PERANG
SALIB
ABSTRAK
Perang Salib merupakan peperangan yang pernah
terjadi antara orang-orang Muslim dan Kristen pada masa lalu. Perang tersebut
disebut “Perang Salib”, yang diklaim orang Kristen sebagai perang suci karena
ekspedisi militer Kristen maka tanda Salib sebagi atribut pemersatu dan sebagai
simbol perang suci dalam menyerang dunia Islam. Penanda besar yang dipakai
orang Kristen sepenuhnya dipahami sebagai emosi keagamaan masyarakat Kristen.
Dengan simbol Salib, orang Kristen akan memahami sesama orang Kristen. Terbukti
selama delapan periode peperangan itu, orang-orang Kristen dan orang-orang
Islam menang dan kalah silih berganti di antara dua kelompok tersebut.
Kata Kunci:
perang Salib, Muslim, Kristen, sejarah.
A.
Latar Belakang
Konflik bersenjata antara umat Islam dengan umat Kristen sudah
sering terjadi sejak masa pemerintahan Umar ibn Khattab.Bahkan kontak senjata antara
tentara Islam dengan tentara Bizantium yang beragama Kristen telah terjadi pada
pertempuran di Ajnadin dan Yarmuk. Kontak senjata seperti itu terus berlanjut
hingga pada masa pemerintahan Bani Umayyah, negara-negara kekuasaan Bizantium
di wilayah Afrika Utara, kawasan laut tengah dan Eropa, dapat dikuasai oleh
tentara Islam.[1]
Akibat banyaknya wilayah kekuasaan Bizantium yang jatuh ke dalam
kekuasaan negara Islam menyebabkan kebencian mereka terhadap Islam.
Gejala-gejala seperti ini secara jelas nampak setelah peristiwa Manzikart sejak
tahun 464 H (1071 M.), memuncak setelah Bani Saljuk dapat merebut dan menguasai
Baitul Maqdis dari tangan Dinasty Fathimiyah pada tahun 1078 M. kekuasaan Saljuk
di Asia kecil dan Yerussalem dianggap sebagai halangan bagi pihak Kristen Barat
untuk melaksanakan ziarah ke Baitul Maqdis, dan penguasa tempat tersebut
dirasakan menyulitkan bagi umat Kristen.[2]
Untuk memperoleh keleluasaan berziarah ke tanah suci, maka pada
tahun 1095 M. Paus Urbanus II berusaha membangkitkan kemarahan orang-orang
Kristen dan raja-raja Eropa untuk melakukan perang suci yang kemudian dikenal
dengan Perang Salib.[3]
Tulisan
ini akan menguraikan perang salib dalam
bingkai sejarah dengan pembahasan meliputi: sebab-sebab terjadinya perang
salib, periode perang salib, serta dampaknya.
B.
Sebab-sebab Terjadinya Perang Salib
Perang Salib adalah peperangan yang dilakukan umat Kristen Eropa
Barat ke wilayah Timur, sejak dari abad ke XI – XII M yang bertujuan untuk
melepaskan Pelestina dari tangan Daulah Islamiyah dan untuk mendirikan kerajaan
Kristen di wilayah Timur. Perang ini
dinamakam Perang salib, karena umat Kristen yang turut dalam peperangan itu
memakai tanda salib.[4]
Sejumlah ekspedisi militer yang dilancarkan pihak Kristen Barat kerhadap
kekuasaan Muslim dalam periode 1096-1227 M, dikenal dengan Perang salib, hal
ini disebabkan karena didorong oleh motivasi keagamaan.[5]
Akan tetapi bila ditelusuri secara mendalam akan terlihat adanya beberapa
kepentingan-kepentingan individu.[6]
Berikut beberapa penyebab terjadinya perang salib, yaitu:
Pertama, perang
Salib merupakan puncak dari sejumlah konflik antara negeri Barat dan Timur,
yakni pihak Kristen dan pihak Muslim.Kemajuan umat Islam yang pesat membuat
