Tuesday, November 21, 2017

Crusade (Perang Salib)



PERANG SALIB
ABSTRAK
Perang Salib merupakan peperangan yang pernah terjadi antara orang-orang Muslim dan Kristen pada masa lalu. Perang tersebut disebut “Perang Salib”, yang diklaim orang Kristen sebagai perang suci karena ekspedisi militer Kristen maka tanda Salib sebagi atribut pemersatu dan sebagai simbol perang suci dalam menyerang dunia Islam. Penanda besar yang dipakai orang Kristen sepenuhnya dipahami sebagai emosi keagamaan masyarakat Kristen. Dengan simbol Salib, orang Kristen akan memahami sesama orang Kristen. Terbukti selama delapan periode peperangan itu, orang-orang Kristen dan orang-orang Islam menang dan kalah silih berganti di antara dua kelompok tersebut.

Kata Kunci: perang Salib, Muslim, Kristen, sejarah.

A.    Latar Belakang
Konflik bersenjata antara umat Islam dengan umat Kristen sudah sering terjadi sejak masa pemerintahan Umar ibn Khattab.Bahkan kontak senjata antara tentara Islam dengan tentara Bizantium yang beragama Kristen telah terjadi pada pertempuran di Ajnadin dan Yarmuk. Kontak senjata seperti itu terus berlanjut hingga pada masa pemerintahan Bani Umayyah, negara-negara kekuasaan Bizantium di wilayah Afrika Utara, kawasan laut tengah dan Eropa, dapat dikuasai oleh tentara Islam.[1]
Akibat banyaknya wilayah kekuasaan Bizantium yang jatuh ke dalam kekuasaan negara Islam menyebabkan kebencian mereka terhadap Islam. Gejala-gejala seperti ini secara jelas nampak setelah peristiwa Manzikart sejak tahun 464 H (1071 M.), memuncak setelah Bani Saljuk dapat merebut dan menguasai Baitul Maqdis dari tangan Dinasty Fathimiyah pada tahun 1078 M. kekuasaan Saljuk di Asia kecil dan Yerussalem dianggap sebagai halangan bagi pihak Kristen Barat untuk melaksanakan ziarah ke Baitul Maqdis, dan penguasa tempat tersebut dirasakan menyulitkan bagi umat Kristen.[2]
Untuk memperoleh keleluasaan berziarah ke tanah suci, maka pada tahun 1095 M. Paus Urbanus II berusaha membangkitkan kemarahan orang-orang Kristen dan raja-raja Eropa untuk melakukan perang suci yang kemudian dikenal dengan Perang Salib.[3]
Tulisan ini akan menguraikan  perang salib dalam bingkai sejarah dengan pembahasan meliputi: sebab-sebab terjadinya perang salib, periode perang salib, serta dampaknya.
B.     Sebab-sebab Terjadinya Perang Salib
Perang Salib adalah peperangan yang dilakukan umat Kristen Eropa Barat ke wilayah Timur, sejak dari abad ke XI – XII M yang bertujuan untuk melepaskan Pelestina dari tangan Daulah Islamiyah dan untuk mendirikan kerajaan Kristen di wilayah  Timur. Perang ini dinamakam Perang salib, karena umat Kristen yang turut dalam peperangan itu memakai tanda salib.[4] Sejumlah ekspedisi militer yang dilancarkan pihak Kristen Barat kerhadap kekuasaan Muslim dalam periode 1096-1227 M, dikenal dengan Perang salib, hal ini disebabkan karena didorong oleh motivasi keagamaan.[5] Akan tetapi bila ditelusuri secara mendalam akan terlihat adanya beberapa kepentingan-kepentingan individu.[6]
Berikut beberapa penyebab terjadinya perang salib, yaitu:
