1.
Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu ‘anhu (wafat 18 H)
Muadz bin Jabal bin
Amr bin Aus al-Khazraji, dengan nama julukan “Abu Abdurahman”, dilahirkan di
Madinah. Ia memeluk Islam pada usia 18 tahun, Ia mempunyai keistimewaan sebagai
seorang yang sangat pintar dan berdedikasi tinggi. Dari segi fisik, ia gagah
dan perkasa. Allah juga mengaruniakan kepadanya kepandaian berbahasa serta
tutur kata yang indah, Muadz termasuk di dalam romSa’ad bin Abi Waqqash Radhiyallahu ‘anhu (wafat 55 H).
Nama lengkapnya
adalah Sa’ad bin Abi Waqqash bin Uhaib Az-Zuhri dengan julukan “Abu Ishaq”, Ia
adalah salah seorang diantara sepuluh orang sahabat yang mendapat kabar gembira
bakal masuk surga, dan orang yang pertama dalam melontarkan panah dalam perang
Sabillillah, ia orang yang ke empat lebih dulu masuk Islam melalui tangan Abu
Bakar ketika umurnya 17 tahun.
Sa’ad bin Abi Waqqash
mengikuti banyak peperangan bersama Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam,
dalam peperangan itu ia bergabung dalam pasukan berkuda. Ia berasal dari bani
Zuhrah seasal dengan ibu Nabi (Aminah).
Khilafah Umar bin
Khaththab mengangkatnya menjadi komandan pasukan yang dikirimkan untuk
memerangi orang Persia dan berhasil mengalahkannya pada tahun 15 H di
Qadisiyah. Setahun setelahnya 16 H di Julailak ia menaklukan Madain dan Bani
al-Kuffa pada tahun 17 H.
Sa’ad bin Abi Waqqash
adalah penguasa Irak dimasa pemerintahan Umar bin Khaththab yang berlanjut pada
masa pemerintahan Utsman bi Affan. Ia adalah seorang diantara enam sahabat
orang yang dicalonkan menjadi Khalifah, sejak bencana besar atas terbunuhnya
Utsman.
Sa’ad bin Abi Waqqash
meriwayatkan hadits dari Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar dan Khaulah
binti Hakim. Yang meriwayatkan hadits darinya adalah Mujahid, Alqamah bin Qais
as sa’ib bin Yazid, Sanad paling shahih berpangkal darinya adalah yang
diriwayatkan oleh Ali bin Husain bin Ali, dari Sa’id bin al-Musayyab, darinya
(Sa’ad bin Abi Waqqash).
Ia wafat pada tahu 55
H di Aqiqbongan yang berjumlah sekitar 72 orang Madinah yang datang berbai’at
kepada Rasulullah. Setelah itu Muadz kembali ke Madinah sebagai seorang
pendakwah Islam di dalam masyarakat Madinah. Ia berhasil mengislamkan beberapa
orang sahabat yang terkemuka seperti misalnya Amru bin Al-Jamuh.
Pada waktu Nabi
Muhammad berhijrah ke Madinah, Muaz senantiasa berada bersama dengan Rasulullah
sehingga ia dapat memahami Al-Qur’an dan syariat-syariat Islam dengan baik. Hal
tersebut membuatnya di kemudian hari muncul sebagai seorang yang paling ahli
tentang Al-Qur’an dari kalangan para sahabat.
Ia adalah orang yang
paling baik membaca Al-Qur’an serta paling memahami syariat-syariat Allah. Oleh
sebab itulah Rasulullah memujinya dengan bersabda, “Yang kumaksud umatku
yang paling alim tentang halal dan haram ialah Muaz bin Jabal.” (Hadist
Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Ia meriwayatkan
hadist dari Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar dan meriwayatkan darinya
ialah Anas bin Malik, Masruq, Abu Thufail Amir bin Wasilah. Selain itu, Muadz
merupakan salah satu dari enam orang yang mengumpulkan Al-Qur’an pada zaman
Rasulullah.
Setelah kota Makkah
didatangi oleh Rasulullah, penduduk Makkah memerlukan tenaga-tenaga pengajar
yang tetap tinggal bersama mereka untuk mengajarkan syariat agama Islam.