tokoh-tokoh umat Kristen cemas.Wilayah kekuasaan Saljuk merambah hingga pantai
Laut Merah, dan hal itu secara tidak langsung mengancam empirium Bizantium. Sehingga
memaksa raja Bizantium ini meminta bantuan Sri Paus untuk menyelamatkan
singgasananya. Sebenarnya Sri Paus tidaklah memiliki kekuatan yang bisa
disumbangkan kepada Raja Bizantium meskipun secara pribadi Sri Paus menginginkannya, karena dengan
begitu, wilayah kekuasaan dan pengaruhnya menguat dimata pengikutnya.[7]
Kedua,
munculnya kekuatan Bani Saljuk yang berhasil merebut Asia kecil setelah
mengalahkan Bizantium di Manzikart tahun 1071 M, dan Baitul Maqdis dari Bani
Fathimiyah tahun 1078 M. Kekuasaan Bani Saljuk dianggap penghalang bagi pihak
Kristen Barat untuk melakukan ziarah mereka ke Baitul Maqdis. Umat Kristiani
sangat terikat oleh agama di zaman pertengahan, mereka bertekad dan
berkeyakinan bahwa melakukan ziarah ke Baitul Maqdis pahalanya sangat besar,
yaitu menghapus dosa dan kejahatan di masa lalu, sehingga mereka
berbondong-bondong untuk melaksanakannya. Di pihak lain, sebagian umat terlalu
berlebih-lebihan menceritakan ta’assub Bani Saljuk terhadap agama Islam dan
desas-desus kejahatan tentara Turki Saljuk terhadap jemaah Kristen yang pada
akhirnya membakar amarah umat Kristen Eropa.[8]
Ketiga,
semenjak abad ke X, pasukan Muslim telah menguasai jalur perdagangan di laut
tengah.Sehingga satu-satunya jalan untuk memperlancar dan memperkuat
perdagangan mereka adalah dengan mendesak kekuatan Muslim di Laut Tengah
tersebut.Pada pergerakan selanjutnya negara-negara inilah yang memberikan bantuan
dengan kapal-kapalnya untuk menyeberangkan angkatan Perang Salib ke
pantai-pantai Palestina.
Keempat,
keberhasilan propaganda yang dilakukan oleh Alexius Comneus terhadap Paus
Urbanus II, Ia berusaha meyakinkan kepada Paus bahwa Paus merupakan sumber
otoritas tertinggi di Barat yang didengar dan ditaati propagandisnya.
Pada tanggal 26 Nopember 1905 M di Clemont, Paus Urbanus II
mengumpulkan tokoh-tokoh Kristen untuk mengangkat senjata melawan kaum Muslimin.
Tujuan utamanya adalah untuk memperluas pengaruhnya, sehingga gereja-gereja
Romawi akan bernaung di bawah otoritasnya. Dalam pidato propagandanya sang Paus
Urbanus II menjanjikan ampunan atas segala dosa bagi mereka yang bersedia
bergabung dalam peperangan tersebut. Sehingga dalam waktu yang singkat ribuan
pasukan berbondong-bondong memenuhi seruan itu dan mereka berkumpul di
Konstantinopel.[9]
Adapun sebab-sebab lain yang mendorong orang-orang Kristen,
khususnya orang Eropa Barat, terjun ke Medan Perang yang bertahun-tahun itu
adalah :
1.
Perasaan keagamaan yang kuat. Orang-orang Kristen meyakini kekuatan
gereja dan kemampuannya untuk menghapus dosa.
2.
Bani Saljuk melarang umat Kristen untuk mengunjungi masjid Aqsa di Palestina,
sebagai tempat suci mereka.
3.
Ambisi pribadi Sri Paus untuk menggabungkan gereja Timur ke dalam
kekuasaannya. Karena merasa posisinya yang kuat maka obsesinya meningkat, yaitu
untuk menjadikan dunia Kristen seluruhnya menjadi satu negara religius yang
dipimpin langsung oleh Sri Paus dan mengusir kaum Muslimin dari Baitul Maqdis.
4.
