’ adalah nama sebuah gunung yang terletak di sebelah barat laut
kota Mekkah). Ia menyendiri dan beribadah di gua tersebut selama beberapa
malam. Kadang sampai sepuluh malam, kadang lebih dari itu, sampai satu bulan.
Kemudian beliau kembali ke rumahnya sejenak hanya untuk mengambil bekal baru untuk
melanjutkan Ikhtila’- nya di gua Hira’. Demikianlah Nabi saw terus melakukannya
sampai turun wahyu kepadanya ketika beliau sedang melakukan ‘uzlah.[12]
Imam Bukhari meriwayatkan dari
Aisyah r.a. menceritakan cara permulaan wahyu, ia
berkata
: “Wahyu pertama diterima oleh Rasulullah saw dimulai dengan suatu mimpi yang
benar. Dalam mimpi itu beliau melihat cahaya terang laksana fajar menyingsing
di pagi hari. Kemduian beliau digemarkan (oleh Allah) untuk melakukan khalwah
(‘uzlah). Beliau melakukan khlwat di gua Hira’ melakukan ibadah selama beberapa
malam, kemudian pulang kepada keluarganya (Khadijah) untuk mengambil bekal.
Demikianlah berulang kali hingga suatu sat beliau dikejutkan dengan datangnya
kebenaran di dalam gua Hira’. Pada suatu hari datanglah Malaikat lalu berkata
,“ Bacalah“. Beliau menjawab,“ Aku tidak dapat membaca.“ Rasulullah saw
menceritakan lebih lanjt, Malaikat itu lalu mendekati aku dan memelukku
sehingga aku merasa lemah sekali, kemudian aku dilepaskan. Ia berkata lagi,
„Bacalah“ Aku menjawab ,“ Aku tidak dapat membaca“ . Ia mendekati aku lagi dan
mendekapku, sehingga aku merasa tidak berdaya sama sekali, kemudian aku
dilepaskan. Ia berkata lagi,“ Bacalah“ Aku menjawab,“ Aku tidak dapat membaca.“
Untuk yang ketiga kalinya ia mendekati aku dan memelukku hingga aku merasa
lemas, kemudian aku dilepaskan. Selanjutnya ia berkata lagi,“ Bacalah dengan
nama Rabb-mu yang telah menciptakan .. menciptakan manusia dari segumpal
darah...“ dan seterusnya.
Rasulullah saw segera pulang daam
keadaan gemetar sekujur badannya menemui Khadijah lalu berkata ,“ Selimutilah
aku ... selimutilah aku ..“ Kemudian beliau diselimuti\ hingga hilang rasa
takutnya. Setelah itu beliau berkata kepada Khadijah,“ Hai Khadijah , tahukah
engkau mengapa aku tadi begitu ?“ Lalu beliau menceritakan apa yang baru dialaminya . Selanjutnya beliau berkata
: „Aku sesungguhnya khawatir terhadap diriku (dari gangguan makhluk jin
) .Siti Khadijah menjawab : Tidak! Bergembiralah ! Demi Allah sesungguhnya
tidak akan membuat anda kecewa. Anda seorang yang suka menyambung tali
keluarga, selalu menolong orang yang susah, menghormati tamu dan membela orang
yang berdiri di atas kebenaran.
Beberapa saat kemudian Khadijah
mengajak Rasulullah saw pergi menemui Waraqah bin naufal, salah seroang anak
paman Siti Khadijah. Di masa jahiliyah ia memeluk agama Nasrani. Ia dapat
menulis huruf Ibrani, bahkan pernah menulis bagian-bagian dari Injil dalam
bahasa Ibrani. Ia seorang yang sudah lanjut usia dan telah kehilangan
penghilatannya. Kepadanya Khadijah berkata : „Wahai anak pamanku, dengarkanlah
apa yang hendak dikatakan oleh anak- lelaki saudaramu ( yakni Muhammad saw )“.
Waraqah bertanya kepada Muhammad saw,“ Hai anak saudaraku, ada apakah gerangan
?“ Rasulullah saw , kemudian menceritakan apa yang dilihat dan dialami di dalam
gua Hira’. Setelah mendengar keterangan Rasulullah saw Waraqah berkata :“ Itu adalah
Malaikat yang pernah diutus Allah kepada Musa. Alangkah bahagianya seandainya
aku masih muda perkasa ! Alangkah gembiranya seandainya aku masih hidup tatkala
kamu diusir oleh kaummu! Rasulullah saw bertanya,“ Apakah mereka akan mengusir
aku?“ Waraqah menjawab ,“Ya“ Tak seorangpun yang datang membawa seperti yang
kamu bawa kecuali akan diperangi. Seandainya kelak aku masih hidup dan mengalami
hari yang kaan kamu hadapi itu psti kamu kubantu sekuat tenagaku.“ Tidak lama
kemudian Qaraqah meninggal dunia, dan untuk beberapa waktu lamanya Rasulullah
saw tidak menerima wahyu. Terjadi perselisihan tentang berapa lama wahyu
tersebut terhenti. Ada yang mengatakan tiga tahun, dan ada pula yang mengatakan
kurang dari itu. Pendapat yang lebih kuat ialah apa yang diriwayatkan oleh
Baihaqi, bahwa masa terhentinya wahyu tersebut selama enam bulan.
