Monday, December 4, 2017

Tauhid



1.    EKSPLORASI  MATERI  AJAR
1.    Pengertian Tauhiddan Ilmu Tauhid
Kata tauhid berasal dari bahasa Arab, masdar dari kata توحيد-يوحّد-وحّد. Secara etimologis, tauhid berarti keesaan, maksudnya keyakinan bahwa Allah SWT adalah esa, tunggal, satu. Mentauhidkan berarti mengakui keesaan Allah atau mengesakan Allah. Menurut Muhammad Abduh asal makna tauhid adalah meyakinkan (mengi’tiqatkan) bahwa Allah adalah satu tidak syarikat bagi-Nya. Secara terminologi para ulama mendefinisikan tauhid sebagai berikut;
1.Menurut  M. Thaib Thahir A. Mu’in
Tauhid adalah mengetahui atau mengenal Allah, mengetahui dan meyakinkan Allah itu tunggal, tidak ada sekutu-Nya.
2.Menurut A. Hanafi
Tauhid ialah percaya tentang wujud Tuhan Yang Maha Esa, yang tidak ada sekutu bagi-Nya, baik zat, sifat, maupun perbuatan-Nya; Yang mengutus utusan untuk memberi petunjuk kepada alam dan umat manusia kepada jalan kebaikan; yang meminta pertanggungjawaban seseorang di akhirat.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, tauhid adalah mengenal Allah dengan meyakini bahwa Dia esa dalam dzat, sifat dan perbuatan dan tiada sekutu bagi Allah.
Tauhid merupakan inti dan dasar dari seluruh tata nilai dan norma Islam, sehingga Islam dikenal sebagai agama tauhid yaitu agama yang mengesakan Tuhan.Dalam ajaran Islam tauhid itu berarti keyakinan akan keesaan Allah. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al Baqarah:163, QS. Muhammad:19. Menyangkut identitas Allah, dalam QS. Al Ihlas diantara mengatakan bahwa Allah itu Esa. Dan Allah menegaskan bahwa Dia-lah Tuhan yang patut disembah, QS. Thaha: 14.
وَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ لا إِلَهَ إِلا هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ
Dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (QS. Al Baqarah: 163)
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ
Maka ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan (QS. Muhammad: 19).
إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلاةَ لِذِكْرِي
Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat aku.QS. Thaha: 14
Kaitannya dengan aspek ilmu pengetahuan, para ulama mendefinisikan ilmu tauhid sebagai berikut;
1.    Menurut Muhammad Abduh
Ilmu tauhid ialah ilmu yang membahas tentang wujud Allah dan sifat-sifat yang wajib ada pada-Nya, dan sifat yang boleh ada pada-Nya dan sifat yang tidak harus ada pada-Nya (mustahil), ia juga membahas tentang para rosul untuk menegaskan tugas dan risalahnya, sifat-sifat yang wajib ada padanya yang boleh ada padanya (jaiz) dan yang tidak boleh ada padanya (mustahil).
2.    Menurut Husain Affandi Al Jisr Al Tharablusy
Ilmu tauhid adalah ilmu yang membahas hal-hal yang menetapkan akidah agama dengan dalil-dalil yang meyakinkan.

