Analisa
Terhadap Pemikiran dan Aktivitas Politik Soekarno
Oleh: Andi
Anggana
- Pendahuluan
Soekarno adalah figur pemimpin politik yang hingga saat ini
kharismanya masih sangat terasa dalam perjalanan ideologi, khususnya
marhaenisme di Indonesia. Praktik politik dan konsepsi demokrasi terpimpin yang
diterapkannya di Indonesia mampu memberikan warna lain dalam konsep demokrasi.
Peran Soekarno untuk Indonesia sangat besar, sebab Soekarno adalah pahlawan
bangsa dan negara ini ketika perlawanan terhadap penjajahan kolonialisme
berhasil dengan terciptanya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan begitu,
Soekarno pantas diberi gelar founding fathers , yaitu bapak pembangun
negeri dan bangsa ini.
Dalam pada itu, Soekarno dikenal dengan jiwa pemberontak,
hal ini sebenarnya merupakan pengaruh dari perjalanan hidup dan karir politik
pada masa itu yang selalu terjerat oleh bangsa asing yang datang dengan sikap
imperialisme barat sehingga dalam pandangan Soekarno, setiap bangsa dan negara
mempunyai jalan masing-masing dalam menentukan kemana arah dan tujuan bangsa
dan negara tersebut, namun jika dalam penentuan arah dan tujuan bangsa dan
negara tersebut dihalang-halangi, maka sudah sepantasnya bangsa dan negara
tersebut melawan dengan kekuatan penuh sebagai respon atas pengaruh itu.
Sungguh berani sikap Soekarno pada masa itu, sehingga dapat dikatakan bahwa
Soekarno lahir sebagai desain Tuhan dalam merangkai sejarah perjuangan bangsa
dan negara Indonesia.
Walaupun Soekarno memiliki sejarah manis dalam mendirikan
NKRI, akan tetapi tetap saja ada beberapa sisi negatif yang harus diketahui,
sebab Soekarno adalah manusia biasa yang mungkin saja melakukan suatu
kesalahan. Bagian terpenting dalam sejarah Soekarno dan Indonesia terjadi pada
saat Soekarno menerapkan suatu konsepsi tentang demokrasi terpimpin, yang dalam
pandangannya adalah demokrasi Indonesia sejak zaman purbakala-mula ialah
demokrasi terpimpin, dan ini adalah karakteristik bagi semua
demokrasi-demokrasi asli di Benua Asia. Atas dasar itu, Soekarno menerapkan
demokrasi terpimpin sehingga mengakibatkan timbulnya suatu sistem otoriter,
sebab kekuasaan terpusat dan dengan kekuasaan seperti itu, Soekarno melakukan
tindakan non-demokratis, hingga akhirnya Soekarno digulingkan oleh berbagai
elemen. Oleh karena itu, pembahasan Soekarno dalam tulisan ini akan mengupas
berbagai hal tentang Soekarno.
- Biografi Soekarno
Soekarno (1901-1970) adalah keturunan penganut ajaran
theosofi Jawa, dan Ibunya adalah penganut agama Hindu Bali.[1]
Soekarno merupakan seorang siswa yang mendapat pendidikan barat sekuler yang
kemudian aktif dalam kegiatan politik ketika usianya memasuki dewasa. Soekarno
lahir ketika pada masa permulaan era kebangkitan dan pergerakan nasional, yaitu
pada tanggal 6 Juni 1901 di Lawang Seketeng, Surabaya. Bagi bangsa Indonesia
abad ke-19 merupakan zaman yang gelap. Sebaliknya zaman itu bagi mereka di
belahan bumi lain adalah zaman penuh semangat di dalam pasang naiknya revolusi
kemanusiaan.[2]
Ibunya bernama Idayu Nyoman Ray dan ayahnya bernama R. Soekemi Sosrodihardjo,
kemudian kakaknya bernama Soekarmini. “Aku adalah anak dari seorang ibu
kelahiran Bali dari kasta Brahmana. Ibuku, Idayu, merupakan keturunan
bangsawan. Raja Singaraja yang terakhir adalah paman ibuku”, ujar Soekarno.[3]
Soekarno mempunyai kakek yang ahli dalam ilmu gaib dan ahli kebatinan yang
bernama Raden Hardjodikromo, dengan berhubungan terhadap kakeknya ini secara
tidak langsung Soekarno mendapat ilmu kebatinan dalam menjalani karir politiknya
kelak.
Dilihat dari garis ayahnya, Soekarno berasal dari keturuan
priyayi rendahan, dalam hal ini kedudukan sosial-ekonomi keluarganya hanya
sedikit lebih baik dari golongan kebanyakan rakyat di Indonesia, yang
dikemudian hari disebut oleh Soekarno dengan istilah Marhaen.[4]
Namun ketika dilihat dari garis kepercayaan, maka dapat ditarik pengertian
bahwa Soekarno termasuk golongan “abangan”, yang menurut Clifford Gerrtz,
golongan yang tidak sepenuhnya taat pada ajaran Islam.
Soekarno pada masa kecilnya sangat menyukai wayang, hal ini
sebenarnya merupakan pengaruh dari ayahnya yang sangat menggemari wayang.
Soekarno juga sangat dekat dengan pembantu rumah tangga yang bekerja di
rumahnya. Sarinah (pembantu Soekarno) mengajarkan Soekarno tentang cinta kasih
terhadap rakyat jelata, dalam pembelajarannya dengan wayang dan pembantunya
itu, Soekarno tersosialisasikan dalam budaya Jawa, yang kemudian membentuk
kepribadiannya. Ciri-ciri dari budaya Jawa adalah sinkretisme, yaitu
suatu hal yang memungkinkan orang jawa untuk memadukan apa yang baik dari dalam
dirinya sendiri dengan apa yang dianggapnya baik dari luar, dan ciri-ciri
itulah yang kemudian sangat menonjol di dalam pemikiran Soekarno.
Pendidikan formal Soekarno dijalani di Desa Tulung Agung,
disana Soekarno dibimbing oleh guru serta ayahnya dalam hal pendidikan, hingga
pada tahapan diluar kelas pun soekarno masih tetap belajar membaca dan menulis
atas perintah dari ayahnya. Setelah pindah sekolah ke sekolah Angka Loro
di Sidoarjo, dan kemudian pada usia 12 tahun pindah ke Sekolah Angka Satu
di Mojokerto dan duduk di kelas 6, hingga akhirnya di sana Soekarno menjadi
murid yang pandai.
Setelah mengalami perkembangan yang sangat cepat, Soekarno
kemudian pindah sekolah ke Europeese Lagere School (ELS) di Mojokerto
dan turun ke kelas lima. Disamping belajar di sekolah itu, Soekarno juga
mengambil “les” pelajaran bahasa Perancis di brynette de la Roche Brune.
Setelah lulus di ELS Mojokerto, kemudian pendidikannya dilanjutkan ke Hogere
Burger School (HBS) Surabaya, sebenarnya sekolah ini adalah sekolah yang
sangat sulit dimasuki oleh para pribumi, namun karena Soekarno mampu membayar
mahal, maka Soekarno pun masuk sekolah ini dan kemudian di sekolah ini Soekarno
mengenal teori marxisme dari seorang gurunya, yaitu C. Hartough yang menganut
paham sosial demokrat.[5]
Perkembangan intelektual Soekarno didorong oleh kemiskinan
yang kemudian menderanya pada waktu itu, dengan kemiskinan itu Soekarno mencari
hiburan dengan menyelami alam ilmu pengetahuan, dalam pengakuannya bahwa ketika
membaca, Soekarno seolah-olah sedang bercengkerama dengan tokoh-tokoh besar
dari segala bangsa. Soekarno juga didorong oleh lingkungannya pada waktu itu,
sebab selama belajar di Surabaya, Soekarno tinggal di rumah H.O.S.