Tentang kedatangan Jibril yang
kedua, Baihaqi meriwayatkan sebuah riwayat dari jabir bin Abdillah, ia berkata
:“Aku mendengar Rasulullah saw berbicara tentang terhentinya wahyu. Beliau
berkata kepadaku:“ Di saat aku sdang berjalan, tiba-tiba aku mendengar suara
dari langit. Ketika kepada kuangkat , ternyata Malaikat yang datang kepadaku di
gua Hira’“,
kulihat sedang
duduk di kursi antara langit dan bumi. Aku segera pulang menemui istriku dan
kukakatan
kepadanya,“ Selimutilah aku , selimutilah aku ....selimutilah aku ....!
Sehubungan
dengan itu Allah
kemudian berfirman :“ hai orang yang berselimut, bangunlah dan beri peringatan.
Agungkanlah Rabb-mu , sucikanlah pakaianmu, dan jauhilah perbuatan dosa ....“ alMuddatsir.Sejak
itu wahyu mulai diturunkan secara kontinyu.
IV.
Perjuangan Dakwah Rasulullah di Mekkah
A.
Dakwah
Dakwah
Islamiyah di masa hidup Nabi saw, sejak bi’tsah hingga wafatnya menempuh empat
tahapan : Pertama, Dakwah secara rahasia, selama tiga tahun. Kedua, Dakwah
secara terang-terangan dengan menggunakan lisan saja tanpa perang, berlangsung sampai
hijrah. Ketiga, Dakwah secara terang-terangan dengan memerangi orang-orang yang
menyerang dan memulai peperangan atau kejahatan. Tahapan ini berlangsung sampai
tahun perdamaian Hudaibiyah. Tahapan keempat, Dakwah secara terang-terangan
dengan memerangi setiap orang yang menghalangi jalannya dakwah atau menghalangi
orang yang masuk Islam. Setelah masa dakwan yang pemberitahuan dari kaum
musyrik, anti agama atau penyembah berhala. Pada tahapan inilah syariat Islam
dan hukum jihad dalam Islam mencapai kemapanan.[13]
B. Dakwah Sirriyah (Secara Rahasia)
Nabi saw mulai menyambut Allah Swt
dengan mengajak manusia untuk menyembah Allah Swt semata dan meninggalkan
berhala. Tetapi dakwah Nabi ini dilakukan secara rahasia untuk menghindari
tindakkan buruk orang-orang Quraisy yang fanatik terhadap kemusyrikan dan peganismenya.
Nabi saw tidak menampakkan dakwah di majelis-majelis umum orang-orang Quraisy,
dan tidak melakukan dakwah kecuali kepada orang yang memiliki hubungan kerabat atau
kenal baik sebelumnya. Orang-orang yang pertama kali masuk Islam ialah Khadijah
binti Khuwailid r.a., Ali bin Abi Thalib, Zaib bin Haritza mantan budak
Rasulullah saw, dan anak angkatnya, Abu Bakar bin Abi Qufahah, Ustman bin
Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash dan
lainnya.
Mereka ini bertemu dengan Nabi
secara rahasia. Apabila salah seorang di antara mereka ingin melaksanakan salah
satu ibadah, ia pergi ke lorong-lorong Mekkah seraya bersembunyi dari pandangan
orang-orang Quraisy. Ketika orang-orang ynag menganut Islam lebih dari tiga
puluh lelaki dan wanita, Rasulullah saw memilih rumah salah seorang dari
mereka, yaitu rumah al-Arqam bin Abi al- Arqam,s ebagai tempat pertemuan untuk
mengadakan pembinaan dan pengajaran. Dakwah pada tahapan ini menghasilkan
sekitar empat puluh lelaki dan wanita telah menganut Islam. Kebanyakan mereka
adalah orang-orang fakir, kaum budak dan orang-orang Quraisy yang tidak
memiliki kedudukan.
C. Dakwah Jahriah (Secra terang-teranan)
Ibnu Hisyam berkata : Kemudian
secara berturut-turut manusia, wanita dan lelaki ,memeluk Islam, sehingga
berita Islam tersiar di Mekkah dan menjadi bahan pembicaraan orang. lalau Allah
memerintahkan Rasul-Nya menyampaikan Islam dan mengajak orang kepadanya secara
terang-terangan, setelah selama tiga tahun Rasulullah saw melakukan dakwah
secara sembunyi, kemudian Allah berfirman kepadanya :
Maka
siarkanlah apa yang diperintahkan kepadamu, dan janganlah kamu pedulikan orang musyrik.“
QS al-Hijr : 94
Dan
berilah peringatan kepada kerabatmu yang terdekat, dan rendahkanlah dirimu
terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman.“ QS
asy-Syu’ara : 214-215
Dan
katakanlah „Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan.“ QS
al-Hijr: 89
Setelah menerima perintah dalam ayat tersebut, Rasululullah
Shallallâhu 'alaihi wasallam mengundang keluarga terdekatnya, Bani Hasyim. Demi Allah! aku masih akan melindungi dan membelamu akan tetapi
diriku tidak memberikan cukup keberanian kepadaku untuk berpisah dengan agama
Abdul Muththalib ". Ketika itu, berkata Abu Lahab: "demi Allah! ini
benar-benar merupakan aib besar. Ayo cegahlah dia sebelum dia berhasil menyeret
orang lain selain kalian!. Abu Thalib menjawab: "demi Allah! Sungguh selama
kami masih hidup, kami akan membelanya".