3.    Menurut M. Thaib Thahir A. Mu’in
Ilmu tauhid adalah ilmu yang meyelidiki dan membahas soal yang wajib, mustahi, dan jaiz bagi Allah dan bagi sekalian utusan-utusan-Nya, juga mengupas dalil-dalil yang mungkin cocok dengan akal pikiran sebagai alat untuk membuktikan ada-Nya zat yang mewujudkan.
4.    Menurut TM. Hasby Ash Shidieqy
Ilmu tauhid adalah ilmu yang membicarakan tentang cara-cara menetapkan akidah agama dengan mempergunakan dalil-dalil yang meyakinkan, baik dalil itu naqli, aqli, maupun dalil wijdani (perasaan yang halus).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, ilmu tauhid (theology) adalah suatu ilmu yang membahas tentang pokok-pokok akidah agama dengan berlandaskan dalil-dalil yang pasti terutama sekali yang berhubungan dengan wujud Allah dengan kesempurnaan sifat-sifat-Nya.
Tujuan mempelajari ilmu tauhid adalah mengenal Allah dan rasul-Nya dengan dalil dalil yang pasti dan menetapkan sesuatu yang wajib bagi Allah dari sifat sifat yang sempurna dan mensucikan Allah dari tanda tanda kekurangan dan membenarkan semua rasul rasul Nya.Dan  perkara yang dibicarakan dalam ilmu tauhid adalah dzat Allah dan dzat para rasul Nya dilihat dari segi apa yang wajib (harus) bagi Allah dan Rasul Nya, apa yang mustahil dan apa yang jaiz (boleh atau tidak boleh).
5.    Pokok Pembahasan Ilmu Tauhid
Pokok pembahasan ilmu tauhid adalah wujud Allah SWT dan hal-hal yang berkaitan dengan-Nya. Karena itu, aspek penting dalam ilmu tauhid adalah keyakinan akan adanya Allah Yang Mahasempurna, Mahakuasa, dan memiliki sifat-sifat keMahasempurnaan lainnya.Tauhid tidak hanya sekedar diketahui dan dimiliki oleh seseorang, tetapi lebih dari itu, ia harus dihayati dengan baik dan benar. Apabila tauhid telah dimiliki, dimengerti, dan dihayati dengan baik dan benar, kesadaran seseorang akan tugas dan kewajibannya sebagai hamba Allah akan muncul sendirinya. Keesaan Allah mencakup 4 macam :
1.    Keesaan Dzat
Keesaan Dzat  mengandung  pengertian  bahwa  seseorang  harus percaya  bahwa  Allah  SWT tidak terdiri dari unsur-unsur, atau bagian-bagian,  karena  bila  Dzat  Yang  Mahakuasa  itu terdiri  dari dua unsur atau lebih berarti Allah membutuhkan unsur atau bagian.  Dzat Allah pasti tidak  terdiri  dari  unsur  atau  bagian-bagian betapapun  kecilnya,  karena  jika  demikian, Allah tidak lagi menjadi Tuhan. Benak kita  tidak  dapat  membayangkan jika Allah membutuhkan sesuatu padahal  Al Qur’an menegaskan:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ
Wahai  seluruh  manusia kamulah yang butuh kepada Allah dan Allah Mahakaya tidak membutuhkan sesuatu lagi Maha  Terpuji" (QS. Fathir: 15).