Tjokroaminoto.
Pada masa mudanya, Soekarno menikahi putri dari
Tjokroaminoto, dengan begitu Soekarno selalu mengikuti kemana pun Tjokroaminoto
pergi, mulai dari diskusi-diskusi dalam Sarekat Islam sampai pada tahapan
pidato Tjokroaminoto pun selalu diperhatikan dengan baik, maka tidak salah
bahwa Tjokroaminoto sangat mempengaruhi dan mengubah hidupya. Di Surabaya pula
Soekarno kemudian mendirikan perkumpulan politik yang bernama Trikoro
Darmo, yaitu organisasi para pelajar yang seumuran dengan Soekarno, yang
berlandaskan kebangsaan serta kegiatannya adalah mengembangkan kebudayaan,
mengumpulkan dana sekolah serta membantu korban bencana alam.
Dalam pada itu, selain Soekarno aktif dalam organisasinya
itu, Soekarno juga mengikuti kelompok studi yang diselenggarakan oleh kelompok
diskusi Studieclub, yaitu sebuah kelompok studi yang aktif membahas
buah pikiran dan cita-cita. Dalam kelompok studi inilah Soekarno pertama kali
berpidato, sebab Soekarno pada waktu itu didorong oleh sikapnya yang tidak
setuju terhadap pidato ketua studieclub yang mengatakan bahwa
menguasai bahasa Belanda menjadi keharusan bagi generasi pemuda. Dalam pidato
tersebut, Soekarno menghimbau para anggota Studieclub untuk bersatu
dan mengembangkan bahasa Melayu, baru kemudian bahasa asing, terutama bahasa Inggris,
karena bahasa ini merupakan bahasa diplomatik.
Pada tahun 1921 Soekarno lulus dari HBS dan melanjutkan ke
Sekolah Tinggi Teknik (Technische Hoge school/THS) di Bandung. Pada
tahun 1926, Soekarno lulus dari THS dengan baik dan sekitar tahun 1923-1924
Soekarno ikut mengubah nama Jong Java menjadi Jong Indonesia,
dan kemudian pernah menjadi anggota organisasi kepanduan di Bandung. [6]
Dalam perjalanan Soekarno pada masa kecil dan sekolahnya,
dapat diterangkan bahwa Soekarno dibesarkan di dua kota, yaitu Surabaya dan
Bandung. Kedua kota tersebut tentu memberikan pengaruh tersendiri bagi
kepribadian Soekarno. Dalam bagian lain, kedua kota ini, seperti kota-kota
besar di pantai utara pulau Jawa, tidak mendapat pengaruh kuat dari kebudayan
tradisional Jawa. Sarekat Islam atau Partai Komunis Indonesia, yang
berorientasi internasional, berkembang di kota-kota seperti Surabaya, Bandung,
Jakarta, dan Semarang. Tetapi keduanya tidak begitu berkembang di Yogyakarta.
Hal seperti itu tidak berubah setelah Soekarno tampil dalam arena politik di
akhir tahun 1920-an.[7]
- Aktivitas Politik Soekarno
Dalam bagian ini akan menjelaskan pengaruh Soekarno dalam
aktivitas politik di berbagai kegiatan, namun harus diketahui bahwa ketika
Soekarno berada pada masa pendidikan dan kemudian terjun dalam partai politik
di Sarekat Islam, Soekarno masih tergolong sebagai partisipan, dan belum
mencapai pada pencapaian politik sesungguhnya, yaitu sebagai seorang pemimpin
politik.
Sebelumnya telah dijelaskan, ketika Soekarno menempuh
pendidikan di Surabaya telah meniti karir politik dengan mendirikan sebuah
perkumpulan politik yang bernama Trikoro Darmo, yang mempunyai arti
tiga tujuan suci dan melambangkan kemerdekaan politik, ekonomi dan sosial.
Dalam mengisi waktu luang yang lain, Soekarno juga mengikuti kegiatan Sarekat
Islam, walaupun hanya terbatas pada anggota dan hanya mengikuti kemana pun
pemimpin Sarekat Islam itu pergi dalam rangka kegiatan politik dari organisasi
ini.
Kegemaran Soekarno pada politik terlihat ketika mengganti
nama Jong Java menjadi Jong Indonesia bersama para temannya
dan juga ketika berada di Bandung, Soekarno terlibat dengan salah satu
organisasi kepanduan dalam meningkatkan kepemimpinan pada waktu itu. Namun
dapat dijelaskan dalam bagian ini, yaitu aktivitas dari Soekarno yang paling
menonjol pada saat menulis sebuah artikel panjang di Suluh Indonesia Muda
dengan judul ”Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme.”[8]
Tulisan Soekarno ini merupakan pernyataan lebih lanjut dari pemikiran yang
pernah dilontarkan PI di negeri Belanda.[9]
Sebenarnya dalam tulisan tersebut, Soekarno sedang dalam
pencarian jati diri dalam bentuk pematangan ideologi, dalam tulisan tersebut
secara langsung menempatkan dirinya dalam golongan nasionalis yang sedang
berusaha membina persatuan di antara berbagai macam ideologi yang berkembang
pada saat itu pada pra-kemerdekaan Indonesia.
Untuk merealisasikan ide tersebut, Soekarno bukan saja
terlibat dalam dialog-dialog ideologis, tetapi kemudian mendirikan sebuah
partai politik yang bernama Partai Nasional Indonesia (PNI) pada tahun 1927.[10]
Dengan demikian, Soekarno telah berperan aktif dalam kancah politik dan tampil
sebagai seorang pendiri partai politik dalam memperjuangkan kemerdekaan. Dalam
pengaruh Soekarno, PNI menjadi sebuah partai besar pada waktu itu yang dalam
asas partainya terbentuk sebagai bagian dari golongan nasionalis dalam
menciptakan persatuan dari berbagai aliran politik yang ada pada waktu itu.
Selanjutnya, berdasarkan pemahaman Soekarno dalam tulisan
yang pernah dimuat di suluh Indonesia Muda. Akhirnya,
Soekarno bersama Soekiman yang merupakan perwakilan dari Sarekat Islam
mempunyai rencana untuk membentuk suatu badan federasi partai-partai politik
yang kemudian terselenggara dengan nama Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan
Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI). Walaupun badan federasi tersebut
diapresiasi oleh para pimpinan partai politik pada waktu itu dalam rangka
perlawanan terhadap pihak pemerintah kolonial, namun badan federasi ini di
kemudian hari memudar, karena partai-partai politik yang tergabung dalam badan
federasi ini lebih mementingkan partai masing-masing.
Pada masa itu juga kemudian lahir beberapa konflik
kepentingan yang melahirkan beberapa blok, di satu sisi ada yang bersifat
kooperatif terhadap pihak kolonial, namun di sisi lain ada juga yang bersifat
non-kooperatif. Di dalam konflik kepentingan tersebut akhirnya menimbulkan
perpecahan, sehingga Soekarno disidang dalam pengadilan kolonial di Bandung
pada tahun 1930. Pada waktu Soekarno masuk penjara, PNI yang dibentuk oleh
Soekarno dibubarkan oleh Sartono dan diganti dengan Partai Indonesia
(Partindo). Namun kelompok pendukung Soekarno yang merasa kecewa segera
membentuk organisasi baru pengganti Partai Nasional Indonesia, yaitu Pendidikan
Nasional Indonesia (PNI Baru).
Setelah bebas dari penjara, Soekarno kemudian ingin
mempersatukan dua kelompok nasionalis yang merupakan bagian dari PNI pada waktu
Soekarno belum di penjara. Namun usahanya gagal dan akhirnya Soekarno memilih
aktif dalam Partindo.[11]
Sedangkan PNI Baru kemudian dipimpin oleh Hatta.