Adanya kegemaran dari para petualang Eropa untuk mencari dan
menguasai daerah baru serta melancong ke daerah Timur (Islam).[10]
C.
Terjadinya Perang Salib
Perang salib
terjadi dalam tiga periode yaitu:
Periode
pertama (1009 – 1144)
Pada musim semi tahun 1095
M, 150.000 orang Eropa, sebagian besar
bangsa Prancis dan Norman, berangkat menuju konstantinopel, kemudian ke
Palestina. Tentara salib yang dipimpin oleh Godfrey, Bohemond, dan Raymond ini
memperoleh kemenangan besar.Pada tanggal 18 Juni 1097 mereke berhasil
menaklukan Nicea dan tahun 1098 M menguasai Raha (Edessa).Disini mereke
mendirikan kerajaan Latin I dengan Baldawin sebagai raja. Pada tahun yang sama
mereka dapat menguasai Antiochea dan mendirikan kerajaan Latin II di Timur.
Bohemond dilantik menjadi rajanya.Mereka juga berhasil menduduki Bait Al-Maqdis
itu (15 Juli 1099 M) dan mendirikan kerajaan Latin III dengan rajanya,
Godfrey.Setelah penaklukan Bait Al-Maqdis itu, tentara salib melanjutkan
ekspansinya. Merek menguasai kota Akka (1104 M), Tripoli (1109 M), dan kota
Tyre (1124 M). Di Tripoli merek mendirikan kerajaan Latin IV, rajanya adalah
Raymond.[11]
Periode Kedua (1144 – 1192)
Imaduddin Zanki, penguasa Moshul, dan Irak berhasil menaklukkan
kembali Aleppo, Hamimah, dan Edessa pada tahun 1144 M. Namun wafat tahun 1146
M. Tugasnya dilanjutkan oleh putranya
Nuruddin Zanki. Nuruddin berhasil merebut kembali Antiochea pada tahun
1149 M dan pada tahun 1151 M seluruh Edessa dapat direbut kembali.
Kejatuhan Edessa ini menyebabkan orang-orang Kristen mengobarkan
peran salib kedua.Paus Eigenius III menyerukan perang suci yang disambut
positif oleh raja Prancis Louis VII dan raja Jerman Condrad II.Keduanya
memimpin pasukan salib untuk merebut wilayah Kristen di Syria.Akan tetapi gerak
maju mereka dihambat oleh Nuruddin Zanki.Merek tidak berhasil memasuki
Damaskus.Louis VII dan Condrad II sendiri melarikan diri pulang ke negerinya.[12]
Nuruddin wafat tahun1174 M. Pimpinan perang kemudian dipegang oleh Shalah
Al-Din Al-Ayyubi yang berhasil mendirikan dinasti Ayyubiyah di Mesir tahun 1175
M. Hasil peperangan Shalah Al-Din yang terbesar adalah merebut kembali
yerussalem pada tahun 1187 M. Dengan demikian kerajaan latin di yerussalem yang
berlangsung selama 88 tahun berakhir.
Jatuhnya yerussalem ke tangan kaum muslimin sangat memukul perasaan
tentara salib.Merekpun menyusun rencana balasan. Kali ini tentara salib
dipimpin oleh Frederick Barbarossa, raja Jerman, Richard The Lion Hart, raja
Inggris, dan Philip Augustus, raja Prancis. Pasukan ini bergerak pada tahun
1189 M. Meskipun mendapat tantangan berat dai Shalah Al-Din, namun mereka
berhasil merebut Akka yang kemudian dijadikan ibukotan kerajaan latin. Akan
tetapi mereka tidak berhasil memasuki Palestina.Pada tanggal 2 Nopember 1192 M,
dibuat perjanjian antara tentara salib dengan Shalah Al-Din yang disebut dengan
Shulh al-Ramlah. Dalam perjanjian ini disebutkan bahwa orang-orang Kristen yang
pergi berziarah ke Bait Al-Maqdis tidak akan diganggu.[13]
Periode Ketiga (1192 – 1291)
Tentara salib pada periode ini dipimpin oleh raja Jerman Frederick
II.Kali ini mereka berusaha merebut Mesir labih dahulu sebelum ke Palestina,
dengan harapan dapat bantuan dari orang-orang Kristen Qibthi.Pada tahun 1219 M,
mereka berhasil menduduki Dimyat.Raja Mesir dari dinasti Ayyubiyah waktu itu,
Al-Malik Al-Kamil membuat perjanjian dengan Frederick. Isinya antara lain
Frederick bersedia melepaskan Dimyat, sementara Al-Kamil melepaskan Palestina.