Pertama, perang Salib merupakan puncak dari sejumlah konflik antara negeri Barat dan Timur, yakni pihak Kristen dan pihak Muslim.Kemajuan umat Islam yang pesat membuat tokoh-tokoh umat Kristen cemas.Wilayah kekuasaan Saljuk merambah hingga pantai Laut Merah, dan hal itu secara tidak langsung mengancam empirium Bizantium. Sehingga memaksa raja Bizantium ini meminta bantuan Sri Paus untuk menyelamatkan singgasananya. Sebenarnya Sri Paus tidaklah memiliki kekuatan yang bisa disumbangkan kepada Raja Bizantium meskipun secara pribadi  Sri Paus menginginkannya, karena dengan begitu, wilayah kekuasaan dan pengaruhnya menguat dimata pengikutnya.[7]
Kedua, munculnya kekuatan Bani Saljuk yang berhasil merebut Asia kecil setelah mengalahkan Bizantium di Manzikart tahun 1071 M, dan Baitul Maqdis dari Bani Fathimiyah tahun 1078 M. Kekuasaan Bani Saljuk dianggap penghalang bagi pihak Kristen Barat untuk melakukan ziarah mereka ke Baitul Maqdis. Umat Kristiani sangat terikat oleh agama di zaman pertengahan, mereka bertekad dan berkeyakinan bahwa melakukan ziarah ke Baitul Maqdis pahalanya sangat besar, yaitu menghapus dosa dan kejahatan di masa lalu, sehingga mereka berbondong-bondong untuk melaksanakannya. Di pihak lain, sebagian umat terlalu berlebih-lebihan menceritakan ta’assub Bani Saljuk terhadap agama Islam dan desas-desus kejahatan tentara Turki Saljuk terhadap jemaah Kristen yang pada akhirnya membakar amarah umat Kristen Eropa.[8]
Ketiga, semenjak abad ke X, pasukan Muslim telah menguasai jalur perdagangan di laut tengah.Sehingga satu-satunya jalan untuk memperlancar dan memperkuat perdagangan mereka adalah dengan mendesak kekuatan Muslim di Laut Tengah tersebut.Pada pergerakan selanjutnya negara-negara inilah yang memberikan bantuan dengan kapal-kapalnya untuk menyeberangkan angkatan Perang Salib ke pantai-pantai Palestina.
Keempat, keberhasilan propaganda yang dilakukan oleh Alexius Comneus terhadap Paus Urbanus II, Ia berusaha meyakinkan kepada Paus bahwa Paus merupakan sumber otoritas tertinggi di Barat yang didengar dan ditaati propagandisnya.
Pada tanggal 26 Nopember 1905 M di Clemont, Paus Urbanus II mengumpulkan tokoh-tokoh Kristen untuk mengangkat senjata melawan kaum Muslimin. Tujuan utamanya adalah untuk memperluas pengaruhnya, sehingga gereja-gereja Romawi akan bernaung di bawah otoritasnya. Dalam pidato propagandanya sang Paus Urbanus II menjanjikan ampunan atas segala dosa bagi mereka yang bersedia bergabung dalam peperangan tersebut. Sehingga dalam waktu yang singkat ribuan pasukan berbondong-bondong memenuhi seruan itu dan mereka berkumpul di Konstantinopel.[9]
Adapun sebab-sebab lain yang mendorong orang-orang Kristen, khususnya orang Eropa Barat, terjun ke Medan Perang yang bertahun-tahun itu adalah :
1.      Perasaan keagamaan yang kuat. Orang-orang Kristen meyakini kekuatan gereja dan kemampuannya untuk menghapus dosa.
2.      Bani Saljuk melarang umat Kristen untuk mengunjungi masjid Aqsa di Palestina, sebagai tempat suci mereka.
3.      Ambisi pribadi Sri Paus untuk menggabungkan gereja Timur ke dalam kekuasaannya. Karena merasa posisinya yang kuat maka obsesinya meningkat, yaitu untuk menjadikan dunia Kristen seluruhnya menjadi satu negara religius yang dipimpin langsung oleh Sri Paus dan mengusir kaum Muslimin dari Baitul Maqdis.
