Monday, October 30, 2017

TAKHRIJ AL-HADITS

Oleh : ASRUL Rahman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ada dua pegangan utama yang harus dijadikan rujukan dalam islam yaitu: Al-quran dan hadis. Namun diantara keduanya ada perbedaan dari segi kualitasnya. Al-quran merupakan produk tuhan yang terjamin keasliannya, sedangkan hadis merupakan produk manusia yang selalu dijadikan objek oleh oknum tertentu dalam mengkaburkan kaum muslimin terhadap ajaran islam yangsebenarnya atau yang kita sebut dengan hadis palsu. Dan disamping itu, diantara sekian hadis, tidak semuanya dapat dijadikan rujukan. karena tidak semua hadis itu shahih sehingga apabila menemukan sebuah hadis, kita harus menelusuri terlebih dahulu sebelum diamalkan. Dan untuk melakukan hal tersebut kita hareus mempelajari Ulumul Hadis, terutama masalah takhrijul hadits. Karena itulah saya selaku penyaji makalah ini tertarik membahas permasalahan ini. Mengingat fungsinya sangat urgen dalam menentukan kualitas sebuah hadis. Dan walaupun penjelasannya kurang begitu luas, tapi saya berharap makalah ini dapat dijadikan pegangan dasar dalam penelian hadis. B. Rumusan Masalah Untuk mempermudah pemabahasan makalah ini, maka penulis merumuskan beberapa masalah sebagai berikut : 1. Apa pengertian Takhrijul Hadits ? 2. Apa manfaat menpelajari Takhrijul Hadits ? 3. Apa saja metode-metode Takhrijul Hadits ? C. Tujuan Penulisan Dengan disusunnya makalah ini, penulis berharap agar para pembaca dapat : 1. Dapat mengetahui dan memahami makna sekaligus definisi dari Takhrijul Hadits. 2. Dapat mengetahui manfaat mempelajari Takhrijul Hadits. 3. Dapat mengetahui apa saja metode yang digunakan dalam Takhrijul Hadits. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Takhrijul Hadits Kata takhrij adalah bentuk masdar dari kata kharaja. Kata ini merupakan bentuk imbuhan dari kata dasar khuruj yang berasal dari kharaja yang berarti keluar. Dari kata kerja kharaja ini, diberi huruf tambahan menhadi bentuk akhraja (timbangan bunyi: أفعل ) dan kharaja (timbangan bunyi : فعل). Kedua kata yang telah diberi tambahan atau imbuhan itu akan membawa perubahan arti dari keluar menjadi mengeluarkan. Kedua kata itu dapat dipakai secara sinonim, misalnya dalam kalimat “hadza al-hadits akhrajahu fulanun” atau kalimat “kharraju al-bukhari”. Kalimat awal berarti si fulan telah mengeluarkan hadis ini, kalimat kedua berarti bukhari telah mengeluarkannya. Selain dari itu, kata takhrij juga berarti “ijtima’u amraini mutadladlaini fi syai’in wahidin”, artinya “bertemunya dua hal yang bertentangan pada satu waktu. Secara terminology, takhrij adalah petunjuk jalan ketempat letak hadis pada sumber-sumber yang orisinil takhrijnya berikut sanadnya, kemudiandijelaskan martabat hadisnya bila diperlukan. Pengertian takhrij menurut ahli hadist memiliki tiga macam pengertian, yaitu : • Takhrij berarti sama dengan ikhraj yaitu mengemukakan hadis kepada orang lain dengan menyebutkan tempat pengambilannya. • Takhrij berarti mengeluarkan hadis dan meriwayatkan dari isi kitab-kitab. • Takhrij yang berarti al-dalalah, artinya menunjukkan sumber asli suatu hadis serta menyebutkan orang yang