Partindo yang dipimpin oleh Soekarno menjalankan kegiatan
politik dengan gerakan protes terhadap kebijakan pemerintah kolonial dan
menggalang partisipasi rakyat dalam bidang politik. Pada masa ini dapat
dipahami bahwa gerakan Soekarno sebagai perwujudan keterampilan politik dalam
mengaplikasikan gagasannya untuk menentang pemerintah kolonial pada waktu itu.
Dalam gerakan penentangan kebijakan terhadap pemerintah kolonial tersebut,
akhirnya pihak pemerintah kolonial menangkap sejumlah tokoh-tokoh yang
berpengaruh pada waktu itu, termasuk Soekarno yang kemudian dibuang ke daerah
Endeh, Flores dan selanjutnya dibuang juga ke Bengkulu. Pada saat di Bengkulu
inilah kemudian Soekarno aktif dalam organisasi Islam modern, seperti
Muhammadiyah. Pada saat pengasingan itu juga kemudian polemiknya dengan M.
Natsir terjadi mengenai bentuk negara Indonesia setelah merdeka.
Setelah dari pengasingan tersebut, akhirnya Soekarno
kembali dalam upaya menjalankan perjuangan terhadap pemerintah kolonial. Hingga
pada waktu sebelum proklamasi, Soekarno telah terlibat dalam pembicaraan khusus
mengenai dasar dari negara Indonesia, sehingga pada 1 Juni 1945 pidato Soekarno
tentang dasar negara Indonesia, yang diberi nama Pancasila diterima dengan
sedikit rumusan yang kemudian diperbaiki.
Dalam bagian lain, puncak pertarungan ideologis dengan
berbagai kelompok terjadi ketika masa penjajahan Jepang, hal tersebut yang
kemudian melahirkan rumusan Pancasila. Keberhasilan ini merupakan hasil jerih
payah Soekarno dalam rangka mencari bentuk kompromi antara kelompok Islam dan
kelompok nasionalis sekuler. Tetapi setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia,
masalah ini dibicarakan lagi oleh berbagai kelompok dalam mendamaikan kedua
belah pihak yang kemudian berdamai atas nama Pancasila.
Akhirnya, pada tanggal 17 Agustus 1945 Soekarno dan Hatta
membaca teks proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, sehingga untuk memimpin
Indonesia dalam menjalankan pemerintahannya, Komite Nasional Indonesia Pusat
yang merupakan kelanjutan dari Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
memutuskan untuk memilih Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia yang
pertama dan Hatta sebagai Wakil Presiden. Pada saat itu, kemudian dapat
diterangkan bahwa aktivitas politik Soekarno mencapai puncaknya, hingga pada
kemudian hari konsepsi demokrasi terpimpin dari dirinya yang kemudian membuat
Soekarno kehilangan jabatan sebagai seorang presiden.
- Karya-Karya Soekarno
Sebenarnya karya-karya dari Soekarno tersebar dalam bentuk
pidato-pidato dan tulisan-tulisan lepas, hal tersebut mungkin karena aktivitas
Soekarno yang terlalu sibuk dalam menjalankan kegiatan politik, namun harus
dimengerti bahwa karya-karya Soekarno meskipun dalam bentuk pidato-pidato dan
tulisan-tulisan selalu membawa pemikiran-pemikiran yang memiliki daya filosofis
dan kajian pengetahuan luas.
Karya yang sangat fenomenal dari Soekarno adalah kumpulan
tulisan-tulisan dari beberapa Koran dan surat yang dibuat oleh Soekarno dalam
menganalisa, memahami, dan menjawab berbagai persoalan yang pada waktu itu
terjadi. Karya ini pun dijadikan sebuah buku yang diberi judul Dibawah
Bendera Revolusi. Buku ini secara garis besar mengungkap berbagai
pemikiran-pemikiran yang dilontarkan Soekarno dalam merespon berbagai macam
persoalan yang terjadi. Sebagai contoh, pada awal halaman buku ini menjelaskan
bahwa menurut Soekarno, esensi dasar dari konsep nasionalisme, Islamisme, dan
marxisme yang ada di Indonesia berasal dari suatu dasar yang sama, yaitu hasrat
untuk melawan suatu sistem yang merugikan, yaitu kapitalisme dan imperialisme
barat. Kemudian, dalam tulisan tersebut Soekarno mempunyai pemahaman bahwa
ketiga aliran itu dapat bersatu melawan musuh bersama, walaupun Soekarno
mengetahui bahwa ketiganya tidak dapat melebur menjadi satu.
Selanjutnya, pidato-pidato Soekarno layak disebut sebagai
karya-karya terbaik dalam perjalanan bangsa dan negara Indonesia. Beberapa
pidato Soekarno, antara lain adalah pidato Soekarno pada rapat besar BPUPKI
tanggal 1 Juni 1945 di gedung Tyuuoo Sangi-In yang kemudian menghasilkan
rumusan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia hingga saat ini.
Lebih lanjut, pidato Soekarno mengenai demokrasi terpimpin
mampu memberikan warna lain dalam pemahaman dunia saat itu yang selalu menganut
demokrasi dari barat. Pidato konsepsi demokrasi terpimpin Soekarno mampu
memberikan sebuah kontribusi bagi penularan kaidah pengetahuan dunia, sebab
demokrasi terpimpin yang dimaksud olehnya mampu memberikan kepada Soekarno
suatu kekuasaan penuh yang terpusat ditangannya. Inilah sebuah karya Soekarno
yang mampu memberikan karakteristik demokrasi-demokrasi asli di Benua Asia,
khususnya dalam ruang lingkup Indonesia.
- Pemikiran-Pemikiran Soekarno
a) Hubungan Nasionalisme,
Islamisme, dan Marxisme
Pemikiran Soekarno yang terkenal sampai saat ini adalah
pemahaman mengenai Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme. Dalam pandangannya,
ketika mempelajari dan mencari hubungan antara ketiga sifat itu, membuktikan,
bahwa ketiga haluan ini dalam suatu negeri jajahan tak berguna berseteru satu
sama lain, membuktikan pula, bahwa ketiga gelombang ini dapat bekerja
bersama-sama menjadi suatu gelombang yang maha besar dan maha kuat, sehingga
dapat menjadi suatu ombak taufan yang tidak dapat ditahan terjangannya, itulah
kewajiban yang kita semua harus memikulnya.[12]
Unsur-unsur tersebut sebenarnya telah ada sejak berdirinya
beberapa organisasi di Indonesia, seperti Boedi Oetomo yang memiliki unsur
nasionalisme, Sarekat Islam yang mempunyai unsur Islamisme, dan Partai Komunis
Indonesia yang mempunyai unsur marxisme. Walaupun ketiganya memiliki perbedaan
yang sangat fundamental, akan tetapi musuh mereka sama di Indonesia, yaitu
kolonialisme dan imperalisme barat. Oleh karena itu, sangat memungkinkan
ketiganya bersatu dalam menentang pengaruh buruk yang ditimbulkan oleh barat.