Pada waktu itu pula Rasulullah saw
segera melaksanakan perintah Allah. Kemudian menyambut firman Allah:“ Maka
siarkanlah apa yang diperintahkan kepadamu dan janganlah kamu pedulikan
orang-orang yang musyrik.“ Dengan pergi ke atas bukit Shafa lalu memanggil,“Wahai
Bani Fihr, wahai bani ‘adi,“ Sehingga mereka berkumpul dan orang yang tidak
bisa hadir mengirimkan orang untuk melihat apa yang terjadi. Maka Nabi saw
berkata:“ Bagaimanakah pendapatmu jika aku kabarkan bahwa di belakang gunung
ini ada sepasukan kuda musuh yang datang akan menyerangmu, apakah kamu
mempercayaiku ?“ Jawab mereka
:“
Ya, kami belum pernah melihat kamu berdusta.“ Kata Nabi saw :“ Ketehuilah sesungguhnya
aku adalah seorang pemberi peringatan kepada kalian dari siksa yang pedih.“
Kemudian
Abu Lahab memprotes,“Sungguh celaka kamu sepanjang hari , hanya untuk inikah
kamu
mengumpulkan kami.“ Lalu turunlah firman Allah :
‘Binasalah
kedua belah tangan Abu Lahab, dan sesungguhnya dia akan binasa.
Disebutkan dalam beberapa sanad dari
Musa bin ‘uqbah dan dari Ibnu Ishaq, juga dari yang lainnya, bawha orang-orang
kafir Quraisy telah bersepakat untuk membunuh Rasulullah saw . Kesepakatan dan
keputusan ini disampaikan kepada Bani Hasyim dan Bani Abdul Muththalib. Tetapi
bani Hasyim dan Bani Abdul Muththalib tidak mau menyerahkan Rasulullah saw
kepada mereka.
Setelah kaum Quraisy tidak berhasil
membunuh Rasulullah saw , mereka sepakat untuk mengucilkan Rasulullah saw dan
kaum Muslimin yang mengikutinya, serta Bani Hasyim dan bani Abdul Muththalib
yang melindunginya. Untuk tujuan ini mereka telah menulis suatu perjanjian,
bahwa mereka tidak akan mengawini dan berjual beli dengan mereka yang dikucilkan.
Tidak akan menerima perdamaian dan tidak akan berbelas kasihan kepada mereka sampai
Bani Muththalib menyerahkan Rasulullah saw kepada mereka untuk dibunuh. Naskah perjanjian
ini mereka gantungkan di dalam Ka’bah. Kaum kafir Quraisy berpegang teguh
dengan perjanjian ini selam tiga tahun, sejak bulan Muharram tahun ketujuh
kenabian hingga tahun kesepuluh. Tetapi ada pendapat lain yang mengatakan bahwa
pemboikotan tersebut berlangsung selama dua tahun saja.
Riwayat Musa bin ‘Uqbah menunjukkan
bahwa pemboikotan terjadi sebelum Rasulullah saw memerintahkan para sahabatnya berhijrah
ke Habasyiah. Bahkan perintah untuk berhijrah ke Habasyiah dikeluarkan
Rasulullah saw pada saat berlangsungnya pemboikotan ini. Tetapi riwayat Ibnu
Ishaq menyebutkan bahwa penulisan perjanjian pemboikotan dilakukan setelah para
sahabat Rasulullah saw berhijrah ke Habasyiah dan sesudah Umar masuk Islam.
Bani hasyim, bani Muththalib dan
kaum Muslimin termasuk di dalamnya Rasulullah saw dikepung dan dikucilkan di
syi’ib (pemukiman) Bani Muththalib ( di Mekkah) terdapat beberapa syi’ib). Di
pemukiman inilah kaum Muslimin dan kaum kafir dari Bani Hasyim dan Bani Muththalib
berkumpul. Kecuali Abu Lahab (Abdul Izzi bin Abdul Muththalib) karena dia telah
bergabung dengan Quraisy dan menetang Nabi saw dan para sahabatnya. Kaum Muslim
menghadapi pemboikotan ini dengan dorongan agama (Islam), sementara kaum kafir
mengahadapi
karena dorongan fanatisme kabilah (hmiyyah).
Pada awal tahun ketiga dari
pemboikotan dan pengepungan ini, bani Qushayyi
mengecam
pemboikotan tersebut. Mereka mmutuskan bersama untuk membatalkan perjanjian. Dalam
pada itu Allah telah mengirim anai-anai (rayap) untuk menghancurkan lembaran perjanjian
tersebut, kecuali beberapa kalimat yang menyebutkan nama Allah. Zuhair bin
Umayah. Dia datang kepada orang-orang yang berkerumun di samping Ka’bah dan
berkata kepada mereka,“ Wahai penduduk Mekkah , apakah kita bersenang-senang makan
dan minum, sedangkan orang-orang Bani Hasyim dan Bani Muththalib kita biarkan binasa,
tidak bisa menjual dan membeli apa-apa? Demi Allah, aku tidak akan tinggal diam
sebelum merobek-robek naskah yang dzalim itu. Kemudian empat orang lainnya
mengucapkan perkataan yang sama. Lalu Muth’am bin ‘Adi bangkit menuju naskah
perjanjian dan merobek-robeknya. Setelah itu kelima orang tersebut bersama
sejumlahorang datang kepada Bani Hasyim dan Bani Muththalib serta kaum Muslimin
lalu memerintahkan agar mereka kembali ke tampat masing-masing sebagaimana biasa.
