1.
Imam
Muslim (206-261 H)
Nama lengkapnya ialah
Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al Qusyairi
an-Naisaburi. Ia juga mengarang kitab As-Sahih (terkenal dengan Sahih
Muslim). Ia salah seorang ulama terkemuka yang namanya tetap dikenal hingga
kini.
Ia dilahirkan di Naisabur pada tahun
206 H. menurut pendapat yang sahih sebagaimana dikemukakan oleh al-Hakim Abu
Abdullah dalam kitabnya ‘Ulama’ul Amsar.*
1)
Kehidupan
untuk Mencari Ilmu
Ia belajar hadits
sejak masih dalam usia dini, yaitu mulaii tahun 218 H. Ia pergi ke Hijaz, Irak,
Syam, Mesir dan negara negara lainnya. Dalam perjalannanya Imam Muslim banyak
mengunjungi ulama-ulama kenamaan untuk berguru hadits kepada mereka.
Di Khurasan, ia
berguru kepada Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih; di Ray ia berguru kepada
Muhammad bin Mahran dan Abu ‘Ansan. Di Irak ia belajar hadits kepada Ahmad bin
Hambal dan Abdullah bin Maslamah; di Hijaz belajar kepada Sa’id bin Mansur dan
Abu Mas’Abuzar; di Mesir berguru kepada ‘Amr bin Sawad dan Harmalah bin Yahya,
dan kepada ulama ahli hadits yang lain.
Muslim berkali-kali
mengunjungi Baghdad untuk belajar kepada ulama-ulama ahli hadits, dan
kunjungannya yang terakhir pada 259 H. di waktu Imam Bukhari datang ke
Naisabur, Muslim sering datang kepadanya untuk berguru, sebab ia mengetahui
jasa dan ilmunya. Dan ketika terjadi fitnah atau kesenjangan antara Bukhari dan
Az-Zihli, ia bergabung kepada Bukhari, sehingga hal ini menjadi sebab
terputusnya hubungan dengan Az-Zihli. Muslim dalam Sahihnya maupun dalam kitab
lainnya, tidak memasukkan hadits-hadits yang diterima dari Az-Zihli padahal ia
adalah gurunya. Hal serupa ia lakukan terhadap Bukhari. Ia tidak meriwayatkan
hadits dalam Sahihnya, yang diterimanya dari Bukhari, padahal iapun sebagai
gurunya. Nampaknya pada hemat Muslim, yang lebih baik adalah tidak memasukkan
ke dalam Sahihnya hadits-hadits yang diterima dari kedua gurunya itu, dengan
tetap mengakui mereka sebagai guru.
2)
Guru-gurunya
Selain yang telah
disebutkan di atas, Muslim masih mempunyai banyak ulama yang menjadi gurunya.
Di antaranya :Usman
dan Abu Bakar, keduanya putra Abu Syaibah; Syaiban bin Farwakh, Abu Kamil
al-Juri, Zuhair bin Harb, Amr an-Naqid, Muhammad bin al-Musanna, Muhammad bin
Yassar, Harun bin Sa’id al-Ayli, Qutaibah bin Sa’id dan lain sebagainya.
3)
Keahlian
dalam Hadits
Apabila Imam Bukhari
merupakan ulama terkemuka di bidang hadits sahih, berpengetahuan luas mengenai
ilat-ilat dan seluk beluk hadits, serta tajam kritiknya, maka Imam Muslim
adalah orang kedua setelah Imam Bukhari, baik dalam ilmu dan pengetahuannya
maupun dalam keutamaan dan kedudukannya.
Imam Muslim banyak
menerima pujian dan pengakuan dari para ulama ahli hadits maupun ulama lainnya.
Al-Khatib al-Baghdadi berketa, “Muslim telah mengikuti jejak Bukhari,
memperhatikan ilmunya dan menempuh jalan yang dilaluinya.” Pernyataan ini tidak
berarti bahwa Muslim hanyalah seorang pengekor. Sebab, ia mempunyai cirri khas
dan karakteristik tersendiri dalam menyusun kitab, serta metode baru yang belum
pernah diperkenalkan orang sebelumnya.
Abu Quraisy al-Hafiz
menyatakan bahwa di dunia ini orang yang benar-benar ahli di bidang hadits
hanya empat orang; salah satu di antaranya adalah Muslim (Tazkiratul Huffaz, jilid
2, hal. 150). Maksud perkataan tersebut adalah ahli ahli hadits terkemuka yang
hidup di masa Abu Quraisy, sebab ahli hadits itu cukup banyak jumlahnya.