Dalam menghubungkan ketiganya, Soekarno memberikan
penalaran bahwa walaupun nasionalisme itu dalam hakekatnya mengecualikan segala
pihak yang tidak mempunyai keinginan hidup menjadi satu dengan rakyat itu, dan
Islamisme yang dalam hakekatnya adalah tidak ada bangsa, serta marxisme yang
internasional, maka dengan berbagai perbedaan tersebut dapat dipersatukan
ketiganya, sebab deengan melihat bahwa segala pihak dari pergerakan kita ini,
baik nasionalis maupun Islamis, serta marxis telah beratus-ratus tahun lamanya
mempunyai persamaan dan nasib yang belum merdeka, dan persatuan nasib itu yang
menjadi pemersatu dari ketiganya karena menimbulkan rasa “segolongan”.[13]
Dalam tulisan tersebut seolah-olah Soekarno ingin
membuktikan bahwa persahabatan antara ketiganya dapat tercapai karena memiliki
suatu persamaan, yaitu sama-sama bernasib tidak merdeka dan persatuan nasib itu
yang menimbulkan rasa “segolongan”. Dalam bagian lain juga dijelaskan oleh
Soekarno, bahwa tulisan itu bukan untuk membuktikan perselisihan tidak dapat
terjadi, perselihan dapat terjadi jika mencari-cari perselisihan, namun harus
dingat bahwa dalam rangka menggapai kemerdekaan Indonesia, kita tidak
memerlukan perselisihan.
Dapat dilihat bahwa Soekarno mendapat inspirasi untuk
membuktikan bahwa persahabatan ketiga unsur ini dapat terjadi karena melihat
berbagai tokoh dunia yang telah memainkan perannya di negara masing-masing.
Dalam pelajaran tentang nasionalisme, dia memandang bahwa Gandhi dapat
dijadikan contoh dalam menyatukan pihak Islam dengan pihak Hindu, serta pihak
Parsi yang jumlah penduduknya melebihi Indonesia dalam membangun negara mereka
karena didorong oleh faktor nasionalisme yang sangat kuat.
Gandhi juga waktu itu sangat berhubungan erat dengan pihak
Islam dan marxis. Dapat dilihat, bahwa hubungan baik terjalin erat antara Gandhi
yang nasionalis dengan Maulana Mohammad Ali yang Islamis. Kemudian harus
dilihat juga bahwa gerakan dari Partai Nasionalis Kuomnintang di Tiongkok saat
itu, yang dengan rendah hati menerima faham-faham marxis yang tidak setuju
kepada kemiliteran, imperialisme, dan permodalan.
Dengan berdasarkan hal tersebut, maka menurut Soekarno
bukannya mengharapkan, nasionalis menjadi Islamis atau marxis dan sebaliknya,
namun impian dari Soekarno adalah ketiganya dapat menjaga kerukunan dan
persatuan antara tiga golongan itu, sehingga upaya-upaya dalam melangsungkan
kemerdekaan dapat tercapai dengan baik oleh rakyat Indonesia karena telah
didukung oleh kekuatan dari ketiga unsur tersebut dalam mencapai kemerdekaan.
b) Sosialisme Indonesia
Pemikiran Soekarno dalam bagian ini memang tercampur oleh
berbagai pemikiran yang sangat terkenal dari pola pemikirannya, namun pemikiran
yang langsung dan mungkin terpengaruh oleh sosialisme di berbagai negara ini
mengandung gagasan yang spektakuler, sebab konsep sosialisme yang mungkin
mempengaruhi berbagai pemikir sebelumnya juga telah hadir di Indonesia sebelum
konsep dari sosialisme itu muncul menjadi sebuah faham yang sangat mempengaruhi
perkembangan ideologi masa kini.
Dalam hal ini sebenarnya cita-cita dari sosialisme di Indonesia
adalah sosialisme dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu sosialisme-politik,
sosialisme-ekonomi, sosialisme- kultural, sosialisme-keagamaan, yang kemudian
jika diartikan dalam kata membentuk kita menjadi bahagia dalam pelayanan
sosialisme tersebut. Hal tersebut juga mendasarkan dari konsep pengalaman
nusantara yang mengenal tata tentrem, kerta raharja, gemah ripah,
lohjinawi, yang berarti negaranya teratur, tentram, orang bekerja aman,
orangnya ramah-ramah, berjiwa kekeluargaan dan tanahnya subur.
Sosialisme Indonesia adalah perwujudan dari kepribadian
Indonesia yang bercorak gotong-royong yang dalam artinya dapat berupa
pembanting tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu binantu
bersama, amal semua, buat kepentingan semua, dan keringat semua buat
kebahagiaan semua. Dalam konsep gotong-royong ini tidak seorang pun dianggap
lebih tinggi atau lebih rendah dari yang lain, sebab semuanya mempunyai
kedudukan yang sama dalam suasana persaudaraan di dalam lingkungan
kekeluargaan.
Itulah sebabnya, konsep gotong-royong yang kemudian
menelurkan sosialisme Indonesia. Dengan konsep gotong-royong tersebut sehingga
menimbulkan pemahaman yang baru bagi perkembangan pemikiran di Indonesia. Dari
kerja keras seperti itu, dapat menghasilkan sebuah gerak psikologis dalam
menjalankan kerangka sosialisme yang menekankan pada kepentingan bersama.
c) Swadeshi dan Massa
Aksi di Indonesia
Dalam bagian ini, Soekarno memberikan persamaan antara
pergerakan di Indonesia dengan pergerakan di India yang dipelopori oleh
Mahatma Gandhi. Dalam pandangannya, pergerakan di India ada persamaan dengan
pergerakan di Indonesia, sebab pergerakan di India dengan menggunakan slogan
swadeshi merebut swaraj adalah sama dalam bentuk perjuangan dengan
pergerakan di Indonesia. Dalam pandangan ini, swadeshi adalah suatu sikap yang
kemudian dilontarkan oleh pemimpin gerakan agar tidak membeli barang-barang
dari pihak kolonialisme.
Dengan jalan perjuangan seperti itu seharusnya Indonesia
dapat melakukan suatu gerakan yang hebat juga seperti pergerakan di India.
Sebenarnya, gerakan seperti itu juga telah ada di Indonesia dalam pola
perjuangannya, namun belum menjadi suatu kekuatan yang sangat hebat dalam
menggerogoti dari dominasi kolonialisme dan imperialisme barat. Dalam bentuk lain,
usaha swadeshi dari bangsa dan negara Indonesia berbentuk usaha positif dalam
memajukan kerajinan sendiri dan industrialisasi sendiri.[14]
Pandangan yang seperti ini yang mungkin menjadi persamaan
dengan konsep swadeshi dari pemikiran Mahatma Gandhi. Namun, kemungkinan besar
Soekarno mempunyai persepsi lain tentang swadeshi yang kemudian dijalankan di
Indonesia yang menurutnya dapat memberikan gempuran dari imperialisme pada saat
itu. Hal yang sama juga kemudian menjadi acuan dasar dari gerakan ini terhadap
pergerakan di Indonesia, yaitu berbagai macam gerakan yang ada di dalam dan
luar negeri disatukan jika mempunyai tujuan yang baik untuk memberikan
penekanan terhadap pihak kolonailisme tersebut.
Dengan demikian, pergerakan swadeshi yang ada di India
merupakan gambaran yang harus dipakai di dalam pergerakan di Indonesia, sebab
swadeshi di India juga sebenarnya telah ada di Indonesia dalam rangka
memberikan sebuah gerakan yang berbeda dari gerakan fisik. Selanjutnya, gerakan
ini diharapkan akan mampu memberikan sikap nasioanlisme terhadap pergerakan di
Indonesia dalam mencapai kemerdekaannya dari kekuatan asing yang sangat kejam
dan merusak. Namun harus diperhatikan bahwa gerakan swadeshi ini tidak mungkin
dapat memberikan kemerdekaan bagi Indonesia jika tanpa melakukan gerakan
revolusi fisik, sebab dengan revolusi fisik, Indonesia akan merdeka.
d) Konsep Islamisme
Soekarno
Dalam bagian ini akan menjelaskan tentang pemahaman
Soekarno mengenai Islam. Secara khusus bagian ini menghadirkan tentang
pemahaman Soekarno terhadap Islam secara lebih lengkap yang kemudian terfokus
pada hal-hal yang berkaitan dengan aspek pola pemikiran Soekarno lainnya. Dalam
pandangannya, untuk menghidupkan rasionalisme dalam Islam, pemahaman ajaran
Islam tidak selalu harus dilakukan dengan kajian al-Qur’an dan Hadis, namun
harus dengan jiwa dan api Islam itu sendiri.