Frederick menjamin keamanan kaum muslimin di sana dan Frederick tidak mengirim
bantuan kepada Kristen di Syria.[14]
Dalam perkembangan berikutnya, Palestina dapat direbut kembali oleh kaum
muslimin tahun 1247 M, di masa pemerintahan Al-Malik Al-Shalih, penguasa Mesir
selanjutnya. Ketika Mesir dikuasai oleh dinasti Mamalik yang menggantikan posisi
dinasti Ayyubiyah, pimpinan perang dipegang oleh Baybars dan Qalawun.Pada masa
merekalah Akka dapat direbut kembali oleh kaum muslimin, tahun 1291.
Period ke Empat
Pada awalnya dimaksudkan
untuk menaklukkan Yerusalem yang telah dikuasai Muslim melalui suatu invasi melalui Mesir. Sebaliknya, pada April 1204, Tentara Salib dari Eropa Barat menyerang dan
menaklukkan Kristen (Ortodoks Timur) kota Konstantinopel, ibukota Kekaisaran Bizantium. Ini dipandang sebagai salah satu dari tindakan yang mengakibatkan skisma
besar antara Gereja Ortodoks Timur dan Gereja Katolik Roma.
Angkatan perang salib IV
terdiri dari anak-anak muda Prancis dan Jerman. mereka mempunyai semangat untuk
membebaskan Baitul Magdis. atas bujukan Paus anak-anak di Jerman mengurungkan
niatnya sedangkan yang di Prancis terus saja ke pelabuhan Marseille. Anak-anak
Prancis ini menaiki kapal yang disiapkan oleh Para pedagang budak. Kapal ini
tidak menuju Baitul Magdis, tetapi ke negeri yang jauh dan kemudian dijual
sebagai budak dagangan. Diantara mereka ada yang dijadikan anak angkat orang
islam, lalu di Islamkan.
Setelah kegagalan Perang Salib Ketiga (1189-1192), Yerusalem kini telah dikendalikan oleh dinasti Ayyubiyah,
yang memerintah seluruh Syria dan Mesir, kecuali untuk beberapa kota di sepanjang
pantai masih dikuasai oleh tentara salib Kerajaan Yerusalem, sekarang berpusat
di Acre. Perang Salib Ketiga juga telah mendirikan sebuah kerajaan di Siprus.
Paus Innosensius III berhasil menjadi Paus pada 1198, dan penyeruan perang salib baru menjadi
tujuan dari kepausannya. Mayoritas pasukan perang salib, yang berangkat dari
Venesia pada Oktober 1202 berasal dari daerah-daerah di Perancis. Beberapa
daerah lain di Eropa dikirim juga, seperti Flanders dan Montferrat. Kelompok
terkenal lainnya berasal dari Kekaisaran Romawi Suci, termasuk orang-orang di
bawah Uskup Martin dari Pairis and Uskup Conrad dari Halberstadt, bersama-sama
dalam persekutuan dengan tentara dan pelaut Venesia yang dipimpin oleh Enrico Dandolo doge. Perjanjian ini diratifikasi oleh
Paus Innosensius, dengan larangan penyerangan terhadap negara-negara Kristen. Periode ke Lima
Pada 1216 M, Paus Honorius
III berhasil mendorong sejumlah orang Eropa untuk kembali melancarkan serangan
ke Yerusalem agar bisa merebutnya dari Ayyubiyah. Kali ini, Paus yang akan
memimpin pasukan salib alih-alih para raja Eropa. Friedrich II dari Kekaisaran
Romawi Suci ingin ikut, namun Paus menolaknya. Paus menekankan bahwa perang
salib ini untuk Paus, bukan untu raja. Beberapa pasukan Hongaria ikut serta.