meriwayatkannya. B. Manfaat Mempelajari Takhrijul Hadits Sedikitnya ada tiga hal yang menyebabkan pentingnya kegiatan takhrijul hadits dalam melaksanakan penelitian hadis, yaitu : a. Untuk mengetahui asal usul riwayat hadis yang akan diteliti. b. Untuk mengetahui seluruh riwayat bagi hadis yang akan diteliti. c. Untuk mengetahui ada tidaknya syahid dan mutabi pada sanad yang diteliti. Dengan demikian, pentingnya kegiatan takhrijul hadits tersebut tidak terlepas dari unsur-unsur yang terdapat dalam pengertian takhrijul hadist itu sendiri. Mahmud At-Thahan memasukkan perlunya mengetahui perlunya mengetahui kualitas hadis sebagai salah satu indicator definisi takhrijul hadits. Karena itu, dia berpendapat bahwa mengetahui kualitas hadis merupakan salah satu factor penting dalam kegiatan takhrijul hadist, disamping faktor-faktor yang lain. perbudaan itu muncul karena adanya perbedaan dalam memberikan definisi terhadap takhrijul hadits. C. Metode Takhrijul Hadits Untuk mengetahui secara jelas sebuah hadis beserta sumber-sumbernya ada beberapa metode takhrij yang dapat depergunakan oleh mereka yang akan menelusurinya. Metode-metode ini diupayakan oleh para ulama dengan maksud mempermudah mencari hadis nabi. Para ulama telah banyak mengkodifikasi hadis-hadis dengan mengaturnya dalam susunan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, sekalipun semuanya menyebutkan ahli hadis yang meriwayatkannya. Perbedaan cara-cara mengumpulkan inilah yang akhirnya menimbulkan ilmu takhrij. Diantara mereka ada yang menyusunnya sesuai urutan abjad hijaiyyah. Dan disamping itu ada pula yang menyusunnya sesuai dengan tema hadis, seperti sholat, zakat, puasa juga ada yang disusun menurut nama-nama perawi terakhir. Adapula menyusunnya menurut criteria hadis, seperti hadis-hadis qudsi, hadis-hadis mutawatir, hadis-hadis maudhu’dan lain-lain. Serta adapula hadis-hadis yang tersusun menurut lafal-lafal yang terdapat dalam matan hadis. Dengan melihat proses mentakhrij yang digunakan oleh para muhaditsin dalam melacak hadis, ditemukan paling tidak terdapat lima metode takhrij yang dapat kita gunakan untuk mentakhrij hadits, yaitu : 1. Takhrij menurut awal kata Takhrij dengan menggunakan metode ini disyaratkan harus tahu awal kata dari hadis yang akan dicari. Jika awal katanya tidak diketahui maka proses pencarian hadis dengan metode ini tidak mungkin bisa dilakukan. Jika awal kata asudah diketahui, maka langkah selanjutnya adalah melihat huruf pertama dari kata tersebut, demikian pula dengan huruf kedua dan ke tiganya. Misalnya hadis yang awal katanya berbunyi : من غشنا فليس منا maka kita cari hadis itu pada huruf (entri) “mim” dan “nun” (من) kemudian “ghoin”, “syin” dan seterusnya seperti saat mita mencari kosa kata dalam kamus bahasa. Kelebihan dan kekurangan metode ini Kelebihan metode ini di antaranya, kita dapat melacak hadis dengan cepat jika sudah diketahui awal katanya. Adapun kekurangannya, jika terjadi perubahan sedikit saja pada awal kata kita tidak akan mungkin bisa menemukan hadis yang kita cari. Misalnya kita akan mencari hadis yang berbunyi اذا اتاكم tapi yang kita ingat لو جاءكم Maka hadis tersebut tidak akan ditemukan. Kitab yang dapat digunakan untuk mentakhrij hadis dengan metode ini antara lain: al-Jami’ al-Kabir dan al-Jami’ ash-Shoghir minal Ahaadits al-Basyir an-Nadzir, karya Imam Jalaluddin ash-Suyuthi. 