Dalam perkembangan pemikiran yang lain, Soekarno memberi
pernyataan bahwa Islam tidak bertentangan dengan nasionalisme, sebab dalam
pemahamannya Islam dengan tegas menganjurkan umat untuk mengabdi kepada
masyarakat di mana umat itu dilahirkan dan dibesarkan, hal tersebut senada
dengan pendapat Jamaluddin al-Afghani yang mempropagandakan internasionalisme
Islam.
Dalam hal demokrasi, menurut Soekarno, Islam juga
mengandung prinsip demokrasi yang kemudian dapat menjiwai nasionalismenya itu.
Dengan begitu, Soekarno menganjurkan untuk memisahkan agama Islam dengan negara
di Indonesia.[15]Penjelasan
tentang pemisahan antara agama Islam dan negara harus dipisah, sebab tidak ada
ijma’ ulama yang mewajibkan persatuan agama dan negara dalam sistem politik
Islam, selain itu banyak hal-hal negatif jika terjadi persatuan antara Islam
dan negara, antara lain adalah timbulnya sikap apatisme, kemuduran ekonomi dan
dunia ilmiah, serta dualisme hukum yang nantinya akan menyulitkan pemerintahan.
Sesuatu hal yang harus diperhatikan adalah pemikiran
Soekarno sangat kental memakai rasionalitas. Hal tersebut senada dengan
pendapat Badri Yatim, yang mengungkapkan bahwa:
“Memang Soekarno sering menafsirkan hukum-hukum Islam
secara rasioanl tanpa batas. Oleh karena itu tolak ukur kebenaran dalam Islam
menurutnya bukanlah teks al-Qur’an, tetapi penafsiran rasio atas teks itu. Oleh
karena itulah kebenaran dipisahkannya agama dari negara bukanlah menurut
al-Qur’an atau Hadis, tetapi Soekarno menunjukkan bahwa sejarahlah yang akan
menentukan kebenarannya. Apabila sejarah menunjukkan kemajuan negara dan agama
dalam keterpisahan itu, maka benarlah pendapatnya. Tetapi bila yang terjadi
adalah yang sebaliknya, maka pendapatnya dianggap keliru dan patut ditinjau
kembali.”[16]
Dalam pandangan peneliti Soekarno dan Islam, seperti Badri
Yatim sehingga dapat memberikan bentuk baru bahwa sebenarnya Soekarno lebih
menekankan pemahaman yang bersifat rasio daripada wahyu. Hal tersebut karena
pengaruh dari berbagai kondisi pendidikan Soekarno yang memang dipengaruhi oleh
pola pemikiran barat, selain itu kehidupan yang di dominasi oleh unsur Jawa
juga menjadi salah satu penyebab dari gagasan-gagasan yang di ambil oleh
Soekarno sehingga bersifat seperti itu.
e) Kapitalisme Bangsa
Sendiri
Di dalam pembahasan ini, Soekarno menuangkan gagasan yang
sangat cemerlang tentang konsep kapitalisme yang dapat saja terbentuk
dari pribadi sendiri. Dalam pengertiannya, kapitalisme adalah stelsel
pergaulan hidup yang timbul dengan cara produksi yang memisahkan kaum buruh
dari alat-alat produksi. Dengan begitu, kapitalisme terjadi atas dasar
perbedaan antara kaum buruh dengan kaum pemilik modal yang terpisahkan dengan
alat-alat produksi.
Kapitalisme memang timbul dari cara produksi yang
mengakibatkan banyak sekali penindasan terhadap kaum buruh, sehingga dalam
pandangan ini Soekarno sangat menentang dengan keras faham seperti ini, apalagi
jika faham ini berada di Indonesia. Kapitalisme juga sebenarnya melahirkan
imperialisme modern yang dapat membuat sebuah bangsa menjadi celaka.
Dari berbagai pengaruh negatif tersebut sebenarnya pengaruh
kapitalisme telah ada di dalam bangsa sendiri, seperti timbulnya tuan-tuan
tanah dan banyaknya kaum pekerja yang lemah, dengan demikian kapitalisme dapat
hadir dalam bangsa sendiri dan memakan bangsa sendiri. Oleh karena itu,
seharusnya bangsa Indonesia melakukan upaya-upaya yang baik dan benar agar
sistem kapitalisme tidak dapat berkembang biak di bangsa ini. Upaya yang harus
dilakukan adalah dengan cara peningkatan nasionalisme di segala aspek
kehidupan, hal ini akan menjadi cermin bahwa segala tindakan yang dilakukan
semata-mata untuk bangsa dan negara Indonesia, bukan untuk kepentingan
individu.
Selanjutnya, nasionalisme tidak akan terbentuk jika tidak
ada sikap gotong-royong yang baik, dengan begitu sikap yang harus dimunculkan
untuk mengembangkan rasa nasionalisme adalah sikap gotong-royong karena sikap
ini akan memicu kerja keras yang sangat hebat di setiap kalangan sehingga tidak
akan membeda-bedakan status sosial dan ekonomi, serta suku, agama, ras. Konsep
gotong royong ini yang akan memberikan pengaruh positif dalam menimbulkan
nasionalisme tersebut, sebab ketika konsep ini menjadi sebuah sistem dalam
kehidupan bangsa dan negara Indonesia, maka konsep ini akan menjadi kuat dan
membentuk nasionalisme, dengan demikian kapitalisme tidak akan lahir dan
berkembang. Selanjutnya, kapitlaisme bangsa sendiri pun akan musnah seiring
dengan terbentuknya kekuatan dari bangsa sendiri ini untuk menghalau dari
serangan kapitalisme yang mengakar.
f) Demokrasi
Politik dan Demokrasi Ekonomi
Masih di dalam buku Dibawah Bendera Revolusi,
Soekarno menerangkan mengenai demokrasi politik dan demokrasi ekonomi. Dalam
pandangannya, demokrasi adalah pemerintahan rakyat, yaitu suatu cara
pemerintahan ini memberikan hak kepada semua rakyat untuk ikut memerintah.[17]
Sesuai dengan apa yang Soekarno lakukan bahwa Indonesia harus “berdikari”,
yaitu berdiri di kaki sendiri, maka dengan cara pemerintahan ini sekarang
menjadi cita-cita semua partai-partai nasionalis di Indonesia. Tetapi dalam
mencita-citakan faham dan cara pemerintahan demokrasi itu, kaum marhaenis harus
berhati-hati, artinya jangan meniru saja demokrasi-demokrasi yang kini
dipraktekkan di dunia luar.
Di dalam tulisan ini, Soekarno mengkritik demokrasi yang
diterapkan di barat yang sarat dengan tipu daya oleh kaum kapitalis dan borjuis
dalam menindas kaum proletar. Dalam pada itu, demokrasi yang bersumber dari
barat itu bukanlah sebuah demokrasi yang adil karena kaum proletar belum
mendapatkan kesejahteraannya dengan baik. Demokrasi seperti itu yang jangan ditiru
menurut Soekarno, sebab demokrasi itu bukan demokrasi untuk kaum marhaen
Indonesia, karena demokrasi yang seperti itu hanya demokrasi parlemen saja,
yakni hanya demokrasi politik, bukan demokrasi ekonomi.[18]
Sebenarnya pernyataan Soekarno telah dituangkan dalam
tulisan sebelumnya mengenai demokrasi ini, yaitu demokrasi politik belum tentu
mampu menyelamatkan rakyat, sebab di negeri barat dimana demokrasi politik
dijalankan, kapitalisme merajalela dan kaum marhaen/proletar sengsara. Oleh
sebab itu, kaum nasionalis Indonesia tidak boleh memakai konsep demokrasi yang
seperti itu, yang harus dilakukan adalah mencari demokrasi yang dapat menyelamatkan
semua manusia.