4.      Adanya kegemaran dari para petualang Eropa untuk mencari dan menguasai daerah baru serta melancong ke daerah Timur (Islam).[10]
C.    Terjadinya Perang Salib
Perang salib terjadi dalam tiga periode yaitu:
Periode pertama (1009 – 1144)
Pada  musim semi tahun 1095 M, 150.000 orang  Eropa, sebagian besar bangsa Prancis dan Norman, berangkat menuju konstantinopel, kemudian ke Palestina. Tentara salib yang dipimpin oleh Godfrey, Bohemond, dan Raymond ini memperoleh kemenangan besar.Pada tanggal 18 Juni 1097 mereke berhasil menaklukan Nicea dan tahun 1098 M menguasai Raha (Edessa).Disini mereke mendirikan kerajaan Latin I dengan Baldawin sebagai raja. Pada tahun yang sama mereka dapat menguasai Antiochea dan mendirikan kerajaan Latin II di Timur. Bohemond dilantik menjadi rajanya.Mereka juga berhasil menduduki Bait Al-Maqdis itu (15 Juli 1099 M) dan mendirikan kerajaan Latin III dengan rajanya, Godfrey.Setelah penaklukan Bait Al-Maqdis itu, tentara salib melanjutkan ekspansinya. Merek menguasai kota Akka (1104 M), Tripoli (1109 M), dan kota Tyre (1124 M). Di Tripoli merek mendirikan kerajaan Latin IV, rajanya adalah Raymond.[11]
Periode Kedua (1144 – 1192)
Imaduddin Zanki, penguasa Moshul, dan Irak berhasil menaklukkan kembali Aleppo, Hamimah, dan Edessa pada tahun 1144 M. Namun wafat tahun 1146 M. Tugasnya dilanjutkan oleh putranya  Nuruddin Zanki. Nuruddin berhasil merebut kembali Antiochea pada tahun 1149 M dan pada tahun 1151 M seluruh Edessa dapat direbut kembali.
Kejatuhan Edessa ini menyebabkan orang-orang Kristen mengobarkan peran salib kedua.Paus Eigenius III menyerukan perang suci yang disambut positif oleh raja Prancis Louis VII dan raja Jerman Condrad II.Keduanya memimpin pasukan salib untuk merebut wilayah Kristen di Syria.Akan tetapi gerak maju mereka dihambat oleh Nuruddin Zanki.Merek tidak berhasil memasuki Damaskus.Louis VII dan Condrad II sendiri melarikan diri pulang ke negerinya.[12] Nuruddin wafat tahun1174 M. Pimpinan perang kemudian dipegang oleh Shalah Al-Din Al-Ayyubi yang berhasil mendirikan dinasti Ayyubiyah di Mesir tahun 1175 M. Hasil peperangan Shalah Al-Din yang terbesar adalah merebut kembali yerussalem pada tahun 1187 M. Dengan demikian kerajaan latin di yerussalem yang berlangsung selama 88 tahun berakhir.
Jatuhnya yerussalem ke tangan kaum muslimin sangat memukul perasaan tentara salib.Merekpun menyusun rencana balasan. Kali ini tentara salib dipimpin oleh Frederick Barbarossa, raja Jerman, Richard The Lion Hart, raja Inggris, dan Philip Augustus, raja Prancis. Pasukan ini bergerak pada tahun 1189 M. Meskipun mendapat tantangan berat dai Shalah Al-Din, namun mereka berhasil merebut Akka yang kemudian dijadikan ibukotan kerajaan latin. Akan tetapi mereka tidak berhasil memasuki Palestina.Pada tanggal 2 Nopember 1192 M, dibuat perjanjian antara tentara salib dengan Shalah Al-Din yang disebut dengan Shulh al-Ramlah. Dalam perjanjian ini disebutkan bahwa orang-orang Kristen yang pergi berziarah ke Bait Al-Maqdis tidak akan diganggu.[13]
Periode Ketiga (1192 – 1291)