Pasukan salib pergi ke
selatan, mengikuti rencana awal Perang Salib Keempat. Pada 1218 M, pasukan
salib bersekutu dengan sultan Seljuk Kay Kaus I, dan menyerang pelabuhan
Damietta di Mesir. Mereka melakukan pengepungan yang lama, dan banyak orang di
kedua pihak yang meninggal akibat penyakit. Pada 1219 M, pasukan salib berhasil
merebut Damietta, namun kemudian malah saling bertikai memperebutkan kekuasaan
di sana.
Pada 1221 M, pasukan salib
bergerak ke Kairo dan berupaya merebut lebih banyak wilayah Mesir. Ayubiyyah
memanfaatkan sungai nil untuk membanjiri jalan-jalan, membuat pasukan salib
terperangkap. Agar dapat bebas, pasukan salib pun menyepakati perjanjian.
Mereka menyerahkan kembali Damietta kepada Ayubiyyah kemudian kembali ke Eropa.
Periode ke Enam
Pada tahun 613 H/1216M,
Innocent III mengobarkan propaganda perang salib ke enam. 250.000 pasukan
salib, mayoritas Jerman, mendarat di Syria. Mereka terserang wabah penyakit di
wilayah pantai Syria hingga kekuatan pasukan tinggal tersisa sebagian. Mereka
kemudian bergerak menuju Mesir dan kemudian mengepung kota Dimyat. Dari 70.000
personil, pasukan salib berkurang lagi hingga tinggal 3.000 pasukan yang tahan
dari serangkaian wabah penyakit. Bersamaan dengin ini, datang tambahan pasukan
yang berasal dari perancis yang bergerak menuju Kairo. Narnun akibat serangan
pasukan muslim yang terus-menerus, mereka menjadi terdesak dan terpaksa
rnenempuh jalan damai. Antara keduanya tercapai kesepakatan damai dengan syarat
bahwa pasukan salib harus segera meninggalkan kota Dimyat.
Periode ke Tujuh
Untuk mengatasi konflik
politik internal, Sultan Kamil mengadakan perundingan kerja sarna dengan
seorang jenderal Jerman yang bernarna Frederick. Frederick bersedia membantunya
rnenghadapi musuh-musuhnya dari kalangan Bani Ayyub sendiri, sehingga Frederick
nyaris menduduki dan sekaligus berkuasa di yerusalem. Yerusalem berada di bawah
kekuasaan tentara salib sampai dengan tahun 1244 M., setelah itu kekuasaan
salib direbut oleh Malik al-shalih Najamuddi al-Ayyubi atas bantuan pasukan
Turki Khawarizmi yang berhasil meiarikan diri dari kekuasaan Jenghis Khan.
Periode ke Delapan
Dengan direbutnya kota
Yerusalern oleh Malik al- Shalih, pasukan salib kembali menyusun penyerangan
terhadap wilayah lslam. Kali ini Louis IX, kaisar perancis, yang memimpin
pasukan salib kedelapan. Mereka mendarat di Dirnyat dengan mudah tanpa
perlawanan yang berarti. Karena pada saat itu
Sultan Malikal-shalih sedang menderita sakit keras sehingga disiplin tentara
muslim merosot. Ketika pasukan Louis IX bergerak menuju ke Kairo melalui jalur
sungai Nil, mereka mengalami kesulitan lantaran arus sungai mencapai
ketinggiannya, dan mereka juga terserang oleh wabah penyakit, sehingga kekuatan
salib dengan mudah dapat dihancurkan oleh pasukan Turan Syah, putra Ayyub.
Setelah berakhir perang
salib ke delapan ini, pasukan Salib-Kristen berkali-kali berusaha mernbalas
kekalahannya, namun selalu mengalami kegagalan.
D.