Dengan begitu, seharusnya nasionalisme yang harus
dijalankan adalah nasionalisme dengan konsep dasar peri-kemanusiaan, yaitu
suatu konsep dimana harus dijalankan sosio-demokrasi, yaitu suatu istilah
yang timbul untuk mengabdi kepada kepentingan masyarakat banyak, khususnya di
Indonesia, dan bukan mengabdi kepada sekelompok kecil saja.
Dalam pengertian lain, konsep dari sosio-demokrasi adalah
menghidupkan demokrasi politik dan demokrasi ekonomi dalam rangka
mensejahterakan rakyat banyak. Ini adalah hal yang sulit, namun dapat
dilaksanakan jika jiwa nasionalisme dari konsep tersebut dapat dikembangkan dan
dipraktekkan dalam kehidupan nyata. Dasar dari konsep demokrasi ini pula yang
kemudian mengilhami Soekarno dalam membentuk konsepsi demokrasi terpimpinnya
untuk mempertahankan kekuasaan.
g) Pancasila
Dalam pidato Soekarno pada tanggal 1 Juli 1945 yang
kemudian diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila ialah momentum bagi
Soekarno dalam pembahasan mengenai ideologi yang akan dibawa oleh Indonesia.
Dalam pandangan Soekarno pada saat pidato, Pancasila yang merupakan dasar dari
bangsa dan negara Indonesia menganut sebuah fundamen, filsafat, dan pikiran
yang sedalam-dalamnya, sebagai suatu jiwa hasrat yang sedalam-dalamnya untuk diatasnya
didirikan gedung Indonesia merdeka yang kekal dan abadi.[19]
Dasar dari Pancasila tersebut menurut Soekarno adalah semua
untuk semua yang mengandung arti bahwa Pancasila hadir dalam rangka mewadahi
berbagai kelompok yang ada di Indonesia, jadi Pancasila tersebut bukan untuk
satu golongan saja, akan tetapi sebenarnya cerminan dari keragaman berbagai
perbedaaan yang ada di Indonesia.
Sebenarnya dasar pertama yang kemudian dijelaskan oleh
Soekarno adalah mengenai kebangsaan, dalam hal ini kebangsaan yang dimaksud
adalah seluruh manusia-manusia yang menurut geo-politik telah ditentukan oleh
Allah SWT. Tinggal dikesatuannya semua pulau-pulau Indonesia dari ujung utara
sumatra sampai ke Irian.[20]
Disanalah tujuan itu ingin sampai, mendirikan suatu negara di atas suatu
kesatuan bumi Indonesia.
Prinsip yang kedua dari konsep Soekarno adalah
internasionalisme, yaitu peri-kemanusiaan dalam berhubungan dengan manusia
lainnya, khususnya di Indonesia dan umumnya yang berada di dunia. Dengan
prinsip ini, maka Indonesia akan menuju pada persatuan dunia dan persaudaraan
dunia. Dalam hal ini, Soekarno berpandangan bahwa kita bukan saja harus
mendirikan negara Indonesia merdeka, tetapi kita harus menuju pula kepada
kekeluargaan bangsa-bangsa.[21]
Prinsip yang ketiga kemudian menerapkan dasar mufakat,
dasar perwakilan, dan dasar permusyawaratan. Dengan begitu, dengan cara
mufakat, kita perbaiki segala hal, juga keselamatan agama, yaitu dengan jalan
pembicaraan atau permusyawaratan di dalam Badan Perwakilan Rakyat.[22]
Sebenarnya pada dasar yang ketiga ini Soekarno ingin memberikan sebuah
pembagian secara proporsional terhadap berbagai elemen yang ada di Indonesia,
sehingga apapun keputusan nanti akan diperjuangkan oleh berbagai elemen
tersebut sesuai kekuatan perjuangan mereka dalam memberikan pengaruh.
Pada tahap keempat adalah prinsip mengenai kesejahteraan
sosial, yaitu sebuah prinsip yang memungkinkan tidak akan adanya kemiskinan di
dalam Indonesia merdeka. Dengan prinsip seperti ini diharapkan bahwa Indonesia
merdeka akan menjadi bangsa yang sejahtera, jauh dari kelaparan, dan cukup
pangan serta kaum kapitalis tidak melakukan pola hegemoni kekuasaannya.
Prinsip yang kelima adalah prinsip yang menghimpun semua
agama yang ada di dalam bangsa dan negara ini, yaitu prinsip tentang ketuhanan.
Dengan adanya prinsip ini, maka bukan saja bangsa Indonesia ber-Tuhan tetapi
masing-masing orang Indonesia hendaknya ber-Tuhan. Tuhannya sendiri.[23]
Konsep itulah yang kemudian dikenal dengan sebutan
Pancasila, yaitu lima dasar yang mempunyai arti filosofis yang berasal dari
bangsa dan negara Indonesia. Namun harus diingat, Pancasila yang ada saat ini
telah mengalami penyempurnaan dari segi redaksi tetapi tidak mengurangi esensi
dari apa yang Soekarno jelaskan dalam pidato pertamanya mengenai dasar negara.
Dalam bagian lain, menurut Soekarno dapat saja Pancasila
itu diperas hingga menjadi satu dan kemudian dapat dikenal dengan sebutan
gotong-royong. Konsep gotong-royong ini merupakan konsep dinamis, bahkan lebih
dinamis dari perkataan kekeluargaan. Sebab konsep gotong-royong ini
menggambarkan suatu usaha, satu amal, satu pekerjaan secara bersama-sama.
Gotong-royong adalah pembanting tulang bersama, pemerasan keringat bersama,
perjuangan bantu-biantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat
semua kebahagiaan semua.[24]
Prinsip gotong royong ada di antara yang kaya dan yang
tidak kaya, antara Islam dan yang Kristen, antara yang bukan Indonesia tulen
dengan peranakan yang menjadi bangsa Indonesia.[25]
Prinsip gotong-royong tersebut dapat menjadi motor perubahan bagi bangsa
Indonesia dalam merangkai perbedaan yang ada. Dengan begitu, persatuan yang
akan dijalin oleh bangsa ini akan membawa perubahan yang besar.
Dengan demikian, telah dikemukakan bahwa pemahaman Soekarno
dalam Pancasila didasari oleh sikap bangsa Indonesia pula agar terbentuk suatu
rasa persatuan yang akan berimbas pada terbentuknya Indonesia merdeka.
Pancasila juga sebenarnya menerapkan dimensi lain, yaitu suatu dimensi
filosofis dalam tujuannya merangkai perbedaan yang ada di Indonesia. Dapat
dilihat sebenarnya, bahwa perbedaan yang ada di Indonesia bukan untuk dijadikan
dasar dari perselisihan yang terjadi, akan tetapi harus dijadikan sebuah
hubungan kolektif yang dapat saling melengkapi.
h) Sosio-Naisonalisme dan
Sosio-Demokrasi
Di dalam tulisan Soekarno pada fikiran Ra’yat
tahun 1932 mengungkapkan permasalahan yang sangat kental dengan aroma persoalan
nasionalisme yang bersifat kerakyatan. Dalam tulisannya dia mengungkapkan bahwa
sosio-nasionalisme adalah nasionalisme masyarakat, yaitu nasionalisme yang
mencari keselamatan seluruh masyarakat dan yang bertindak menurut kemauan
masyarakat itu.[26]
Dalam bagian ini, Soekarno menjelaskan lagi bahwa sosio-nasionalime itu harus
diperhitungkan, itulah sebabnya sosio-nasionalisme harus bertindak menurut
kemauan masyarakat dan tidak melanggar kemauan masyarakat.