2.    Keesaan Sifat
Adapun keesaan sifat-Nya, maka itu antara lain berarti bahwa Allah memiliki sifat yang tidak  sama  dalam  substansi  dan kapasitasnya dengan sifat makhluk, walaupun dari segi bahasa kata yang digunakan  untuk  menunjuk  sifat  tersebut  sama.
Sebagai  contoh,  kata  rahim  merupakan  sifat  bagi Allah, tetapi juga  digunakan  untuk  menunjuk  rahmat  atau  kasih sayang  makhluk.  Namun  substansi  dan kapasitas rahmat dan kasih sayang Allah berbeda dengan rahmat makhluk-Nya. Allah Esa dalam sifat-Nya, sehingga tidak ada yang  menyamai substansi dan kapasitas sifat tersebut. Seperti firman Allah dalam QS. Al Fatihah: 3,
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Maha Pemurah lagi Maha Penyayang (QS. Al Fatihah: 3)
3.    Keesaan Perbuatan
Keesaan ini mengandung arti bahwa segala sesuatu yang berada di alam raya ini, baik  sistem  kerjanya  maupun  sebab  dan wujud-Nya,  kesemuanya  adalah hasil perbuatan Allah semata. Apa  yang  dikehendaki-Nya  terjadi,  dan  apa  yang   tidak dikehendaki-Nya  tidak  akan  terjadi, tidak ada daya (untuk memperoleh manfaat),  tidak  pula  kekuatan  (untuk  menolak madarat), kecuali bersumber dari Allah SWT. Tetapi ini bukan berarti bahwa Allah  SWT,  berlaku sewenang-wenang,   atau   bekerja   tanpa   sistem yang ditetapkan-Nya. Keesaan   perbuatan-Nya   dikaitkan  dengan hukum-hukum, atau  takdir dan sunnatullah  yang ditetapkan-Nya. Dalam mewujudkan kehendak-Nya Dia tidak membutuhkan apapun. Sebagaimana firman-Nya,
إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
Sesungguhnya   keadaan-Nya  bila  Dia  menghendaki  sesuatu hanyalah berkata, 'Jadilah!' Maka jadilah  ia  (QS.  Yasin: 82)
4.    Keesaan dalam beribadah kepada-Nya
Mengesakan  Allah  dalam  beribadah,  menuntut  manusia untuk  melaksanakan  segala  sesuatu demi karena Allah, baik sesuatu itu dalam  bentuk  ibadah  mahdhah  (murni),  maupun selainnya.  Walhasil, keesaan Allah dalam beribadah kepada-Nya adalah dengan  melaksanakan  apa  yang  tergambar dalam firman-Nya,
قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Katakanlah, Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku, (seterusnya) karena Allah, Pemelihara seluruh alam (QS. Al An'am: 162).
Apabila  seseorang  telah  menganut  akidah   tauhid   dalam pengertian  yang  sebenarnya,  maka  akan lahir dari dirinya berbagai aktivitas, yang kesemuanya merupakan ibadah  kepada Allah,  baik  ibadah dalam pengertiannya yang sempit (ibadah murni) maupun pengertiannya yang luas.
Macam-Macam Tauhid
1.    Tauhid Uluuhiyah
Uluhiyyah berasal dari kata ilah yang berarti adalah Tuhan. Tauhid Uluhiyah adalah mengakui bahwa hanya Allah, Tuhan yang berhak disembah, tidak ada sekutu bagi-Nya. Atau dalam pengertian meng-Esakan Allah dalam segala bentuk ibadah, sehingga kita tidak berdoa kecuali hanya kepada Allah, tidak takut kecuali kepada Allah tidak bertawakal kecuali kepada Allah dan tidak tunduk kecuali hanya kepada Allah.
Tauhid uluhiyah bertitik tolak dari kalimat tauhid, yakni La ilaaha Illa Allah. Kalimat ini mengandung dua pengertian yakni adanya peniadaan (an nafy/negasi) dan peneguhan (al itsbat/ konfirmasi) barkaitan dengan masalah ketuhanan. Negasi yang dimaksud adalah meniadakan segala bentuk ketuhanan yaitu pada kalimat La ilaaha, untuk kemudian diteguhkan (konfirmasi)dengan sistem ketuhanan yang paling benar yaitu pada kalimat Illa Allah. Jadi kalimat tersebut mengandung makna bahwa Allah adalah Tuhan yang paling berhak untuk di sembah oleh mahluk.
Pentingnya beriman kepada uluhiyah Allah tampak pada hal-hal di bawah ini:
1.    Bahwa tujuan penciptaan manusia dan jin adalah beribadah kepada Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS. Adz Dzariyat: 56).
2.    Bahwasannya tujuan diutusnya para rasul dan diturunkannya kitab-kitab samawi adalah untuk menetapkan dan mengakui bahwa Allah adalah Tuhan yang berhak disembah, sebagaimana firman Allah dalam QS. An Nahl: 36,
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut. (QS. An Nahl: 36).
3.    Sesungguhnya kewajiban pertama atas setiap manusia adalah beriman kepada uluhiyah Allah. Sebagaimana yang diwasiatkan Nabi Muhammad SAW., kepada Mu’adz bin Jabal saat ia diutus ke Yaman. Ketika itu Nabi Muhammad bersabda,
إِنَّكَ تَأْتِيْ قَوْماً مِنْ أَهْلِ الْكِتاَبِ فَلْيَكُنْ أَوَّلَ ماَ تَدْعُوْهُمْ إِلَيْهِ شَهاَدَةُ أَنْ لاَ إِلـهَ إِلاَّاللهُ
Sesungguhnya engkau akan datang kepada kaum dari kalangan ahli kitab, karena itu pertama kali yang hendaknya engkau serukan kepada mereka adalah bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah. (HR. Bukhari dan Muslim).