Akibat Yang Ditimbulkan Perang Salib
Perang Salib tidak hanya menimbulkan efek yang negatif seperti
kemusnahan dan kehancuran fisik, tetapi juga meninggalkan efek yang positif
khususnya terhadap bangsa Eropa, meskipun mereka gagal melaksanakan cita-cita utama
mereka yakni untuk membebaskan Palestina dari kekuasaan umat Islam.
Adapun keuntungan yang diperoleh dunia Barat dari akibat Perang Salib
ini adalah:
1.
Mereka belajar berbagai disiplin ilmu yang saat itu telah
berkembang dikalangan kaum Muslimin, lalu mengalihbahasakannya ke dalam bahasa
mereka disertai dengan inovasi-inovasi tertentu sesuai dengan kebutuhan mereka.
2.
Pasukan Salib belajar dari kaum Muslimin hal-hal yang terkait
dengan perindustrian dan keterampilan yang kesemuanyaitu pada akhirnya sangat
berpengaruh pada kehidupan industri, bisnis dan keterampilan bangsa Eropa.
3.
Peradaban Barat sangat diwarnai oleh peradaban Islam sehingga
membuatnya maju dan berada di puncak kejayaan. Fakta ini secara jujur diakui
oleh para orientalis yang moderat sebelum dikemukakan oleh sejarawan Muslim itu
sendiri.[15]
Secara umum Perang Salib merupakan jembatan emas bagi tumbuhnya
peradaban dan kebudayaan Eropa.Islam telah menanamkan bibit nasionalisme di
Eropa dan telah menyelamatkan masyarakat Eropa dari penindasan golongan atas
yang menghancurkan setiap hak dan kemerdekaan golongan rendah.[16]
Perang Salib merubah pandangan kaum Kristen terhadap umat Islam.
Mereka keliru oleh pihak gereja yang mengatakan bahwa umat Islam tidak memiliki
peradaban, tetapi setelah mereka berhadapan dengan umat Islam, mereka baru
sadar bahwa umat Islam ternyata memiliki peradaban yang tinggi, kepribadian
umat Islam yang tinggi dapat menimbulkan kesadaran mereka terhadap nilai-nilai
peradaban terutama nilai kemanusian di Eropa yang dahulunya diabaikan.
Sebaliknya Perang Salib itu tidak memberikan keuntungan apapun bagi
peradaban Timur dari peradaban Barat.[17] Fakta
ini tidak bisa dipungkiri bahwa Perang Salib tidak menghasilkan sesuatu pun
bagi bangsa Timur kecuali tumbuhnya penghinaan dalam hati bangsa Timur
terhadapbangsa Barat yang tidak bermoral.
E.
Kesimpulan
1. Perang salib
adalah peperangan yang dilakukan umat Kristen Eropa Barat ke wilayah Timur,
sejak dari abad ke XI-XIII M, untuk melepaskan Palestina dari tangan Daulah
Islamiyah dan untuk mendirikan kerajaan Kristen di wilayah yang turut dalam
peperangan itu dengan memakai tanda salib.
2. Diantara
keuntungan yang dicapai dunia Barat dari Perang Salib adalah mereka belajar
berbagai disiplin ilmu, terutama hal-hal yang terkait dengan perindustrian dan
keterampilan, serta membawa dampak kemajuan peradaban yang di warnai deangan
peradaban Islam. Sebaliknya Perang Salib tidak memberikan keuntungan apapun
bagi peradaban Timur, kecuali timbulnya penghinaan dalam hati bangsa Timur
terhadap bangsa Barat yang tidak normal.
DAFTAR PUSTAKA
Ali,
K., A Study of Islamic History, diterjemahkan oleh Gufron A. Mas’adi
dengan judul “Sejarah Islam
Tarikh Pramodren”, Cet. III; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.
_____,
Sejarah Islam (Tarikh Pra Modern), diterjemahkan oleh M. Natsir Budiman
dari buku “, Study of Islamic History”,Cet, I; Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 1996.