Dalam pandangan lain, Soekarno memberikan dasar bahwa
perburuhan itu ada seiring dengan sistem kapitalisme tersebut. Dengan hal yang
demikian, sosio-nasionalisme harus memandang perburuhan ini sebagai suatu
keharusan. Selanjutnya, harus menerima perburuhan tersebut sebagai suatu alat
dalam perjuangan. Pemikiran ini sepertinya telah dipengaruhi oleh konsep Karl
Marx yang menganggap perburuhan itu sebagai senjata bagi kapitalisme.
Pemikiran Soekarno ini yang menandai bahwa pandangannya
terhadap pertarungan kelas pasti terdapat di suatu negara dan hal tersebut
harus dimaksimalkan dalam membangkitkan kekuatan buruh dalam membangun kekuatan
besar di Indonesia untuk mengalahkan kolonialisme dan imperialisme barat. Dalam
pandangan lain, Soekarno juga mengetahui bahwa perburuhan di Indonesia memiliki
kekuatan yang besar sehingga kekuatan tersebut harus dimanfaatkan dengan cara
penyadaran bahwa perburuhan selama ini ditindas oleh kelompok kapitalisme.
Salah satu keunggulan dari sikap sosio-nasionalisme dapat
menimbulkan sikap non-kooperasi, yaitu suatu sikap tidak mau bekerja
bersama-sama. Dengan begitu, perjuangan akan dilaksanakan dengan jalan tidak
mau bekerja sama dengan kaum kapitalisme yang cenderung bekerja sama dengan
kelompok kolonialisme dan imperialisme barat. Sikap non-kooperasi juga
merupakan salah satu azas perjuangan dalam mencapai Indonesia merdeka. Di dalam
mencapai Indonesia merdeka itu kita harus senantiasa ingat, bahwa pertentangan
kebutuhan antara sana dan sini, antara kaum penjajah dan kaum dijajah akan
selalu ada dan harus dijadikan kekuatan dalam perjuangan.[27]
Dalam pada itu, sosio-nasioanlisme ini kemudian melahirkan
sikap non-kooperasi, yaitu suatu sikap yang tidak ingin bekerja sama dengan
pihak pemilik modal. Dengan kata lain, perjuangan yang kemudian dihasilkan
adalah perjuangan dalam bentuk tindakan yang tidak akan bekerja sama dengan
para kaum pemilik modal karena merupakan representasi dari
kolonialisme dan imperialisme barat. Perjuangan ini menjadikan non-kooperasi
sebagai suatu prinsip yang hidup dalam mencerminkan sikap yang tidak mau
bekerja bersama-sama diatas segala lapangan politik dengan kaum pemilik modal.
Perjuangan dari non-kooperasi ini bersifat perjuangan
politik yang dapat saja perjuangannya bersifat radikal, namun dalam arti yang
sebenarnya adalah radikal dari pembersihan hati, radikal pikiran, dan
sebagainya. Pemikiran ini mengandung banyak pemahaman lain, salah satunya
adalah non-kooperasi adalah suatu sikap menolak adanya sikap kerja sama dalam
hal diplomasi di dalam parlemen, dengan begitu sikap ini memungkinkan adanya
gerakan lain, yaitu suatu gerakan yang berada di luar parlemen.
Sikap sosio-nasionalisme ini yang kemudian berkembang pada
tahapan yang lain yaitu sikap sosio-demokrasi. Sosio-demokrasi adalah
pemerintahan yang diselenggarakan oleh rakyat dengan tujuan untuk
mensejahterakan rakyat. Pandangan besar ini sungguh berkaitan satu sama lainnya
yang merupakan gagasan besar Soekarno dalam memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia. Dengan gagasan seperti ini, Soekarno berhasil memberikan sebuah
konsep besar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, selain itu gagasan tentang
sosio-nasionalisme yang sangat besar tersebut adalah salah satu gagasan yang
sangat berpengaruh dalam perkembangan persatuan di Indonesia.
I)
Konsepsi Kabinet Gotong Royong dan Dewan Nasional
Konsepsi Soekarno mengenai ini pertama kali disiarkan dalam
pidato pada siaran RRI Jakarta, pukul 20.05 WIB tanggal 21 Februari 1957.
Konsepsi tersebut mengenai dua hal, pertama tentang kabinet yang akan diganti
dengan Kabinet Gotong Royong, kedua mengenai satu dewan yang disebut dengan
Dewan Nasional.
Dalam memberikan ide dan gagasan tentang Kabinet Gotong
Royong, Soekarno berpendapat bahwa perkataan gotong-royong ini adalah perkataan
asli Indonesia yang menggambarkan jiwa Indonesia yang semurni-murninya. Kabinet
yang di dalamnya duduk semua partai-partai atau fraksi-fraksi di dalam Parlemen
yang cukup mencapai kies-quotient. [28]
Ini adalah penjelmaan daripada gotong-royong Indonesia, penjelmaan daripada
jiwa Indonesia. Jikalau kita ingin selamat, saudara-saudara, marilah kembali
kepada jiwa kita sendiri.[29]
Prisnip dari Kabinet Gotong Royong ini adalah prinsip
kekeluargaan yang diselenggarakan oleh rakyat Indonesia dari dulu hingga saat ini,
dan jika prinsip gotong royong ini dijalankan, maka akan hilanglah apa yang
dinamakan oposisi yang memuat arti sebagai pembangkang dari kebijakan
pemerintah. Prinsip gotong-royong ini memberikan hasil musyawarah yang berjalan
dengan kekeluargaan, yaitu keputusan yang dicari dengan kata sepakat pada
permufakatan dari setiap kelompok yang ada dalam kabinet.
Dalam kabinet ini sebenarnya memberikan kepastian dari
kelompok-kelompok kecil dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan begitu
kelompok-kelompok kecil atau partai-partai yang kecil pun mempunyai kesempatan
duduk di dalam kabinet meski di dalam bentuk sekadar wakil menteri saja.[30]
Sementara itu, Dewan Nasional ini dipimpin oleh Soekarno
sebagai delegasi dari penyambung lidah rakyat Indonesia. Dengan begitu,
Soekarno dalam konsepsinya ini menekankan suatu sistem terpusat, dimana yang
memegang kendali pemerintahan berada pada satu orang, yaitu Soekarno yang
menerapkan konsepsi demokrasi terpimpinnya dalam bentuk seperti itu. Namun
harus diingat bahwa menurut Soekarno, hal tersebut agar mewujudkan perdamaian
nasional.
Konsepsi kabinet Gotong-Royong dan Dewan Nasional ini
memang harus diapresiasi dalam bentuk pemikiran untuk kelangsungan Indonesia
merdeka, karena dengan konsepsi ini pihak minoritas terjamin hak-haknya dalam
memberikan kontribusi bagi Indonesia merdeka. Dengan begitu, persatuan dan
kesatuan yang hendak dicapai akan tetap berlangsung sesuai dengan harapan
Soekarno. Namun perlu dingat juga bahwa konsepsi ini menuai kritik dari
berbagai kalangan pada waktu itu. Diantaranya adalah kritikan dari berbagai
organisasi yang berbeda dengan cara pemahaman Soekarno yang menganggap konsepsi
yang dikeluarkan tersebut dalam rangka penguatan basis komunis yang berada di
Indonesia. Hal tersebut sebenarnya mempunyai alasan yang kuat, di mana memang
sistem yang akan dijalankan ini mengandung sebuah sistem terpusat, yaitu Dewan
Nasional dan Kabinet Gotong Royong dikepalai oleh orang yang sama, yaitu
Soekarno. Dari dasar itu kemudian tidak salah bahwa ada motif lain, yaitu motif
mempertahankan kekuasaan yang ingin dijalankan oleh Soekarno pada waktu itu.
