Macam-macam Ta'arudul al-Hadith
|
Dalam
buku yang dikarang oleh Dr. Muhammad Wafaa12disebutkan bahwa ta'arud (dalil-dalil yang dapat
bertentangan) dapat terjadi pada:
Pertentangan antara dua dalil qath'i
Yang
dimaksud dengan dalil qath'i di sini adalah dalil-dalil syara' yang bersifat
pasti, seperti al-Qur'an dan hadith-hadith mutawatir (antara ayat al-Qur'an
dengan ayat al-Qur'an, antara ayat al-Qur'an dengan hadith mutawatir dan antara
hadith-hadith mutawatir). Contoh hadith yang berbunyi:
ألا أخبركم بخير الشهداء ألذ يأتي بالشهادة قبل ا ن يسألها
Dengan
hadith:
ان خير أمتي قرني ثم الذين يلونهم ثم الذين يلو نهم ثم ان من بعدهم قوما
يشهدو
ولا يستشهدون ويخونون ولا يؤتمنون
Secara
lahiriah (dzahir), kedua hadith tersebut saling berlawanan Karena hadith pertama
harus dipahami hanya khusus pada urusan hak-hak Allah. Dan hadith kedua harus
dipahami hanya sepanjang hak-hak manusia. Hadith pertama yakni jika ada seorang
saksi memberikan kesaksian yang sebenarnya, dimana orangnya (pelaku) tidak
mengetahui kesaksian tersebut, kemudian saksi tersebut mendatanginya dan
menyampaikan kesaksiannya atau ia (pelaku) meninggal sebelum sampai kesaksian
tersebut dan ahli waris (pelaku) mengingkarinya. Dan hadith kedua, yakni jika
seseorang menpunyai saksi selain saksi pertama tersebut, maka ia tidak boleh
mengajukan saksi kedua.
Pertentangan antara dalil qath'i dengan dalil dzanni
Yaitu
pertentangan antara dalil-dalil syara' yang bersifat pasti (seperti al-Qur'an
dan hadith mutawatir) dengan dalil yang bersifat praduga (seperti hadith ahad).
Seperti hadith:
لا صلاة إلا بقراءة فاتحة الكتاب
Dengan
hadith:
من كان له إمام فقراءة الإمام له قراءة
Maksud
hadith pertama adalah meniadakannya keutamaan shalat, bukan menetapkan sah
tidaknya shalat (hadith kedua).
Pertentangan antara dua dalil dzanni
Yaitu
pertentangan antara hadith-hadith ahad. Seperti hadith:
ان رسول الله صلى الله عليه وسلم صلى حين انكشفت الشمس مثل صلاتنا يركع
ويسجد
Dengan
hadith:
ان النبي صلى الله عليه وسلم جهر في صلاة الكسوف بقراءته وصلى أربع
ركعات فى ركعتين أربع سجدات
Hadith
pertama menunjukkan bahwa cara m,elakukan shalat gerhana adalah dengan satu kali
ruku' dan satu kali berdiri (i'tidal) sebagaimana shalat fardhu. Hadith kedua
menunjukkan bahwa cara melaksanakan shalat gerhana adalah dengan dua kali ruku'
dan dua kali berdiri (i'tidal) dalam setiap rakaat.
Mayoritas
ulama lebih mengunggulkan hadith kedua, berdasarkan alasan bahwa hadith tersebut
didukung oleh banyak sanad, termasuk riwayat Bukhari Muslim dalam kitab
shahihnya. Sebagian ulama lain mengkompromikan kedua hadith ini dengan melihat
kebiasaan yang berlaku di masyarakat. Karena gerhana terjadinya berkali-kali,
maka boleh melaksanakan shalat gerhana dengan salah satu cara yang telah
tersebut di atas.
|
No comments:
Post a Comment