Tentara salib pada periode ini dipimpin oleh raja Jerman Frederick II.Kali ini mereka berusaha merebut Mesir labih dahulu sebelum ke Palestina, dengan harapan dapat bantuan dari orang-orang Kristen Qibthi.Pada tahun 1219 M, mereka berhasil menduduki Dimyat.Raja Mesir dari dinasti Ayyubiyah waktu itu, Al-Malik Al-Kamil membuat perjanjian dengan Frederick. Isinya antara lain Frederick bersedia melepaskan Dimyat, sementara Al-Kamil melepaskan Palestina. Frederick menjamin keamanan kaum muslimin di sana dan Frederick tidak mengirim bantuan kepada Kristen di Syria.[14] Dalam perkembangan berikutnya, Palestina dapat direbut kembali oleh kaum muslimin tahun 1247 M, di masa pemerintahan Al-Malik Al-Shalih, penguasa Mesir selanjutnya. Ketika Mesir dikuasai oleh dinasti Mamalik yang menggantikan posisi dinasti Ayyubiyah, pimpinan perang dipegang oleh Baybars dan Qalawun.Pada masa merekalah Akka dapat direbut kembali oleh kaum muslimin, tahun 1291.
Period ke Empat  
Pada awalnya dimaksudkan untuk menaklukkan Yerusalem yang telah dikuasai Muslim melalui suatu invasi melalui Mesir. Sebaliknya, pada April 1204, Tentara Salib dari Eropa Barat menyerang dan menaklukkan Kristen (Ortodoks Timur) kota Konstantinopel, ibukota Kekaisaran Bizantium. Ini dipandang sebagai salah satu dari tindakan yang mengakibatkan skisma besar antara Gereja Ortodoks Timur dan Gereja Katolik Roma.
Angkatan perang salib IV terdiri dari anak-anak muda Prancis dan Jerman. mereka mempunyai semangat untuk membebaskan Baitul Magdis. atas bujukan Paus anak­-anak di Jerman mengurungkan niatnya sedangkan yang di Prancis terus saja ke pelabuhan Marseille. Anak-anak Prancis ini menaiki kapal yang disiapkan oleh Para pedagang budak. Kapal ini tidak menuju Baitul Magdis, tetapi ke negeri yang jauh dan kemudian dijual sebagai budak dagangan. Diantara mereka ada yang dijadikan anak angkat orang islam, lalu di Islamkan.
Setelah kegagalan Perang Salib Ketiga (1189-1192), Yerusalem kini telah dikendalikan oleh dinasti Ayyubiyah, yang memerintah seluruh Syria dan Mesir, kecuali untuk beberapa kota di sepanjang pantai masih dikuasai oleh tentara salib Kerajaan Yerusalem, sekarang berpusat di Acre. Perang Salib Ketiga juga telah mendirikan sebuah kerajaan di Siprus.
Paus Innosensius III berhasil menjadi Paus pada 1198, dan penyeruan perang salib baru menjadi tujuan dari kepausannya. Mayoritas pasukan perang salib, yang berangkat dari Venesia pada Oktober 1202 berasal dari daerah-daerah di Perancis. Beberapa daerah lain di Eropa dikirim juga, seperti Flanders dan Montferrat. Kelompok terkenal lainnya berasal dari Kekaisaran Romawi Suci, termasuk orang-orang di bawah Uskup Martin dari Pairis and Uskup Conrad dari Halberstadt, bersama-sama dalam persekutuan dengan tentara dan pelaut Venesia yang dipimpin oleh Enrico Dandolo doge. Perjanjian ini diratifikasi oleh Paus Innosensius, dengan larangan penyerangan terhadap negara-negara Kristen. Periode ke Lima
Pada 1216 M, Paus Honorius III berhasil mendorong sejumlah orang Eropa untuk kembali melancarkan serangan ke Yerusalem agar bisa merebutnya dari Ayyubiyah. Kali ini, Paus yang akan memimpin pasukan salib alih-alih para raja Eropa. Friedrich II dari Kekaisaran Romawi Suci ingin ikut, namun Paus menolaknya. Paus menekankan bahwa perang salib ini untuk Paus, bukan untu raja. Beberapa pasukan Hongaria ikut serta.