Pada tahun kesepuluh kenabian, istri
Nasbi saw, Khadijah binti Khuwailid, dan
pamannya
, Abu Thlaib , wafat. Berkata Ibnu Sa’d dalam Thabaqat-nya : Selisih waktu
antara kematian Khadijah dan kematian Abu Thalib hanya satu bulan lima hari. Khadija
r.a. sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hisyam adalah menteri kebenaran untuk Islam.
Pada saat-saat Rasulullah saw menghadapi masalah-masalah berat, beliaulah yang
selalu menghibur dan membesarkan hatinya. Akan halnya Abu Thalib, dia telah
memberikan dukungan kepada Rasulullah saw dalam menghadapi kaumnya.
Berkata Ibnu Hisyam : Setelah Abu
Thalib meninggal, kaum Quraisy bertambah leluasa melancarkan penyiksaan kepada
Rasulullah saw, sampai orang awam Quraisy pun berani melemparkan kotoran ke
atas kepala Rasulullah saw. Sehingga pernah Rasulullah saw pulang ke rumah
berlumuran tanah. Melihat ini, salah seorang putri beliau bangkit dan
membersihkan kotoran dari atas kepalanya sambil menangis. Tetapi Rasulullah saw
berkata
kepadanya,“Jananganlah
engkau menangis wahai anakku, sesungguhnya Allah akan menolong bapakmu.“
Nabi saw menamakan ini sebagai
„tahun duka cita“, karena begitu berat dan hebatnya
penderitaan
di jalan dakwah pada tahun ini. Dua peristiwa ini terjadi dalam jangka
waktu yang tidak terpaut lama, sehingga menorehkan
perasaan duka dan lara di hati Rasulullah Saw, belum lagi cobaan yang dilancarkan
kaumnya, karena dengan kematian keduanya mereka semakin berani menyakiti
dan mengganggu beliau. Mendung menjadi bertumpuk-tumpuk, sehingga beliau
hampir putus asa menghadapi mereka. Untuk itu beliau pergi ke Tha'if, dengan
setitik
harapan mereka berkenan menerima dakwah atau minimal mau melindungi dan
mengulurkan
pertolongan dalam menghadapi kaum beliau.
Pertama,
bahwa semua bentuk penyiksaan dan penderitaan yang dialami Rasulullahs aw ,
khususnya
dalam perjalanan hijrah ke Thaif ini hanyalah merupakan sebagian dari perjuangan
tabligh-nya kepada manusia.
Di antara dalil yang menguatkan apa
yang kami kemukakan ialah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari
Aisyah r.a , ia berkata :
„Wahai
Rasulullah saw , pernahkah engkau mengalami peristiwa yang lebih berat dari
peristiwaUhud ?“ Jawab Nabi saw ,“Aku telah mengalami berbagai penganiayaan
dari kaumku. Tetapi penganiayaan terberat yang pernah aku rasakan ialah pada
hari ‘Aqabah di mana aku datang dan berdakwah kepada Ibnu Abdi Yalil bin Abdi
Kilal, tetapi tersentak dan tersadar ketika sampai di Qarnu’ts-Tsa’alib. Lalu
aku angkat kepalaku, dan aku pandang dan tiba-tiba munsul Jibril memanggilku
seraya berkata ,“ Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan dan jawaban
kaummu terhadapmu, dan Allah telah mengutus Malaikat penjaga gunung untuk engkau
perintahkan sesukamu,“ Nabi saw melanjutkan . Kemudian Malaikat penjaga gunung memanggilku
dan mengucapkan salam kepadaku lalu berkata ,“ Wahai Muhammad! Sesungguhnya
Allah telah mendengar perkataan kaummu terhadapmu. Aku adalah Malaikat penjaga
gunung , dan Rabb-mu telah mengutusku kepadamu untuk engkau perintahkan sesukamu,
jika engkau suka, aku bisa membalikkan gunung Akhsyabin ini ke atas mereka. „ Jawab
Nabi saw,“ Bahkan aku menginginkan semoga Allah berkenan mengeluarkan dari anak
keturunan mereka generasi yang menyambah Allah semata, tidak menyekutukan-Nya,
dengan sesuatu pun.“
Isra’ ialah perjalanan Nabi saw dari
Masjidil al-Haram di Mekkah ke Masjidil al-Aqsha di al-Quds. Mi’raj ialah
kenaikan Rasulullah saw menembus beberapa lapisan langit tertinggi sampai batas
yang tidak dapat dijangkau oleh ilmu semua makhluk, Malaikat, manusia dan jin .
Semua itu ditempuh dalam sehari
semalam. Terjadi silang pendapat tentang sejarah terjadinya mu’jizat ini.