Rasulullah lantas menyanggupi permintaan tersebut dan meminta supaya Muaz
tinggal bersama dengan penduduk Makkah untuk mengajar Al-Qur’an dan memberikan
pemahaman kepada mereka mengenai agama Allah. Sifat terpuji beliau juga jelas
terlihat manakala rombongan raja-raja Yaman datang menjumpai Rasulullah guna
meng-isytihar-kan keislaman mereka dan meminta kepada Rasulullah supaya
mengantarkan tenaga pengajar kepada mereka. Begitupun maka Rasulullah memilih
Muaz untuk memegang tugas itu bersama-sama dengan beberapa orang para sahabat.
Rasulullah
Shallallahu alaihi wassalam mempersaudarakanya dengan Abdullah bin Mas’ud. Nabi
mengirimnya ke negeri Yaman untuk mengajar, memberikan pengetahuan agama dan
mendidik sampai hapal al-Quran kepada penduduk Yaman. Rasulullah mengantarnya
dengan berjalan kaki sedangkan Mu’adz berkendaraan, dan Nabi bersabda
kepadanya: ” Sungguh, aku mencintaimu“. Lantas beliau mewasiatkan kepada
Muadz dengan bersabda : “Wahai Muadz! Kemungkinan kamu tidak akan dapat
bertemu lagi dengan aku selepas tahun ini“, Kemudian Muadz menangis karena
terlalu sedih untuk berpisah dengan Rasulullah Shallalahu alaihi wassalam.
Selepas peristiwa tersebut ternyata Rasulullah wafat dan Muadz tidak lagi dapat
melihatnya. Muadz sangat terpukul atas berpulangnya Rasulullah Shallallahu
alaihi wassalam. Ia bahkan menangis tersedu-sedu selama beberapa saat. Namun ia
segera menyadari tanggung jawab dakwah di pundaknya. Ia senantiasa menjaga
ghirah (semangat) keislamannya agar tidak surut. Setelah Umar bin Khattab
dilantik menjadi khalifah, ia mengutus Muaz untuk mendamaikan pertikaian yang
terjadi di kalangan Bani Kilab. Ia pun sukses menjalankan misi itu.
Pada zaman pemerintahan
Khalifah Umar pula, gubernur Syam (sekarang Mesir) mengirimkan Yazid bin Abi
Sofian untuk meminta guru bagi penduduknya. Lalu Umar memanggil Muaz bin Jabal,
Ubaidah bin As-Somit, Abu Ayub Al-Ansary, Ubai bin Kaab dan Abu Darda’ dalam
satu majelis. Khalifah Umar berkata kepada mereka : “Sesungguhnya saudara kamu
di negeri Syam telah meminta bantuan daripada aku supaya mengantar siapa saja
yang dapat mengajarkan Al-Qur’an kepada mereka dan memberikan pemahaman kepada
mereka tentang agama Islam. Oleh karena itu bantulah aku untuk mendapat tiga
orang dari kalangan kamu semoga Allah merahmati kamu. Sekiranya kamu ingin
membuat pengundian, kamu boleh membuat undian, jika tidak aku akan melantik
tiga orang dari kalangan kamu.” Lalu mereka menjawab : “Kami tidak akan membuat
pengundian dengan memandang bahwa Abu Ayub telah terlalu tua, sedang Ubai pun
senantiasa mengalami kesakitan, dan yang tinggal hanya kami bertiga saja.”
Kemudian Umar berkata kepada mereka : “Kalian mulailah bertugas di Hims,
sekiranya kamu suka dengan keadaan penduduknya, bolehlah salah seorang diantara
kamu tinggal di sana. Kemudian salah seorang daripada kamu hendaknya pergi ke
Damsyik, dan seorang lagi pergi ke Palestina.” Lalu mereka bertiga keluar ke
Hims dan mereka meninggalkan Ubaidah bin As-Somit di sana, Abu Darda’ pergi ke
Damsyik. Muaz bin Jabal terus berlalu pergi ke negara Urdun. Muaz bin Jabal
berada di Urdun pada saat negeri tersebut tengah terserang wabah penyakit
menular.
Mu’adz
bin Jabal wafat tahun 18 H ketika terjadi wabah hebat di Urdun tersebut, waktu
itu usianya 33 tahun
No comments:
Post a Comment