Pasukan salib pergi ke selatan, mengikuti rencana awal Perang Salib Keempat. Pada 1218 M, pasukan salib bersekutu dengan sultan Seljuk Kay Kaus I, dan menyerang pelabuhan Damietta di Mesir. Mereka melakukan pengepungan yang lama, dan banyak orang di kedua pihak yang meninggal akibat penyakit. Pada 1219 M, pasukan salib berhasil merebut Damietta, namun kemudian malah saling bertikai memperebutkan kekuasaan di sana.
Pada 1221 M, pasukan salib bergerak ke Kairo dan berupaya merebut lebih banyak wilayah Mesir. Ayubiyyah memanfaatkan sungai nil untuk membanjiri jalan-jalan, membuat pasukan salib terperangkap. Agar dapat bebas, pasukan salib pun menyepakati perjanjian. Mereka menyerahkan kembali Damietta kepada Ayubiyyah kemudian kembali ke Eropa.
Periode ke Enam
Pada tahun 613 H/1216M, Innocent III mengobarkan propaganda perang salib ke enam. 250.000 pasukan salib, mayoritas Jerman, mendarat di Syria. Mereka terserang wabah penyakit di wilayah pantai Syria hingga kekuatan pasukan tinggal tersisa sebagian. Mereka kemudian bergerak menuju Mesir dan kemudian mengepung kota Dimyat. Dari 70.000 personil, pasukan salib berkurang lagi hingga tinggal 3.000 pasukan yang tahan dari serangkaian wabah penyakit. Bersamaan dengin ini, datang tambahan pasukan yang berasal dari perancis yang bergerak menuju Kairo. Narnun akibat serangan pasukan muslim yang terus-menerus, mereka menjadi terdesak dan terpaksa rnenempuh jalan damai. Antara keduanya tercapai kesepakatan damai dengan syarat bahwa pasukan salib harus segera meninggalkan kota Dimyat.
Periode ke Tujuh
Untuk mengatasi konflik politik internal, Sultan Kamil mengadakan perundingan kerja sarna dengan seorang jenderal Jerman yang bernarna Frederick. Frederick bersedia membantunya rnenghadapi musuh-musuhnya dari kalangan Bani Ayyub sendiri, sehingga Frederick nyaris menduduki dan sekaligus berkuasa di yerusalem. Yerusalem berada di bawah kekuasaan tentara salib sampai dengan tahun 1244 M., setelah itu kekuasaan salib direbut oleh Malik al-shalih Najamuddi al-Ayyubi atas bantuan pasukan Turki Khawarizmi yang berhasil meiarikan diri dari kekuasaan Jenghis Khan.
Periode ke Delapan
Dengan direbutnya kota Yerusalern oleh Malik al- Shalih, pasukan salib kembali menyusun penyerangan terhadap wilayah lslam. Kali ini Louis IX, kaisar perancis, yang memimpin pasukan salib kedelapan. Mereka mendarat di Dirnyat dengan mudah tanpa perlawanan yang berarti. Karena pada saat itu Sultan Malikal-shalih sedang menderita sakit keras sehingga disiplin tentara muslim merosot. Ketika pasukan Louis IX bergerak menuju ke Kairo melalui jalur sungai Nil, mereka mengalami kesulitan lantaran arus sungai mencapai ketinggiannya, dan mereka juga terserang oleh wabah penyakit, sehingga kekuatan salib dengan mudah dapat dihancurkan oleh pasukan Turan Syah, putra Ayyub.
Setelah berakhir perang salib ke delapan ini, pasukan Salib-Kristen berkali-kali berusaha mernbalas kekalahannya, namun selalu mengalami kegagalan.