Apakah pada tahun kesepuluh kenabian ataukah sesudahnya ? Menurut riwayat Ibnu
Sa’d di dalam Thabaqat-nya peristiwa ini terjadi delapan belas bulan sebelum
hijrah. Jumhur kaum Muslim sepakat bahwa perjalanan ini dilakukan Rasulullah
saw dengan jasad dan ruh. Karena itu, ia merupakan salah satu mu’jizatnya ynag
mengagumkan yang dikaruniakan Allah kepadanya.
Kisah perjalanan ini disebutkan oleh
Bukhari dan Muslim secara lengkap di dalam shahihnya. Disebutkan bahwa dalam
perjalanan ini Rasulullah saw menunggang Buroq yakni satu jenis binatang yang
lebih besar sedikit dari keledai dan lebih kecil sedikit dari unta. Binatang
ini berjalan denganlangkah sejauh mata memandang. Diebutkan pula bahwa Nabi saw
memasuki Masjidil l-Aqsha lalu
shalat dua raka’at di dalamyna. Kemudian Jibril datang kepadanya seraya membawa
segelas khamar dan segelas susu. Lalu Nabi saw memilih susu. Setelah itu Jibril
berkomentar ,“Engkau telah memilih fitarh.“ Dalam perjalanan ini Rasulullah saw
naik ke langit pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya sampai ke
Sidratul-Muntaha. Di sinilah kemudian Allah mewahyukan kepadanya apa yang telah
diwahyukan di antaranya kewajiban shalat lima waktu atas kaum Muslim, dimana
pada awalnya sebanyak lima puluh kali sehari semalam.
Keesokan harinya Rasulullah saw
menyampaikan apa yang disaksikan kepada penduduk Mekkah. Tetapi oleh kaum
musyrik berita ini didustakan dan ditertawakan. Sehingga sebagian mereka menantang Rasulullah saw untuk
menggambarkan Baitul -maqdis, jika benar ia telah pergi dan melakukan shalat di
dalamnya. Padahal ketika menziarahinya, tidak pernah terlintas dalam pikiran
Rasulullah saw untuk menghafal bentuknya dan menghitung tiang-tiangnya.
Kemudian Allah swt memperlihatkan
bentuk dan gambar Baitul-maqdis di hadapan Rasulullah Saw sehingga dengan mudah
beliau menjelaskannya secara rinci.
Bukhari
dan Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda :
„Ketika
kaum Quraisy mendustakan aku, aku berdiri di Hijr (Isma’il), lalu Allah memperlihatkan
Baitul-Maqdis kepadaku. Kemudian aku kabarkan kepada mereka tentang tiang-tiangnya
dari apa yang aku lihat.
Berita ini oleh sebagian kaum
musyrik disampaikan kepada Abu Bakar dengan harapan dia akan menolaknya. Tetapi
ternyata Abu Bakar menjawab,“Jika memang benar Muhammad yang mengatakannya,
maka dia telah berkata benar dan sungguh aku membenarkan lebih dari itu.“
Pada pagi harinya di malam Isra’ itu
Jibril datang kepada Rasulullah saw mengajarkan
cara
shalat dan menjelaskan waktu-waktunya. Sebelum disyariatkannya shalat lima aktu
, Rasulullah saw melakukan shalat dua ra’kaat di pagi hari dan dua raka’at di
sore hari sebagaimana dilakukan oleh Ibrahim as.
D. Bai’at aqabah ke I dan Ke II
Pada
tahun berikutnya dua belas orang lelaki dari Anshar datang di musim haji
menemui Rasulullah saw, di ‘Aqabah (‘Aqabah pertama. Kemudian mereka berbaiat
kepada Rasulullah saw seperi isi baiat kaum wanita (yakni tidak berbaiat untuk
perang dan jihad). Di antar amereka terdapat As’ad bin Zurarah, Rafi’ bin
Malik, ‘Ubadah bin Shamit dan Abu al-Haitsam bin Tihan. Setelah pembaiatan ini,
para utusan kaum Anshar itu pulang ke Madinah. Bersama mereka Rasulullah saw
mengikutsertakan Mush’ab bin Umair untuk mengajarkan al-Quran dan hukum-hukum
agama kepada mereka. Sehingga akhirnya Mush’ab bin Umair dikenal sebagai Muqri’ul-Madinah.
Pada musim haji berikutnya , Mush’ab
bin ‘Umair kembali ke Mekkah dengan membawa sejumlah besar kaum Muslim Madinah.
Mereka berangkat dengan menyusup di tengah-tengah rombongan kaum musyrik ynag
pergi haji. Muhammad bin Ishaq meriwayatkan dari Ka’ab bin Malik : Kemduian
kami berjanji kepada Rasulullah saw untuk bertemu di ‘Aqabah pada pertengahan
hari Tasyrik. Setelah selesai pelaksanaan haji, dan pada malam perjanjian kami
dengan Rasulullah saw , kami tidur pada malam itu bersama rombongan kaum kami.
Ketika sudah laurt malam, kami keluar dengan sembunyi-sembunyi untuk menemui
Rasulullah saw sampai kami berkumpul di sebuah lembah di pinggir ‘Aqabah . Kami
waktu itu berjumlah tujuh puluh orang lelaki dan dua orang
wanita,
Nasibah binti Ka’b dan Asma’ binti Amr bin ‘Addi.