Al-Wakil,
Muhammad Sayyid, Wajah Dunia Islam.Dari Dinasti Bani Umayyah hingga
Imperialisme Modern, Judul asli “Lamhatun Min Tarikh al-Da’wah, Ashabu
al-Dha’fi fi al-Ummati al-Islamiyah" (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
1998), h. 170.
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedi
Islam, Cet. III; Jakarta: Van Houve, 1994.
Enan, M.A., Detik-detik Menentukan dalam Sejarah Islam,
Surabaya: Bina Ilmu. 1943.
Harun, M. Yahya, Perang Salib dan Pengaruh Islam di Eropa,
(Yogyakarta: Bina Usaha, 1987).
Hitti, Philip
K., The Arab’s a short History, diterjemahkan oleh Ushuluddin Hutagalung
dan O.D.P. Sihombing dengan Judul Dunia Arab Sejarah singkat, Cet. III;
Bandung: Votkink Van Houve, t. th.
_______’ History
of the Arabs, Rujukan Induk dan Paling
Otoritatif tentang Sejarah Peradaban Islam terjm oleh R. Cecep Lukman Yasin
dan Dedi Slamet Riyadi, Cet. I: Edisi Hard Cover, PT Serambi Ilmu Semesta,
Februari 2010.
Osman, A.
Latif, Ringkasan Sejarah Islam, Cet. XVI; Jakarta: PT Bumi Restu, 1981.
Tajuddin, Abd
Al-Rahman, Dirasah fi al-tarikh
al-islami, (Kairo: Maktabah Al-Sunnah al-Muhammadiyah, 1953).
[1]W. Montgomery Watt, The
Majesty That Was Islam, diterjemahkan oleh Hartono Hadikusumo dengan judul
“Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Telaah Orientasi”, (Cet. I;
Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990), h. 40.-41.
[2]W. Montgomery Watt, The
Majesty That Was Islam, diterjemahkan oleh Hartono Hadikusumo dengan judul
“Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Telaah Orientasi”, h. 77.
[3]Dewan
Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia Islam, (Cet. III; Jakarta: Van
Houve, 1994), h. 240..
[4]A. Latif Osman, Ringkasan
Sejarah Islam, (Cet. XVI: Jakarta: PT. Bumi Restu, 1981), h. 39.
[5]K. Ali, Sejarah
Islam (Tarikh Pra Moderen), terj M. Nasir Budiman dari buku “A Study of
Islamic History”, (Cet, I: Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), h.
274.
[6]K. Ali, Sejarah
Islam (Tarikh Pra Moderen), terj M. Nasir Budiman dari buku “A Study of
Islamic History”, h.274.
[7]Muhammad Sayyid
al-Wakil, Wajah Dunia Islam.Dari Dinasti Bani Umayyah hingga Imperialisme
Modern, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1998), h. 170.
[8]K. Ali, Sejarah Islam
(Tarikh Pra Moderen), terj M. Nasir Budiman dari buku “A Study of
Islamic History”, h. 274.
[9]K. Ali, Sejarah
Islam (Tarikh Pra Moderen), terj M. Nasir Budiman dari buku “A Study of
Islamic History”,, h. 275.
[10]Philip K. Hitti, The
Arab’s a Short History, terjm oleh Ushuluddin Hutagalung dan O.D.P.
Sihombing dengan judul Dunia Arab Sejarah Singkat, (Cet, III: Bandung:
Votkink Van Hoeve, t .th), h. 209.
[11]M. Yahya Harun, Perang Salib dan Pengaruh Islam di Eropa,(Yogyakarta:Bina
Usaha, 1987), hlm. 12-14.
[12]Abd Al-Rahman
Tajuddin, Dirasah fi al-Tarikh al-Islami,(Kairo:Maktabah
Al-Sunnah Al-Muhammadiyah, 1953), hlm. 148.
[14]Abd Al-Rahman
Tajuddin, Dirasah fi al-Tarikh al-Islam. Hlm. 153.
[15]Muhammad sayyid
Al-Wakil, op. cit., h. 226-227.
No comments:
Post a Comment