2. Takhrij melalui salah satu kata dalam hadis Takhrij dengan metode ini dapat dilakukan dengan memilih kode kata mana yang akan kita gunakan sebagai kunci atau alat bantu untuk mencari hadis. Bisa dicari melalui kosa kata yang berbentuk isim, maupun fi’il dengan berbagai pecahan tashrifnya. Adapun pencarian melalui huruf tidak dilakukan. Proses pencariannyaseperti saat kita akan mencari ayat Al-Qur’an sengan menggunakan kitab Fathu ar Rahman. Dalam pencarian hadis dengan metode ini diupayakan agar menggunakan kosa kata yang jarang dipakai dalam hadis agar pencarian dapat dilakukan dengan cepat dan fokus. Misalnya hadis yang berbunyi :ان الملاءكة لتضع اجنحتها لطالب العلم ر ضى بما يصنع agar pelacakan dapat dilakukan lebih cepat maka kitapilih kata اجنتها Dalam arti ” جنح “ . karena kosa kata ini relatif lebih sedikit digunakan ketimbang kosa kata lain seperti “الملاءكة” Atau “العلم”. Kelebihan dan kekurangan metode ini kelebihannya, pertama, dengan sebatas mengetahui salah satu kosa kata dalam hadis sudah dapat kita gunakan untuk mentakhrij. Kedua, terdapat informasi rinci tentang nama kitab, bab dan nomor hadis. Kekurangannya, pertama, proses pencarian akan terasa sulit jika kita tidak dapat menemukan akar kata dari lafadz yang akan kita cari. Kedua, hadis yang ditampilkan terkadang tidak sesuai secara persis dengan yang cari, jika terdapat pengurangan dan penambahan kata dalam matan. Kitab yang digunakan mentakhrij dengan metode ini adalah kitab al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaadli al-Hadis an-Nabawi, berisi hadis-hadis dari Sembilan kitab yang paling terkenal diantara kitab-kitab,yaitu: kutub as-Sittah, Muwaththa’ Imam Malik, Musnad imam Ahmad, dan Musnad ad-Darimi. Kitab ini disusun oleh tim yang terdiri dari enam orang orientalis, dan diketuai oleh Prof. Dr. Wensink (W. 1939), Seorang guru bahasa Arab di universitas Leiden Belanda dan kemudian diterjemahkan oleh Muhammad Fuad Abdul-Baqi. 3. Takhrij melalui perawi pertama Metode ini digunakan jika kita mengetahui nama perawi pertama yang meriwayatkan hadits tersebut.perawi pertama bisa dari kalangan sahabat, jika hadisnya muttashil dan musnad, bias juga tabi’in jika hadisnya mursal. Namun jika nama perawi hadisnya tidak diketahui maka metode ini tidak dapat digunakan untuk mentakhrij. Misalnya hadits riwayat Imam Ahmad: حدثنا يونس بن محمد, ثنا عبد الواحد بن زياد, ثنا محمد بن اسحاق عن داود بن الحصين عن واقد بن عبدالرحمن بنمعاذ عن جابر قال: قال رسو ل الله صلى الله عليه وسلم إذا خطب أحدكم امرأة ، فإن استطاع أن ينظر إلى بعض ما يدعوه إلى نكاحها فليفعل. Jika ditemukan hadits dengan bentuk seperti ini, maka kita dapat melacak keberadaannya melalui perawi pertama; yang dalam hadits di atas adalah Jabir. Pencariannya melalui kitab-kitab takhrij yang disusun dengan periwayat, seperti kitab-kitab musnad. Saat kita membuka kitab musnad, misalnya kitab musnad Imam Ahmad bin Hambal akan kita dapatkan kitab tersebut tersusun hadis-hadisnya