1.
Ibnu
Katsir (701-774 H)
Nama lengkapnya
adalah Abul Fida’, Imaduddin Ismail bin Umar bin Katsir al-Qurasyi al-Bushrawi
ad-Dimasyqi, lebih dikenal dengan nama Ibnu Katsir. Beliau lahir pada tahun 701
H di sebuah desa yang menjadi bagian dari kota Bashra di negeri Syam.
Pada usia 4 tahun,
ayah beliau meninggal sehingga kemudian Ibnu Katsir diasuh oleh pamannya. Pada
tahun 706 H, beliau pindah dan menetap di kota Damaskus.
1)
Riwayat
Pendidikan
Ibn Katsir tumbuh
besar di kota Damaskus. Di sana, beliau banyak menimba ilmu dari para ulama di
kota tersebut, salah satunya adalah Syaikh Burhanuddin Ibrahim al-Fazari.
Beliau juga menimba
ilmu dari Isa bin Muth’im, Ibn Asyakir, Ibn Syairazi, Ishaq bin Yahya bin
al-Amidi, Ibn Zarrad, al-Hafizh adz-Dzahabi serta Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Selain itu, beliau juga belajar kepada Syaikh Jamaluddin Yusuf bin Zaki
al-Mizzi, salah seorang ahli hadits di Syam. Syaikh al-Mizzi ini kemudian
menikahkan Ibn Katsir dengan putrinya. Selain
Damaskus, beliau juga belajar di Mesir dan mendapat ijazah dari para ulama di
sana.
2)
Prestasi
Keilmuan
Berkat kegigihan
belajarnya, akhirnya beliau menjadi ahli tafsir ternama, ahli hadits, sejarawan
serta ahli fiqih besar abad ke-8 H. Kitab beliau dalam bidang tafsir yaitu Tafsir
al-Qur’an al-‘Azhim menjadi kitab tafsir terbesar dan tershahih hingga saat
ini, di samping kitab tafsir Muhammad bin Jarir ath-Thabari.
Para ulama mengatakan
bahwa tafsir Ibnu Katsir adalah sebaik-baik tafsir yang ada di zaman ini,
karena ia memiliki berbagai keistimewaan.
Keistimewaan yang
terpenting adalah menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an (ayat dengan ayat yang
lain), menafsirkan al-Qur’an dengan as-Sunnah (Hadits), kemudian dengan
perkataan para salafush shalih (pendahulu kita yang sholih, yakni para
shahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in), kemudian dengan kaidah-kaidah bahasa
Arab.
3)
Karya
Ibnu Katsir
Selain Tafsir
al-Qur’an al-‘Azhim, beliau juga menulis kitab-kitab lain yang sangat
berkualitas dan menjadi rujukan bagi generasi sesudahnya, di antaranya adalah al-Bidayah
Wa an-Nihayah yang berisi kisah para nabi dan umat-umat terdahulu, Jami’
Al Masanid yang berisi kumpulan hadits, Ikhtishar ‘Ulum al-Hadits
tentang ilmu hadits, Risalah Fi al-Jihad tentang jihad dan masih banyak
lagi.
4)
Kesaksian
Para Ulama
Kealiman dan
keshalihan sosok Ibnu Katsir telah diakui para ulama di zamannya mau pun ulama
sesudahnya. Adz-Dzahabi berkata bahwa Ibnu Katsir adalah seorang Mufti
(pemberi fatwa), Muhaddits (ahli hadits), ilmuan, ahli fiqih, ahli
tafsir dan beliau mempunyai karangan yang banyak dan bermanfa’at.
Al-Hafizh Ibnu Hajar
al-‘Asqalani berkata bahwa beliau adalah seorang yang disibukkan dengan hadits,
menelaah matan-matan dan rijal-rijal (perawinya), ingatannya sangat kuat,
pandai membahas, kehidupannya dipenuhi dengan menulis kitab, dan setelah
wafatnya manusia masih dapat mengambil manfa’at yang sangat banyak dari
karya-karyanya.
Salah seorang muridnya,
Syihabuddin bin Hajji berkata, “Beliau adalah seorang yang plaing kuat
hafalannya yang pernah aku temui tentang matan (isi) hadits, dan paling
mengetahui cacat hadits serta keadaan para perawinya. Para sahahabat dan
gurunya pun mengakui hal itu. Ketika bergaul dengannya, aku selalu mendapat
manfaat (kebaikan) darinya.
5)
Wafatnya
Ibnu
Katsir meninggal dunia pada tahun 774 H di Damaskus dan dikuburkan bersebelahan
dengan makam gurunya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
No comments:
Post a Comment