D.    Akibat Yang Ditimbulkan Perang Salib
Perang Salib tidak hanya menimbulkan efek yang negatif seperti kemusnahan dan kehancuran fisik, tetapi juga meninggalkan efek yang positif khususnya terhadap bangsa Eropa, meskipun mereka gagal melaksanakan cita-cita utama mereka yakni untuk membebaskan Palestina dari kekuasaan umat Islam.
Adapun keuntungan yang diperoleh dunia Barat dari akibat Perang Salib ini adalah:
1.   Mereka belajar berbagai disiplin ilmu yang saat itu telah berkembang dikalangan kaum Muslimin, lalu mengalihbahasakannya ke dalam bahasa mereka disertai dengan inovasi-inovasi tertentu sesuai dengan kebutuhan mereka.
2.   Pasukan Salib belajar dari kaum Muslimin hal-hal yang terkait dengan perindustrian dan keterampilan yang kesemuanyaitu pada akhirnya sangat berpengaruh pada kehidupan industri, bisnis dan keterampilan bangsa Eropa.
3.   Peradaban Barat sangat diwarnai oleh peradaban Islam sehingga membuatnya maju dan berada di puncak kejayaan. Fakta ini secara jujur diakui oleh para orientalis yang moderat sebelum dikemukakan oleh sejarawan Muslim itu sendiri.[15]
Secara umum Perang Salib merupakan jembatan emas bagi tumbuhnya peradaban dan kebudayaan Eropa.Islam telah menanamkan bibit nasionalisme di Eropa dan telah menyelamatkan masyarakat Eropa dari penindasan golongan atas yang menghancurkan setiap hak dan kemerdekaan golongan rendah.[16]
Perang Salib merubah pandangan kaum Kristen terhadap umat Islam. Mereka keliru oleh pihak gereja yang mengatakan bahwa umat Islam tidak memiliki peradaban, tetapi setelah mereka berhadapan dengan umat Islam, mereka baru sadar bahwa umat Islam ternyata memiliki peradaban yang tinggi, kepribadian umat Islam yang tinggi dapat menimbulkan kesadaran mereka terhadap nilai-nilai peradaban terutama nilai kemanusian di Eropa yang dahulunya diabaikan.
Sebaliknya Perang Salib itu tidak memberikan keuntungan apapun bagi peradaban Timur dari peradaban Barat.[17] Fakta ini tidak bisa dipungkiri bahwa Perang Salib tidak menghasilkan sesuatu pun bagi bangsa Timur kecuali tumbuhnya penghinaan dalam hati bangsa Timur terhadapbangsa Barat yang tidak bermoral.
E.     Kesimpulan
1.      Perang salib adalah peperangan yang dilakukan umat Kristen Eropa Barat ke wilayah Timur, sejak dari abad ke XI-XIII M, untuk melepaskan Palestina dari tangan Daulah Islamiyah dan untuk mendirikan kerajaan Kristen di wilayah yang turut dalam peperangan itu dengan memakai tanda salib.
2.      Diantara keuntungan yang dicapai dunia Barat dari Perang Salib adalah mereka belajar berbagai disiplin ilmu, terutama hal-hal yang terkait dengan perindustrian dan keterampilan, serta membawa dampak kemajuan peradaban yang di warnai deangan peradaban Islam. Sebaliknya Perang Salib tidak memberikan keuntungan apapun bagi peradaban Timur, kecuali timbulnya penghinaan dalam hati bangsa Timur terhadap bangsa Barat yang tidak normal.