sesuai dengan periwayat-periwayatnya. Jadi tiap periwayat dibawahnya terdapat hadis-hadis yang diriwayatkannya. Tinggal kita mencari hadis yang dimaksud yang berada di bawah nam sahabat tersebut. Kitab yang digunakan untuk mentakrij dengan metode ini adalah kitab: musanid (kitab yang disusun berdasarkan periwayat pertama) seperti musnad Imam Ahmad bin Hanbal. Kitab al-Athraf: kebanyakan kitab-kitab al-athraf disusun berdasarkan musnad-musnad para sahabat dengan urutan nama mereka sesuai susunan huruf abjad. Jika seorang peneliti mengetahui bagian dari hadis itu, maka dapat merujuk pada sumber-sumber yang ditunjukkan oleh kitab-kitab al-athraf tadi untuk mengambil hadits secara lengkap. Kelebihan dan kekurangan metode ini Kelebihannya, lebih tepat mendapatkan hadits yang dicari, karena langsung focus pada hadits yang diriwayatkan oleh sahabat yang dimaksud. Adapun kekurangannya, tidak mungkin menggunakan cara ini jika tidak diketahui perawinya.susunan semacam ini, terkadang membutuhkan kesabaran saat mencari hadis yang diriwayatkan banyak hadis, karena harus mencari satu persatu dari sekian banyak hadis riwayat periwayat yang dimaksud. 4. Takhrij melalui tema pembahasan hadis Takhrij dengan metode ini dituntut kecerdasan dan penetahuan tentang fiqih hadis. Seorang pentakhrij diharuskan mampu memetakan hadis yang dicari sesuai dengan tema yang berkaitan dengan hadis yang dicari. Jika telah dikatahui tema dan objek pembahasan hadits, maka bisa dibantu dalam takhrijnya dengan karya-karya hadis yang disusun berdasarkan bab-bab dan judul-judul. Cara ini banya dibantu dengan menggunakan kitab Miftah Kunuz As-Sunnah yang berisi daftar isi yang disusun berdasarkan judul-judul pembahasan. Kitab ini disusun oleh seorang orientalis berkebangsaan Belanda yang bernama Prod. Dr. Arinjan Wensink yang juga penyusun dari kitab Mu’jam al-Mufahras. Kitab ini mencakup daftar isi untuk 14 kitab hadits yang terkenal, yaitu: al-kutub at-tis’ah (sebagaimana yang digunakan dalam al-mu’jam al-Mufahras) ditambah dengan kitab Musnad Abu Dawud Ath-Thayalisi, Musnad Zaid bin Ali, Sirah Ibnu Hisyam, Maghazi Al-Waqidi, dan Thabaqat Ibnu Sa’ad. Dalam menyusun kitab ini, penyusun (Wensink) menghabiskan waktunya selama 10 tahun. Kitab ini kemudianditerjemahkan ke bahasa Arab dan diedarkan oleh Muhammad Fuad Abdul-Baqi yang menghabiskan waktu untuk itu selam 4 tahun. Kelebihan dan kekurangan metode ini Kelebihannya, pertama, metode ini tidak menuntut keharusan awal kata dari hadis sebagaimana pada metode pertama, tidak juga pengertian tentang tashrif kosakata sebagaimana pada metode kedua, tidak pula pengetahuan pada periwayat pertama sebagaimana pada metode ketiga. Cukup dengan mengetahui makna yang terkandung dalam hadis sudah dapat menggunakan metode ini. Kedua, metode ini mengasah kecerdasan siswa atau peneliti saat berusaha makna yang terkandung dalam hadis yang hendak dicari. Dengan menggunakan cara ini berulang-ulang akan memberikan ketajaman dalam memahami fiqih hadits. Ketiga, metode ini juga akan memberikan informasi tentang hadis yang dicari dan hadis-hadis lain yang sesuai dengan topiknya, yang hal ini akan semakin membangkitkan motifasi pentakhrij. Kekurangannya, pertama, jika makna yang terkandung tidak ditemukan, maka metode ini tidak dapat dilakukan. Kedua, terkadang makna hadis yang difahami penyusun berbeda berbeda dengan yang difahami oleh pentakhrij sehingga hadis tidak dapat ditemukan. 