4.    Tauhid Rubuubiyah
Perkataan rububiyyah bersal dari kata rabb berarti pecipta dan mengatur segala yang ada ini. Tauhid rububiyah adalah meyakini bahwa hanya Allah, Tuhan yang menciptakan, yang memberi rizki, yang mengatur, memelihara, yang menghidupkan dan mematikan.
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ وَالنُّورَ
Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan Mengadakan gelap dan terang (QS. Al An’am: 1)
Pada zaman Nabi Muhammad SAW., orang-orang musyrikin juga mengakui Tauhid rububiyah ini, mereka mengakui bahwa Allah yang menciptakan, menghidupkan, mematikan, dan memberi rizki. Tetapi mereka masih mengingkari Tauhid uluhiyah.Sebagaimana diterangkan dalam firman Allah QS. Az Zuhruf: 87 dan QS. Yunus: 31, 
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ
Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: "Allah", Maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)”. (QS.  Az Zukhruf : 87)
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ أَمْ مَنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالأبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الأمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلا تَتَّقُونَ
Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang Kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?" Maka mereka akan menjawab: "Allah". Maka Katakanlah "Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)? (QS. Yunus: 31)

5.    Tauhid asmaa wa sifaat
Kata asmaadalah bentuk jama dari kata ismun, yang artinya nama. Asma Allah berartinama-nama Allah. Asma’ul husna berarti nama-nama yang baik dan terpuji. Sehingga istilah asma’ul husna bagi Allah maksudnya adalah nama-nama yang indah, baik dan terpuji yang menjadi milik Allah. Misalnya: Ar Rahman, Ar Rahim, Al Malik, Al Ghafur, dan lain-lain.
وَلِلَّهِ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Hanya milik Allah asmaa-ul husna, Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. (QS. Al A’raf: 180)
Demikian juga disebut dalam hadis riwayat Imam Bukhari
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ
Dari Abu Hurairah ra, Nabi SAW bersabda: Allah mempunyai 99 nama (HR. Bukhari)
Sedangkan kata sifat dalam bahasa Arab mencakup segala informasi yang melekat pada suatu yang wujud. Kata sifat Allah mencakup perbuatannya, kekuasaannya, apa saja yang ada pada Dzat Allah, dan segala informasi tentang Allah. Misalnya  Allah memiliki tangan yang sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya, Allah memiliki kaki yang sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya, Allah turun ke langit dunia, Allah bersemayam di Arsy, Allah Mahasuci, Allah Mahaperkasa, Allah Mahaagung, Allah Maharaja, dan lain-lain.
هُوَ اللَّهُ الَّذِي لا إِلَهَ إِلا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ
Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, yang Maha Suci, yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.(QS. Al Hasyr: 23).
Tauhid asma’ wa sifat adalah  mengesakan Allah dalam apa yang Allah miliki dari nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Dalam pengertian ini terkandung dua hal, yakni al itsbat dan nafyul mumatsalah. Al Itsbat adalah menetapkan semua nama dan sifat bagi Allah, dari apa yang telah Allah tetapkan sendiri dalam kitab-Nya atau apa yang ditetapkan Rasul-Nya dalam sunnahnya. Dan nafyul mumatsalah (meniadakan penyerupaan/ penyamaan) adalah tidak menyamakan/ menyerupakan Allah dengan selain-Nya dalam nama-nama dan sifat-sifat-Nya.
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Tidak  ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat (QS. Asy Syura: 11)
Bertauhid nama dalam dan sifat Allah dilakukan dengan cara menetapkan nama dan sifat yang Allah tetapkan bagi dirinya dan menafikan nama dan sifat yang Allah nafikan dari dirinya, dengan tanpa tahrif, tanpa ta’thil, tanpa takyif, dan tanpa tafwidh.
1.    Tahrif adalah memalingkan makna ayat atau hadis tentang nama atau sifat Allah dari makna zhahirnya menjadi makna lain yang batil. Sebagai misalnya kata istawa yang artinya bersemayam dipalingkan menjadi menguasai.
2.    Ta’thil adalah mengingkari dan menolak sebagian sifat-sifat Allah. Sebagaimana sebagian orang yang menolak bahwa Allah berada di atas langit dan mereka berkata Allah berada di mana-mana.
3.    Takyif adalah menggambarkan hakikat wujud Allah. Padahal Allah sama sekali tidak serupa dengan makhluknya, sehingga tidak ada makhluk yang mampu menggambarkan hakikat wujudnya. Misalnya sebagian orang berusaha menggambarkan bentuk tangan Allah,bentuk wajah Allah, dan lain-lain.
4.    Tamtsil adalah menyamakan Allah dengan makhluk-Nya. Misalnya, berkeyakinan bahwa tangan Allah sama dengan tangan budi, Allah bersemayam di ‘arsy seperti joki naik kuda. Mahasuci Allah dari adanya makhluk yang serupa dengan-Nya.
Beberapa kaidah penting yang ditetapkan oleh para ulama, terkait nama dan sifat Allah:
1.    Mengimani segala nama dan sifat-sifat Allah yang terdapat dalam Al Qur’an dan hadis sahih.
2.    Menyucikan Allah dari menyerupai makhluk dalam segala sifat-sifat-Nya.
3.    Menutup keinginan untuk mengetahui bentuk hakikat sifat-sifat Allah tersebut.
4.    Makna Tauhid dalam Kehidupan 
1.    Membebaskan Manusia dari Belenggu Kepercayaan Palsu
Islam dengan konsep tauhidnya datang tidak kenal kompromi. Seorang muslim harus mampu menghilangkan (negasi) segala bentuk ketergantungan (dependensi) terhadap benda-benda dan memandangnya sebagai benda apa adanya, benda-benda yang seharusnya ditundukkan dan dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup manusia sehari-hari.
Manusia dengan potensi indera dan akalnya diperintah untuk memikirkan alam ini, dari proses awal terciptanya, hukum-hukum yang mengitarinya, dan cara menguasai dan menggunakannya. Ayat yang menunjuk kepada fenomena alam, dan hampir seluruh ayat tersebut memerintahkan untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan penciptaan alam dan perintah merenungkannya, bukan untuk disembah.
يُنْبِتُ لَكُمْ بِهِ الزَّرْعَ وَالزَّيْتُونَ وَالنَّخِيلَ وَالأعْنَابَ وَمِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan”. (QS. An Nahl : 11)