Di
lembah itulah kami berkumpul menunggu Rasulullah saw samapi beliau datang bersma
pamannya, Abbas bin Abdul Muththalib. Orang-orang pun lantas berkata,“Ambillah dari
kami apa saja yang kamu suka untuk dirimu dan Rabb-mu.“ Kemudian Rasulullah saw
berbicara dan membacakan al-Quran. Beliau mengajak supaya mengimani Allah dan
memberikan
dorongan kepada Islam, kemudian bersabda : „Aku baiat kamu untuk membelaku,
sebagaimana kamu membela istri-istri dan anak-anakmu.“
E.
Hijrah
Ibnu SA’d di dlaam kitabnya ath-Thabaqat menyebutkan
riwayat dari Aisyah ra. :
Ketika
jumlah pengikutnya mencapai tujuh puluh orang. Rasulullah saw merasa senang,
Karena Allah telah membuatnya suatu „benteng pertahanan“ dari suatu kaum yang
memiliki keahlian dalam peperangan, persenjataan, dan pembelaan. Tetapi
permusuhan dan penyiksaan kaum musyrik terhadap kaum Muslim pun semakin gencar
dan berat. Mereka menerima cacian dan penyiksaan yang sebelumnya tidak pernah
mereka alami, sehingga para sahabat mengadu kepada Rasulullah saw dan
permintaan ijin ini dijawab oleh Rasulullah saw :
„Sesungguhnya
aku pun telah diberitahu bahwa tempat hijrah kalian adalah Yatsrib. Barang
siapa
yang ingin ke luar, maka hendaklah ia keluar ke Yatsrib.“
Maka para sahabat pun bersiap-siap ,
mengemas semau keperluan perjalanan, kemduian berangkatlah ek Madinah secara
sembunyi-sembunyi. Sahabat yang pertama kali sampai di Madinah ialah Abu
Salamah bin Abdul - Asad kemudian Amir bin Rab’ah bersama istrinya.
Laila binti Abi Hasymah, dialah
wanita yang pertama kali datang ke Madinah dengan
menggunakan
kendaraan sekedup. Setelah itu para sahabat Rasulullah saw datang secara bergelombang.
Mereka turun di rumah-rumah kaum Anshar mendapatkan tempat perlindungan. Demikianlah
secara berangsur-angsur kaum Muslim melakukan hijrah ke Madinah sehingga tidak
ada yang tertinggal di Mekkah kecuali Rasullah saw , Abu Bakar ra, Ali ra, orang-orang
yang ditahan, orang-orang sakit dan orang-orang yang tidak mampu keluar
Dalam beberapa riwayat yang shahih
disebutkan bahwa setelah Abu Bakar ra melihat
kaum
Muslim sudah banyak yang berangkat hijrah ke Madinah, ia datang kepada
Rasulullah sw meminta ijin untuk berhijrah. Tetapi dijawab oleh Rasulullah saw
;“Jangan tergesa-gesa, aku ingin memperoleh ijin dulu dari Allah.“ Abu Bakar
bertanya,“Apakah engkau juga menginginkannya?“ Jawab Nabi saw ,“Ya.“ Kemudian
Abu Bakar ra menangguhkan keberangkatannya untuk menemani Rasulullah saw . Ia
lalu membeli dua ekor unta dan dipeliharanya selama empat bulan.
Selama masa tersebut kaum Quraisy
mengetahui bahwa Rasulullah saw telah memiliki pendukung dan sahabat dari luar
Mekkah. Mereka khawatir jangan-jangan Rasulullah saw keluar dari Mekkah
kemudian menghimpun kekuatan di sana dan menyerang mereka. Maka diadakanlah
pertemuan di Darun-Nadwah (rumah Qushayyi bin Kilab, tempat
kaum
Quraisy memutuskan segala perkara) utuk membahas apa yang harus dilakukan
terhadap Rasulullah saw . Akhirnya diperoleh kata sepakat untuk mengambil
seorang pemuda yang kuat dan perkasa dari setiap kabilah Quraisy. Kepada
masing-masing pemuda itu diberikan sebilah pedang yang ampuh kemudians ecara
bersama-sama mereka serentak membunuhnya, agar Bani
Manaf tidak berani melancarkan
serangan terhadap semua orang Quraisy. Setelah ditentukan hari pelaksanaannya.