5. Takhrij melalui sifat atau jenis hadis Saat akan mentakhrij sebuah hadis, dapat kita gunakan salah satu dari metode-metode takhrij di atas. Adapun metode kelima ini memberikan nuansa baru. Jika dalam hadis yang akan kita cari nampak sifat yang jelas akan jenis hadis tersebut, maka sifat itu tidak dapat digunakan sebagai patokan dalam mencari hadis. Para ulama telah mengklarifikasi hadis-hadis Nabi dalam kelompok-kelompok tertentu sesuai dengan jenisnya. Bagi peneliti tidak akan kesulitan tatkala hendak melacak hadits jika sudah ditemukan jenis tersebut. Misalnya jika sudah diketahui bahwa hadis yang akan kita cari masuk katagori hadis muttawatir, maka kita tinggal malacak di kitab kumpulan hadis-hadis mutawatir. Jika kategori hadis maudhu’, maka dicari kitab kumpulan hadis-hadis maudhu’ dan jika hadis qudsi, maka dilacak di kitab kumpulan hadis qudsi dan sedemikian seterusnya. Kitab-kitab yang dapat digunakan dalam metode ini cukup banyak sesuai dengan sifatnya masing-masing, antara lain: al-Azhar al-Mutanatsirah fi al-Akhbar al-mutawatirah (berisi kumpulan hadis-hadis mutawatir) karya imam ash-Suyuthi, al-Ithafat as¬-Saniyah fi al-Ahadits al-Qudsiyyah (kumpulan hadis-hadis qudsi) disusun oleh Majlis al-A’la bidang al-Qur’an dan Hadis, Tanzih ash-Syari’ah al-Marfu’ah an al-Akhbar ash-Syani’ah al-Maudhu’ah (kumpulan hadis maudu’) karya ibn ‘Iraq, dan lain sebagainya. Kelebihan dan kekurangan metode ini Kelebihannya, metode ini cukup mudah dan simple, karena kitab yang digunakan mentakhrij tidak banyak hingga melacaknya tidak terlalu sulit. Adapun kekurangannya, lebih dikarenakan minimnya kitab yang dimaksudkan hingga keleluasaan pelacakannya terbatasi. Demikianlah beberapa metode yang dapat ditempuh dalam mentakhrij hadis dengan spesifikasinya masing-masing. Satu hal yang patut diingat, bahwa materi takhrij hadits tidak sebatas memberikan pengetahuan tentang pengetahuan tentang metode-metode takhrij, namun juga memberikan keahlian (maharah) dalam mentakhrij. Agar materi takhrij ini memberikan banyak guna dan manfaat, maka hendaknya saat membaca perlu menghadirkan kitab-kitab yang dimaksud agar dapat langsung menggunakannya. Praktik mentakhrij juga akan mengenalkan peneliti pada banyak kitab hadis di perpustakaan. Memang, pelacakan hadis pada zaman kita sekarang sudah dapat dilakukan dengan menggunakan program CD yang jauh lebih simple, namun mengenal kitab-kitab turats karya para ulama Islam tidak dapat dilakukan melalui CD. Ada sisi positif dan negatifnya dengan hadirnya program-proramnya CD yang banyak tersebar di banyak Negara, serta banyak pula kitab turats yang telah dibentuk dalam program CD. