1.
Ali bin Al-Husein Zainal Abidin (Wafat 93 H)
Nama sebenarnya
adalah Ali bin al-Husein bin Ali bin Abi Thalib, neneknya adalah Fatimah
az-zahra binti Rasulillah, terkadang ia disebut dengan Nama Abu Husein atau Abu
Muhammad, sedangkan nama panggilannya adalah Zainal abidin dan As-Sajad, karena
kebanyakan melakukan shalat dimalam hari dan di siang hari.
1)
Perjalanan
hidupnya.
Diriwayatkan bahwa Ia
menerima beberapa orang tamu dari Irak, lalu membicarakan Abu Bakar, Umar dan
Utsman tentang sesuatu yang buruk terhadapnya, dan ketika mereka selesai
bicara, maka ia berkata,”Apakah kalian termasuk kaum muhajirin yang didalam
Alquran surat al-Hasyr: 8 yang menegaskan ‘Mereka yang diusir dari kampung
halaman dan dipaksa meninggalkan harta benda mereka, hanya karena mereka ingin
memperoleh karunia Allah dan keridhaan-Nya?”’ Mereka menjawab, ”Bukan…!”
”Apakah kalian termasuk kaum Anshar yang dinyatakan dalam Alquran surat al-Hasyr 97: ‘Mereka yang tinggal di Madinah dan telah beriman kepada Allah sebelum kedatangan kaum Muhajirin. Mereka itu mencintai dan bersikap kasih sayang kepada orang-orang yang datang berhijrah kepada mereka, dan mereka tidak mempunyai pamrih apa pun dalam memberikan bantuan kepada kaum Muhajirin. Bahkan mereka lebih mengutamakan orang-orang yang hijrah daripada diri mereka sendiri, kendatipun mereka berada dalam kesusahan?”’ ”Bukan…!” Kalau begitu berati kalian menolak untuk tidak termasuk ke dalam salah satu dari kedua golongan tersebut. Selanjutnya ia berkata” Aku bersaksi bahwa kalian bukanlah orang yang dimaksud dalam firman allah, “”Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman.” (Qs. Al Hasyr:10). Maka keluarlah kalian dari rumahku, niscaya Allah murka kepada kalian”.
”Apakah kalian termasuk kaum Anshar yang dinyatakan dalam Alquran surat al-Hasyr 97: ‘Mereka yang tinggal di Madinah dan telah beriman kepada Allah sebelum kedatangan kaum Muhajirin. Mereka itu mencintai dan bersikap kasih sayang kepada orang-orang yang datang berhijrah kepada mereka, dan mereka tidak mempunyai pamrih apa pun dalam memberikan bantuan kepada kaum Muhajirin. Bahkan mereka lebih mengutamakan orang-orang yang hijrah daripada diri mereka sendiri, kendatipun mereka berada dalam kesusahan?”’ ”Bukan…!” Kalau begitu berati kalian menolak untuk tidak termasuk ke dalam salah satu dari kedua golongan tersebut. Selanjutnya ia berkata” Aku bersaksi bahwa kalian bukanlah orang yang dimaksud dalam firman allah, “”Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman.” (Qs. Al Hasyr:10). Maka keluarlah kalian dari rumahku, niscaya Allah murka kepada kalian”.
Ali bin al Husein
Zainal ‘Abidin dianggap sebagai ulama yang paling masyur di Madinah dan
pemimpin ulama tabi’in di sana. Hal ini keterangan yang diriwayatkan oleh Jabir
bin Abdillah, dan yang diriwayatkan Ibnu Abbas.
Kurang lebih 30 tahun
Zainal Abidin bergiat mengajar berbagai cabang ilmu agama Islam di Masjid
Nabawi di Madinah. Sikap tidak berpihak pada kelompok mana pun tersebut
mengundang simpati dari semua kelompok yang bertikai. Zainal Abidin disegani
oleh segenap kaum Muslimin baik kawan maupun lawan.
Pada zamannya, Zainal
Abidin diakui masyarakat Muslimin sebagai ulama puncak dan kharismatik. Ia
sangat dihormati, disegani, dan diindahkan nasihat-nasihatnya. Kenyataan itu
tidak hanya karena kedalaman ilmu pengetahuan agamanya, tidak pula karena
satu-satunya pria keturunan Rasulullah, tetapi juga karena kemuliaan akhlak dan
ketinggian budi pekertinya.
Salah seorang Putera
‘Amar bin Yasir meriwayatkan bahwa: pada suatu hari Ali bin Husein kedatangan
suatu kaum, lalu beliau menyuruh pembantunya untuk membuatkan daging panggang,
Kemudian pembantu itu dengan terburu buru sehingga besi untuk membakar daging
terjatuh mengenai kepala anak Alin bin usein yang masih kecil sehingga anak
tersebut meninggal. Maka Ali berkata kepada pembantunya,’ kamu kepanasan,
sehingga besi itu jatuh’. Setelah itu beliau sendiri mempersiapkan untuk
memakamkan anaknya.”. Menunjukan kesabaran dan kepasrahan beliau, dimana
seorang pembantu telah menyebabkan kematian anaknya. sehingga ia membalas
kejelekan dengan suatu kebaikan.
Sebuah keterangan
yang diriwayatkan oleh Hisyam bin Abdul Malik ketika ia sedang menunaikan
ibadah haji sebelum diangkat menjadi Khalifah, ia berusaha untuk mencium hajar
aswad tetapi ia tidak mampu melakukannya, kemudian datang Ali bin Husein hendak
mencium hajar aswad juga sehingga orang orang disekitarnya menyingkir dan
berhenti lalu beliau menciumnya. Kemudian orang orang bertanya kepada Hisyam
siapa orang itu?, dia menjawab aku tidak mengenalnya. Maka seseorang berkata”
Aku mengenalnya, dia adalah Ali bin al Husein.
Para ulama sepakat
bahwa Ali bin al Husein ini anak paling kecil dari Husein yang selamat,
sedangkan kakak kakaknya dan kedua orang tuanya terbunuh sebagai syuhada.
Zainal Abidin kecil selamat dari pembunuhan keluarga Rasulullah, ketika itu ia
sedang terlentang diatas tempat tidur karena sakit, sehingga keadaanya luput
dari pembunuhan, saat itu usianya 23 tahun. Allah melindungi dan
menyelamatkannya.
Ia
wafat pada tahun 74 H di Madinah dalam usia 58 tahun dan dimakamkan di Baqi.
Riwayat lain dikatakan ia wafat pada tahun 93 H dalam usia 57 tahun.
No comments:
Post a Comment