DAFTAR PUSTAKA

Ali, K., A Study of Islamic History, diterjemahkan oleh Gufron A. Mas’adi dengan             judul “Sejarah Islam Tarikh Pramodren”, Cet. III; Jakarta: Raja Grafindo            Persada, 2000.
_____, Sejarah Islam (Tarikh Pra Modern), diterjemahkan oleh M. Natsir Budiman dari buku “, Study of Islamic History”,Cet, I; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996.
Al-Wakil, Muhammad Sayyid, Wajah Dunia Islam.Dari Dinasti Bani Umayyah hingga Imperialisme Modern, Judul asli “Lamhatun Min Tarikh al-Da’wah, Ashabu al-Dha’fi fi al-Ummati al-Islamiyah" (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1998), h. 170.
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedi Islam, Cet. III; Jakarta: Van Houve, 1994.
Enan, M.A., Detik-detik Menentukan dalam Sejarah Islam, Surabaya: Bina Ilmu. 1943.
Harun, M. Yahya, Perang Salib dan Pengaruh Islam di Eropa,
(Yogyakarta: Bina Usaha, 1987).
Hitti, Philip K., The Arab’s a short History, diterjemahkan oleh Ushuluddin Hutagalung dan O.D.P. Sihombing dengan Judul Dunia Arab Sejarah singkat, Cet. III; Bandung: Votkink Van Houve, t. th.
_______’ History of the Arabs,  Rujukan Induk dan Paling Otoritatif tentang Sejarah Peradaban Islam terjm oleh R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, Cet. I: Edisi Hard Cover, PT Serambi Ilmu Semesta, Februari 2010.
Osman, A. Latif, Ringkasan Sejarah Islam, Cet. XVI; Jakarta: PT Bumi Restu, 1981.
Tajuddin, Abd Al-Rahman, Dirasah fi al-tarikh al-islami, (Kairo: Maktabah Al-Sunnah al-Muhammadiyah, 1953).



[1]W. Montgomery Watt, The Majesty That Was Islam, diterjemahkan oleh Hartono Hadikusumo dengan judul “Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Telaah Orientasi”, (Cet. I; Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990), h. 40.-41.
[2]W. Montgomery Watt, The Majesty That Was Islam, diterjemahkan oleh Hartono Hadikusumo dengan judul “Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Telaah Orientasi”, h. 77.
[3]Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia Islam, (Cet. III; Jakarta: Van Houve, 1994), h. 240..

[4]A. Latif Osman, Ringkasan Sejarah Islam, (Cet. XVI: Jakarta: PT. Bumi Restu, 1981), h. 39.

[5]K. Ali, Sejarah Islam (Tarikh Pra Moderen), terj M. Nasir Budiman dari buku “A Study of Islamic History”, (Cet, I: Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), h. 274.

[6]K. Ali, Sejarah Islam (Tarikh Pra Moderen), terj M. Nasir Budiman dari buku “A Study of Islamic History”, h.274.

[7]Muhammad Sayyid al-Wakil, Wajah Dunia Islam.Dari Dinasti Bani Umayyah hingga Imperialisme Modern, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1998), h. 170.

[8]K. Ali, Sejarah Islam (Tarikh Pra Moderen), terj M. Nasir Budiman dari buku “A Study of Islamic History”, h. 274.
[9]K. Ali, Sejarah Islam (Tarikh Pra Moderen), terj M. Nasir Budiman dari buku “A Study of Islamic History”,, h. 275.

[10]Philip K. Hitti, The Arab’s a Short History, terjm oleh Ushuluddin Hutagalung dan O.D.P. Sihombing dengan judul Dunia Arab Sejarah Singkat, (Cet, III: Bandung: Votkink Van Hoeve, t .th), h. 209.

[11]M. Yahya Harun, Perang Salib dan Pengaruh Islam di Eropa,(Yogyakarta:Bina Usaha, 1987), hlm. 12-14.
[12]Abd Al-Rahman Tajuddin, Dirasah fi al-Tarikh al-Islami,(Kairo:Maktabah Al-Sunnah Al-Muhammadiyah, 1953), hlm. 148.
[13]Abd Al-Rahman Tajuddin, Dirasah fi al-Tarikh al-Islam, hlm. 153.
[14]Abd Al-Rahman Tajuddin, Dirasah fi al-Tarikh al-Islam. Hlm. 153.
[15]Muhammad sayyid Al-Wakil, op. cit., h. 226-227.

                        [16]Enan, M.A., Detik-detik menentukan dalam Sejarah Islam. (Surabaya: Bina Ilmu, 1943), h. 144.
[17] Enan, M.A., Detik-detik menentukan dalam Sejarah Islam.  h. 145.

No comments:

Makalah: Mahabbah, Makrifah

BAB I PENDAHULUAN   A.      Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa manusia larut dan terbuai dalam din...