- Kritik Terhadap Pemikiran Soekarno
Dalam bagian ini, berdasarkan pemahaman-pemahaman yang
telah dilontarkan oleh Soekarno dalam berbagai media, seperti tulisan dan
pidato yang memuat berbagai pemahaman mengenai berbagai hal. Salah satu bentuk
kritik untuk Soekarno mengenai pemahaman tentang konsepsi demokrasi terpimpin
yang menurutnya adalah demokrasi Indonesia sejak zaman purbakala dan menjadi
karakteristik bagi semua demokrasi-demokrasi asli di Benua Asia.
Dalam pandangan berbeda, sebenarnya demokrasi yang
diterapkan oleh Soekarno termasuk dalam bentuk tindakan otoriter dan menjadi
suatu kekuasaan diktator pada masa itu, di mana menjadikan suatu kekuasaan
terpusat sehingga berbagai keputusan harus sesuai dengan presiden yang pada
waktu itu dijabat oleh Soekarno. Dengan begitu, dapat dianalisa bahwa konsep
yang ingin diterapkan oleh Soekarno sebenarnya hampir mirip dengan konsep
tujuan dari sistem komunisme, oleh karena itu sangat wajar bila konsepsinya
selalu dikaitkan dengan pemahaman komunisme pada waktu itu.
Dengan berlakunya demokrasi terpimpin, Soekarno dalam
menjalankan pemerintahannya bersikap otokratis. Perjalanan pemerintahannya pun
selalu sesuai dengan konsep-konsep yang digariskan dengan pemahamannya. Dengan
begitu, konsep yang kemudian keluar dari pemahaman Soekarno selalu saja bertentangan
dengan praktik politik yang sedang dihadapinya. Berdasarkan hal tersebut,
Soekarno selalu mendapat tekanan yang hebat dari para lawan-lawan politiknya di
kemudian hari dalam upaya menjatuhkan dia dari singgasana kekuasaan.
Namun perlu diingat, pemikiran Soekarno mengenai demokrasi
terpimpinnya mampu memberikan corak lain dalam berbagai demokrasi yang telah
ada, bahkan demokrasi terpimpin itu mampu bersanding dengan konsep demokrasi
liberal yang telah ada jauh sebelum konsep demokrasi terpimpin ini muncul.
Meskipun demikian, konsepsi demokrasi terpimpin Soekarno tidak berlangsung
lama, sebab demokrasi terpimpin tersebut melahirkan tindakan yang tidak
demokratis sehingga selalu dijadikan alasan untuk meruntuhkan rezim Orde Lama.
Dalam pada itu, Moh. Hatta pernah berkomentar bahwa
Soekarno berhubungan dengan tabiat dan pembawaannya, dalam segala ciptaannya
sering memandang garis besarnya saja, sebab itu seringkali mencapai yang
sebaliknya dari yang ditujunya. Ditambahkan lagi, bahwa tujuannya selalu baik,
tetapi langkah-langkah yang diambil kerapkali menjauhkan dia dari tujuannya.
Dan sistem diktator yang bernama demokrasi terpimpin akan membawa kepada
keadaan yang bertentangan dengan cita-citanya. Menurut penulis, apa yang
dijelaskan oleh saudara Moh. Hatta memang terjadi dan harus menjadi catatan
kita dalam melihat kehidupan hitam putih Soekarno.
- Kesimpulan
Memahami Soekarno dalam berbagai hal memang sulit untuk
dimengerti secara jelas dan jernih, sebab pemahaman Soekarno mungkin saja
berbeda dengan pemahaman berbagai orang yang telah melihatnya dalam berbagai
bentuk, seperti melihatnya sebagai seorang muslim atau sebagai seorang
negarawan. Namun hal tersebut harus diungkap dengan jelas bahwa figur Soekarno
lebih kental sebagai figur seorang negarawan dibanding sebagai seorang muslim
yang taat.
Dalam bagian lain, Soekarno selalu mendekatkan pemikirannya
dengan para penikmat konsep di Indonesia melalui media sehingga pemikiran yang
diolah Soekarno menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pola kehidupan
sosial dan politik waktu itu yang sering didominasi oleh berbagai kekuatan
asing, seperti kolonialisme dan imperialisme barat. Kemudian, dengan media yang
selalu memberitakan gagasannya dalam bentuk gambaran yang jelas tentang
berbagai hal, Soekarno selalu memberikan sebuah pemikiran yang berbeda dalam
setiap penerbitannya. Dengan demikian, Soekarno memang cerdas dalam melakukan
propaganda untuk membentuk opini publik dalam melakukan berbagai serangan agar
bangsa Indonesia terbebas dari segala penindasan.
Selain itu, beberapa hal yang dapat diambil oleh berbagai
kalangan dari pemahaman Soekarno ialah setiap tindakan yang berusaha untuk
melakukan pengambilan kekayaan dan pengrusakan di tanah air harus senantiasa
digagalkan dengan cara-cara yang telah digariskan oleh Soekarno, yaitu
cara-cara dimana dalam menggunakan cara itu dapat memberikan sebuah tindakan
reaktif dalam aksi revolusioner.
Soekarno juga kemudian menempatkan dirinya sebagai seorang
nasionalis dibanding sebagai seorang Islamis, ini memberikan tanda bahwa
Soekarno dapat dengan mudah masuk ke berbagai aliran, bentuk, dan kelompok di
Indonesia. Dengan begitu, persatuan yang telah dibentuk dalam kata Pancasila
akan terbentuk. Penekanan bahwa diri Soekarno adalah nasionalis juga
menggambarkan bahwa Soekarno memiliki sebuah rasa cinta tanah air yang sangat
tinggi.
Oleh karena itu, dapat diberikan suatu apresiasi terhadap
Soekarno dalam hal ini, sebab dengan pemikiran dan berbagai gerakan yang
dikeluarkannya dengan sangat berani yang kemudian memberikan kemajuan yang
sangat berarti bagi bangsa dan negara Indonesia, khususnya dalam bidang
pemikiran yang telah dikembangkan dari hasil penyerapan beberapa pengetahuan
dari luar.
- Penutup
Berbagai hal telah dijelaskan mengenai kehidupan Soekarno,
akan tetapi penjelasan tersebut hanya selintas dari apa yang telah Soekarno
perbuat untuk bangsa dan negara ini. Soekarno memang dibesarkan oleh kebudayaan
Jawa yang kental oleh sifat sinkretisme dan mengalami pendidikan barat
yang sekuler, sehingga pemikiran Soekarno selalu dipengaruhi oleh kedua hal
tersebut. Pengaruh tersebut kemudian memberikan pemahaman tentang aliran-aliran
yang berkembang di Indonesia, seperti Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme.
Soekarno berdasarkan pemahaman penulis terhadap
pemikirannya dapat dipastikan bahwa Soekarno ialah seorang pemimpin politik
yang netral terhadap agama, namun sangat kental dalam segi nasionalisme
terhadap bangsa dan negara Indonesia. Dengan begitu, harus dipahami bahwa pola
pemikiran Soekarno selalu dibenturkan dengan rasio yang matang dalam mengambil
setiap keputusan, serta setiap keputusan dari Soekarno kemungkinan besar
memberikan arah politik dalam praktik politik di Indonesia.
****
No comments:
Post a Comment