Jibril as datang kepada Rasulullah saw memerintahkan berhijrah dan melarangnya
tidur di tempat tidurnya pada malam itu.“
Dalam
riwayat Bukhari, Aisya ra mengatakan:“ Pada suatu hari kami duduk di rumah Abu
Bakar ra , tiba-tiba ada seseorang yang berkata kepada Abu Bakar,“Rasulullah
saw datnag padahal beliau tidak biasa datang kemari pada saat-saat seperti
ini.“ Kemudian Abu Bakar berkata:“Demi bapak dan ibuku yang menjadi tebusan
engkau, Demi Allah , Rasulullah saw datang pada saat seperti ini, tentu ada
suatu kejadian penting.“ Aisya ra berkata :“ Kemudian Rasulullah saw datang dan
meminta ijin untuk masuk. Setelah dipesilahkan oleh Abu Bakar, Rasulullah saw
pun masuk ke rumah, lalu berkata kepada Abu Bakar,“Suruhlah keluargamu masuk ke
rumah.“ Abu Bakar menjawab,“Ya, Rasulullah saw tidak ada siapa-siapa kecuali keluargaku.“
Rasulullah saw menjelaskan,“Allah telah mengijinkan aku berangkat berhijrah.“ Tanya
Abu Bakar,“Apakah aku jadi menemani anda , ya RAsulullah ?“ Jawab Nabi saw ,“Ya,
benar engkau menemani aku .“Kemudian Abu Bakar berkata,“Ya, Rasulullah saw ,
ambillah salah satu dari dua ekor untaku.“ Jawab Rasulullah saw.“Ya, tetapi
dengan harga.“
Lebih
jauh Aisyah ra menceritakan :“Kemduian kami mempersiapkan segala keperluan secepat
mungkin , dan kami buatkan bekal makanannya yang kami bungkus dalam kantung terbuat
dari kulit. Lalu Asma’ binti Abu Bakar memotong ikat pinggangnya untuk mengikat
mulut
kantong itu, sehingga dia mendapatkan sebutan „pemilik ikat pinggang“. Pada
mala hijrah Nabi saw orang-orang musyrik telah menunggu di pintu Rasulullah saaw
. Mereka mengintai hendak membunuhnya. Tetapi Rasulullah saw lewat di hadapan mereka
dengan selamat, karena Allah telah mendatangkan rasa kantuk pada mereka.
Sementara itu, Ali bin Abi Thalib dengan tenang tidur di atas tempat tidur
Rasulullah saw , setelah mendapatkan jaminan dari beliau bahwa mereka tidak
akan berbuat kejahatan terhadapnya.
Maka berangkatlah Rasulullah saw
bersama Abu Bakar menuju gua Tsur. Peristiwa ini menurut riwayat yang paling
kuat terjadi pada tanggal 2 Rabi’ul awwal bertepatan dengan 20 September 622 M,
tiga belas tahun setelah bi’tsah. Kemudian Abu Bakar memasuki gua
terlebih
dahulu untuk melihat barangkali di dalamnya ada binatang buas atau ular. Di gua
inilah keduanya menginapselama tiga hari. Setiap malam Abdullah bin Abu Bakar
menginap bersama mereka, kemudian turun ke Mekkah pada waktu Shubuh. Sementara
Amir bin Fahirah datang ke gua dengan membawa kambing-kambingnya untuk
menghapuskan jejak Abdullah.
Dalam pada itu, kaum musyrik setelah
mengetahui keberangkatan Nabi saw menari Rasulullah sw dengan mengawasi semua
jalan ke arah Madinah, dan memeriksa setiap persembunyian, bahkan sampai ke gua
Tsur. Saat itu Rasulullah saw dan Abu Bakar mendengar langkah-langkah kaki kaum
musyrik di sekitar gua, sehingga Abu Bakar merasa khawatir dan berbisik kepada
Rasulullah saw ,“Seandainya di antara mereka ada yang melihat ke arah kakinya,
niscaya mereka akan melihat kami.“ Tetapi dijawab oleh Nabi saw ,“Wahai Abu Bakar,
jangan kamu kira kita hanya berdua saya. Sesungguhnya Allah berserta kita.“ Allah
menutup mata kaum musyrik sehingga tak seorangpun melihat ke arah gua itu ,
dan
tak serorangpun di antara mereka yang berpikir tentang apa yang ada di
dalamnya. Setelah tidak ada lagi yang mencari , dan setelah datang Abdullah bin
Arqath seorang pemandu jalan yang dibayar untuk menunjukkan jalan rahasia ke
Madinah, berangkatlah keduanya menyusuri jalan pantai dengan dipandu oleh
Abdullah bin Arqath itu. Pada waktu itu kaum Quraisy mengumumkan tawaaran,
bahwa siapa saja yang dapat menangkap Muhammad saw dan abu Bakar akan diberi
hadiah sebesar harga diyat (tebusan)
masing-masing
dari keduanya. Pada suatu hari, ketika sejumlah orang dari bani Mudlij sedang
mengadakan pertemuan, di anara mereka terdapat Suraqah bin Ja’tsam, tiba-tiba
datang kepada mereka seorang laki-laki sambil berkata,“ Saya baru saja melihat
beberapa bayangan hitam di pantai. Saya yakin mereka adalah Muhammad dan para
sahabatnya.“ Suraqah pun mafhum bahwa mereka adlah Muhammad saw, tetapi dengan
pura-pura berkata,“ Ia berhenti sejenak, kemudian menunggang dan memacu kudanya
untuk mengejar rombongan iut, hingga ketika telah sampai dekat Rasulullah saw,
tiba-tiba kudanya tersungkur, dan dia pun jatuh terpelanting. Kemudian dia bangun
dan mengejar kembali sampai mendengar bacaan Nabis aw. Berkali-kali Abu Bakar menoleh
ke belakang, sementara Rasulullah saw berjalan terus dengan tenang. Tetapi
tiba-tiba Suraqah terhempas lagi dari punggung kudanya dan jatuh terpelanting.
Ia bangun lagi dengan tubuh berlumuran tanah, kemudian berteriak
memanggil-manggil minta diselamatkan.