2.    Semangat Pembebasan Diri (Self Liberation)
Tauhid berkaitan dengan sikap percaya atau beriman kepada Allah, namun Tauhid sebagai ekspresi iman, tidak cukup hanya dengan percaya bahwa Allah itu Esa, tetapi juga menyangkut pengertian yang benar tentang siapa Tuhan yang benar itu, dan bagaimana bersikap kepada-Nya, dan kepada objek-obyek selain Dia.
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. (QS. An Nisa: 36)
3.    Persamaan (emansipasi) Harkat dan Martabat Kemanusiaan
Sebagaimana dikatakan oleh Kitab Suci, manusia adalah makhluk Tuhan yang paling tinggi. Manusia juga merupakan puncak kreasi Allah. Hal ini menunjukkan bahwa manusia mempunyai harkat dan matabat kemanusiaan yang sangat luar biasa. Namun demikian, manusia juga memiliki potensi untuk terdegradasi menjadi sangat rendah.
Agar tetap terjaga harkat dan martabat kemanusiaannya, manusia harus menyelamatkan imannya dengan tetap menghambakan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berarti, dengan hanya menghambakan diri kepada Tuhan, manusia akan mendapatkan kepribadiannya yang utuh dan integral.
لَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (٤)ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ
4. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya . 5. kemudian Kami kembalikan Dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka).(QS. At Tin:4-5)

4.    Fungsi Mempelajari Ilmu Tauhid
1.    Sebagian sumber dan motivator perbuatan kebajikan dan keutamaan.
2.    Membimbing manusia ke jalan yang benar, sekaligus mendorong mereka untuk mengerjakan ibadat dengan penuh keikhlasan.
3.    Mengeluarkan jiwa manusia dari kegelapan, kekacauan, dan kegoncangan hidup yang dapat menyesatkan.
4.    Mengantarkan umat manusia kepada kesempurnaan lahir dan batin.
5.    Sebagai pokok dan landasan berpikir dan bertindak bagi umat Islam.
6.    Memberi rasa ketentraman batin dan menyelamatkan manusia dari kesesatan dan kemusyrikan
7.    Membentuk sikap dan perilaku dengan meneladani segala kesempurnaan Allah melalui petunjuk Nabi SAW.

No comments:

Makalah: Mahabbah, Makrifah

BAB I PENDAHULUAN   A.      Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa manusia larut dan terbuai dalam din...