4)
Karya-karya
Imam Muslim
Imam Muslim
meninggalkan karya tulis yang tidak sedikit jumlahnya, di antaranya :
a.
Al-Jami’
as-Sahih (Sahih Muslim).
b.
Al-Musnadul
Kabir (kitab yang menerangkan nama-nama para perawi hadits).
c.
Kitabul-Asma’
wal-Kuna.
d.
Kitab
al-’Ilal.
e.
Kitabul-Aqran.
f.
Kitabu
Su’alatihi Ahmad bin Hambal.
g.
Kitabul-Intifa’
bi Uhubis-Siba’.
h.
Kitabul-Muhadramin.
i.
Kitabu
man Laisa lahu illa Rawin Wahid.
j.
Kitab
Auladis-Sahabah.
k.
Kitab
Awhamil-Muhadditsin
5)
Kitab
Sahih Muslim
Di antara kitab-kitab
di atas yang paling agung dan sangat bermanfat luas, serta masih tetap beredar
hingga kini ialah Al Jami’ as-Sahih, terkenal dengan Sahih Muslim. Kitab ini
merupakan salah satu dari dua kitab yang paling sahih dan murni sesudah
Kitabullah. Kedua kitab Sahih ini diterima baik oleh segenap umat Islam.
Imam Muslim telah
mengerahkan seluruh kemampuannya untuk meneliti dan mempelajari keadaan para
perawi, menyaring hadits-hadits yang diriwayatkan, membandingkan riwayat
riwayat itu satu sama lain. Muslim sangat teliti dan hati-hati dalam
menggunakan lafaz-lafaz, dan selalu memberikan isyarat akan adanya perbedaan
antara lafaz-lafaz itu. Dengan usaha yang sedeemikian rupa, maka lahirlah kitab
Sahihnya.
Bukti kongkrit
mengenai keagungan kitab itu ialah suatu kenyataan, di mana Muslim menyaring
isi kitabnya dari ribuan riwayat yang pernah didengarnya. Diceritakan, bahwa ia
pernah berkata: “Aku susun kitab Sahih ini yang disaring dari 300.000 hadits.”
Diriwayatkan dari
Ahmad bin Salamah, yang berkata : “Aku menulis bersama Muslim untuk menyusun
kitab Sahihnya itu selama 15 tahun. Kitab itu berisi 12.000 buah hadits.”
Dalam pada itu, Ibn
Salah menyebutkan dari Abi Quraisy al-Hafiz, bahwa jumlah hadits Sahih Muslim
itu sebanyak 4.000 buah hadits. Kedua pendapat tersebut dapat kita kompromikan,
yaitu bahwa perhitungan pertama memasukkan hadits-hadits yang berulang-ulang
penyebutannya, sedangkan perhitungan kedua hanya menghitung hadits-hadits yang
tidak disebutkan berulang.
Imam Muslim berkata
di dalam Sahihnya: “Tidak setiap hadits yang sahih menurutku, aku cantumkan
di sini, yakni dalam Sahihnya. Aku hanya mencantumkan hadits-hadits yang telah
disepakati oleh para ulama hadits.” .
Imam Muslim pernah
berkata, sebagai ungkapan gembira atas karunia Tuhan yang diterimanya: “Apabila
penduduk bumi ini menulis hadits selama 200 tahun, maka usaha mereka hanya akan
berputar-putar di sekitar kitab musnad ini.”
Ketelitian dan
kehati-hatian Muslim terhadap hadits yang diriwayatkan dalam Sahihnya dapat
dilihat dari perkataannya sebagai berikut : “Tidaklah aku mencantumkan
sesuatu hadits dalam kitabku ini, melainkan dengan alasan; juga tiada aku menggugurkan
sesuatu hadits daripadanya melainkan dengan alasan pula.”
Imam Muslim di dalam
penulisan Sahihnya tidak membuat judul setiap bab secara terperinci. Adapun
judul-judul kitab dan bab yang kita dapati pada sebagian naskah Sahih Muslim
yang sudah dicetak, sebenarnya dibuat oleh para pengulas yang datang kemudian.
Di antara pengulas yang paling baik membuatkan judul-judul bab dan sistematika
babnya adalah Imam Nawawi dalam Syarahnya.
Imam
Muslim wafat pada ahad sore, dan dikebumikan di kampung Nasr Abad, salah satu
daerah di luar Naisabur, pada hari Senin, 25 Rajab 261 H. dalam usia 55 tahun
No comments:
Post a Comment