Tatkala Rasulullah saw dan Abu Bakar
menghampirinya, ia meminta ma’af dan mohon supaya Nabisaw berdoa memohonkan
ampunan untuknya, dan kepada Nabi saw ia
menawarkan
bekal perjalanan. Oleh Nabi saw dijawab,“Kami tidak membutuhkan itu! Yang
kuminta
supaya engkau tidak menyebarkan berita tentang kami.“ Suraqah menyahut
,“baiklah.“ Maka pulanglah Suraqah dan setiap kali bertemu dengan orang-orang yang
mencaricari Rasulullah saw dia selalu menyarankan supaya kembali saja.
Demikianlah kisah Suraqah.
Di pagi hari ia berjuang dengan giat
ingin membunuh Nabi saw, tetapi di sore hari berbalik menjadi pelindungnya.
V.
Penutup
Dalam kehidupan Rasulullah Saw di mekkah disinilah masa perjuangan
rasullah yakni Allah Menyiapkan
utusannya dari jauh atau lama tidak secara instan yakni dengan proses yang
panjang dan ideal bukan hanya untuk suatu kaum akan tetapi seluruh bumi. Selama
empat puluh tahun Allah Swt Menyiapkan nabinya dan sekitar dua puluh tiga tahun
ia nabinya menegakkan Kebenaran.
Allah menghendaki agar Rasulullah Saw
tumbuh sebagai yatim, dipelihara oleh inayah Allah semata, jauh dari
tangan-tangan yang memanjakannya, dan harta yang akan membuatnya hidup dalam
kemegahan, agar jiwanya tidak cenderung kepada kemewahan dan
kedudukan.
Bahkan agar tidak terpengaruh oleh arti kepemimpinan dan ketokohan yang mengintainya,
sehingga orang-orang akan mencampur-adukkan kesucian nubuwah dengan kemegahan
dunia, dan gar orang-orang tidak menuduhkan telah mendakwahkan nubuwwah demi
emncapai kemegahan dunia.
Seandainya Abu Thalib berusia
panjang mendampingi dan membela Rasulullah saw sampai tegakknya negara Islam di
Madinah, dan selama itu Rasulullah saw dapat terhindar dari gangguan kaum
musyrik, niscaya akan timbul kesan bahwa Abu Thlaib adalah tokoh utama yang
berada di balik layar dakhwa ini. Dialah yang dengan kedudukannya dan
pengaruhnya , seolah-olah memperjuangkan dan melindungi dakwah Islam, kendatipun
tidak menampakkan keimanan dan keterikatannya kepada dakwah Islam. Atau tentu
muncul analiya panjang lebar yang menjelaskan „nasib baik“ yang diperoleh
Rasulullah saw pada saat melaksanakan dakwahnya lantaran pembelaan pamannya.
Sementara nasib baik ini tidak diperoleh kaum Muslimin yang ada di sekitarnya.
Seolah-olah , ketika semua orang disiksa dan dianiaya, hanya beliaulah yang
terbebas dan terhindar. Sudah menjadi ketentuan Ilahi bahwa Rasulullah saw
harus kehilangan orang yang secara lahiriah melindungi dan mendampinginya. Abu
Thalib dan Khadijah. Ini antara lain untuk menampakkan dua hakekat penting.
Bukti yang terbaik bagi kebenaran
pernyataan hijrah Rasulullah saw dari Mekkah ke Madinah. Secara lahiriyah
hijrah ini mungkin nampak sebagai suatu kerugian bagi Rasulullah saw , karena
harus kehilangan negerinya. Tetapi pada hakekatnya merupakan upaya untuk
melindungi dan memeliharanya. Sebab upaya memelihara sesuatu itu boleh jadi
berupa tindakan meninggalkan dan menjauhinya selama masa tertentu. Beberapa
tahun setelah hijrahnya ini berkat agama Islam yang telah diterapkan negeri
yang hilang (Mekkah) dapat direbut kembali dengan penuh wibawa dan kekuatan
yagn tak dapat digoyahkan oleh orangorang yang pernah mengejar-ngejarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Abdullah al-Zanjani Tarikh al-Qur’an, terj. Kamaluddin Marzuki Anwar Bandung: Mizan, 1991
Atiq
bin Ghaits Al-Biladi, Keutamaan Kota Makkah, Bandung: Pustaka
Hidayah 1995
Departemen Agama RI. al-Qur’an Dan
Terjemahnya. Jakarta: CV. Penerbit
J-ART, 2004.
https://ms.wikipedia.org/wiki/Nasab,
diunduh 25
Maret 2017
Ibnul Hisyam,Syirah Nabawiyah, Jakarta:Akbarmedia,1997
Munawwir A. W. Al-Munawwir.
Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.
Qadi
Iyad Ibn Musa Al yahsu, Sirah Muhammad Rasulullah SAW Junjungan Ummat
terj. Gufron A. Mas’di. Jakarta: Fajar Interpratama Ofset, 1999
Shafiyyurrahman
al-Mubarakfuri,Ar-Rahiqul al-Makhtum, Jakarta: Draul Haq 2012
Thabaqat
Ibnu Sa’ad, 1/6;Musnad Ahmad,/127,128,185;5/262;ad darimi,1/9
No comments:
Post a Comment