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Pada hakikatnya takhrij hadits adalah penelusuran atau pencarian hadis pada berbagai kitab hadis sebagai sumbernya yang asli yang didalamnya dikemukakan secara lengkap matan dan sanadnya. Penelusuran dan pencarian hadis pada sumber aslinya ini memeliki beberapa urgensi yakni; • Secara metodologis pengutipan hadis pada sumber primer adalah suatu keharusan. • Syarat untuk penelitian sanad. • Menghindari kesalahan redaksi. • Menghindari kesalahan nilai hadis karena membangsakan kualitas hadis secara tidak benar. Seperti menempatkan hadits dhaif kepada hadits shahih atau sebaliknya. Adapun metode takhrijul hadits itu sendiri terdiri dari lima macam, yakni : 1. Takhrij melalui awal kata 2. Takhrij melalui salah satu kata dalam hadis 3. Takhrij melalui perawi pertama 4. Takhrij melalui tema pembahasan hadis 5. Takhrij melalui sifat atau jenis hadis B. Saran Di dalam penulisan makalah ini, penulis sangat menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan yang sempat terselip pada setiap lembaran didalamnya. Untuk itu, penulis berharap agar para pembaca secara terbuka dapat memberikan masukan dan kritikan serta-merta sebagai perbaikan dan penyempurnaan makalah ini kedepannya. DAFTAR PUSTAKA Ahmad, Arifuddin. 2005. Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi. Cet. I; Jakarta: Renaisan Ahmad, Muhammad & M. Mudzakir. 2000. Ulum al-Hadits. Cet. II; Bandung: CV. Pustaka Setia Al-Maliki, Muhammad Alwi. 2009. Ilmu Ushul Hadits. Terj. Adnan Qohar; Cet. II; Yogyakarta: Pustaka Pelajar Al-Munawar, Said Agil Husin. 2003. Al-quran Membangun Tradisi Keshalehan Hakiki. Cet. III; Jakarta: Ciputat Press Al-Munawwir, AW. 1984. Kamus Arab Indonesia. Surabaya: Pustaka Progressif Anwar, Moh. 1981. Ilmu Mushthalah Hadits. Surabaya: Al-Ikhlas Al-Thahhan, Mahmud. 1978. Ushul Al-Takhrij Wa Dirasat Al-Asanid. Beirut: Dar Al-Quran Al-Karim Al-Qardhawi,Yusuf. 2007. Pengantar Studi Hadits. Terj. Agus Suyadi Raharusun dan Dede Rodin; Bandung: CV. Pustaka Setia Ash-Shiddieqy, M. Hasbi. 1991. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Cet. X; Jakarta: PT. Bulan Bintang Asse, Ambo. 2014. Ilmu Hadis: Pengantar Memahami Hadis Nabi saw. Makassar: Dar al-Hikmah wa al-Ulum Alauddin Makassar Cook, Michael A. 2012. Oposisi Penulisan Hadits di Masa Awal Islam. Terj. Ali Masrur Abdul Ghaffar; Bandung: Marja Hassan, A. Qadir. 2007. Ilmu Mushthalah Hadits. Bandung: CV. Penerbit Diponegoro Ilyas, Abustani dan La Ode Ismail Ahmad. 2011. Filsafat Ilmu Hadis. Cet. I; Surakarta: Zadahanifah Publishing Ismail, M. Syuhudi. 1992. Metodologi Penelitian Hadis. Jakarta: Bulan Bintang ________________, 1992. Cara Praktis Mencari Hadis. Cet. II; Jakarta: Bulan Bintang Jumantoro, Totok. 2002. Kamus Ilmu Hadis, Cet.II ;Jakarta: PT. Bumi Aksara Khaeruman, Badri. 2010. Ulum al-Hadits. Bandung: Pustaka Setia Mudassir. 2010. Ilmu Hadits. Cet. II; Bandung: PT. Pustaka Setia Sulaiman, M. Noor. 2009. Antologi Ilmu Hadis, Cet. II; Jakarta: Gaung Persada Press Suparta, Munzier. 2007. Ilmu Hadits. Cet. VII; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Syafe’i, Rahmat. 2003. Al-Hadits : Aqidah, Akhlak, Sosial, dan Hukum. Cet. II; Bandung: CV. Pustaka Setia

No comments:

Makalah: Mahabbah, Makrifah

BAB I PENDAHULUAN   A.      Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa manusia larut dan terbuai dalam din...