PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Seiring berputarnya waktu
filsafat mengalami perubahan. Perubahan tersebut dikarenakan adanya
pemikiran-pemikiran manusia dahulu yang terus berkembang. Setiap gerakan
pemikiran mempunyai kecenderungan menghasilkan yang positif, tetapi sekaligus
yang negatif.
Dengan masuknya filsafat
Averroes (Ibnu Rusyd) yang sangat Aristotalian ke Eropa melalui Cordova, telah
diwarisi oleh kaum Patristik dan Skolastik Muslim. Warisan itu bersifat
kualitatif dalam bidang pengetahuan dan teknologi. Sebagai contoh, Wels dalam
karyanya yang masyhur, The Outline of History (1951) menyimpulkan bahwa
“Jika orang Yunani menjadi Bapak Metode Ilmiah, orang Muslim adalah bapak
angkatnya.” Setelah itu, masuknya filsafat Averroes ke Barat telah melahirkan Renaissance
(abad ke-16).
Kata Renaissance
digunakan sejarawan untuk menunjukkan berbagai periode kebangkitan intelektual,
khususnya yang terjadi di Eropa. Renaissance sendiri memiliki arti
secara etimologi menurut bahasa Prancis adalah kebangkitan kembali. Namun,
filsafat berkembang bukan pada zaman Renaissance, melainkan kelak pada
zaman sesudahnya (zaman modern).
2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya,
yaitu :
a. Apa yang dimaksud Renaissance
dan Humanisme?
b. Siapa saja tokoh yang
berperan didalamnya?
3. Tujuan
Adapun tujuannya, yaitu :
a. Untuk memperoleh data
tentang Renaissance dan Humanisme
b. Untuk mengetahui
tokoh-tokoh yang berperan pada masa Renaissance dan Humanisme
PEMBAHASAN
1.
Renaissance
Istilah Renaissance
berasal dari bahasa Perancis yang berarti kebangkitan kembali, yang
lahir kembali adalah kebudayaan Yunani dan Romawi Kuno, setelah berabad-abad
dikubur oleh masyarakat abad pertengahan dibawah pimpinan gereja.[1] Oleh sejarawan, istilah tersebut digunakan untuk
menunjukkan berbagai periode kebangkitan intelektual, khususnya yang terjadi di
Eropa. Orang yang pertama kali menggunakan istilah tersebut ialah Jules
Michelet, sejarawan Perancis terkenal. Menurutnya, Renaissance adalah
periode penemuan manusia dan dunia, bukan sekedar sebagai kebangkitan kembali
yang merupakan permulaan kebangkitan modern. Dan bila dikaitkan dengan keadaan,
Renaissance adalah masa antara zaman pertengahan dan zaman modern yang
dapat dipandang sebagai masa peralihan yang ditandai oleh terjadinya sejumlah
kekacauan dalam bidang pemikiran.
Awal mula dari
suatu masa baru ditandai oleh suatu usaha besar dari seorang tokoh utama
filsafat modern, yaitu Descartes (1596-1650 M) untuk memberikan kepada filsafat
suatu bangunan yang baru. Dalam bidang filsafat, zaman Reanissanse
kurang menghasilkan karya penting bila dibandingkan dengan bidang seni dan
sains. Namun diantara perkembangan itu, terjadi pula perkembangan dalam bidang
filsafat.[2]
Sejak itu dan
juga telah dimulai sebelumnya, yaitu sejak permulaan Renaissance,
sebenarnya Individualisme dan Humanisme telah
dicanangkan. Humanisme dan Individualisme merupakan ciri Renaissance yang
penting. Humanisme adalah pandangan bahwa manusia mampu mengatur dunia
dan dirinya. Ini suatu pandangan yang tidak menyenangkan orang-orang beragama.
Oleh karena itu, zaman itu sering disebut juga sebagai zaman Humanisme, maksudnya
manusia diangkat dari abad pertengahan yang menganggap manusia kurang dihargai
sebagai manusia.
Ciri utama Renaissance
ialah humanisme, individualisme, lepas dari agama (tidak mau
diatur oleh agama), empirisme dan rasionalisme. Hasil dari watak
itu ialah berkembangnya pengetahuan
rasional.
Filsafat berkembang
bukan pada zaman Renaissance, akan tetapi filsafat berkembang pada zaman
modern. Pada zaman modern, filsafat didahului oleh zaman Renaissance.
Sebenarnya, secara esensial zaman Renaissance dalam filsafat tidak
berbeda dengan zaman modern karena cirri-ciri filsafat Renaissance ada
pada filsafat modern. Tokoh pertama filsafat modern ialah Descartes. Beliau
mengungkapkan bahwasannya dalam filsafat modern, kita akan menemukan ciri-ciri
Renaissance tersebut, yaitu menghidupkan kembali rasionalisme Yunani (Renaissance),
individualisme, humanisme dan lepas dari aturan-aturan agama.
Sekalipun demikian, para ahli lebih senang menyebut Descartes sebagai tokoh
rasionalisme.
Manusia pada zaman ini adalah
manusia yang merindukan pemikiran yang bebas. Manusia ingin mencapai kemajuan
atas hasil usaha sendiri, tidak didasarkan atas campur tangan ilahi. Penemuan
ilmu pengetahuan modern sudah mulai dirintis pada zaman Renaissance. Ilmu
pengetahuan yang berkembang maju pada masa ini adalah bidang Astronomi.
Tokoh-tokoh yang terkenal pada zaman ini, yaitu :[3]
a.
Roger
Bacon
Beliau berpendapat bahwa pengalaman
(empiris) menjadi landasan utama bagi awal dan ujian akhir bagi semua ilmu
pengetahuan. Matematika merupakan syarat mutlak untuk mengolah semua
pengetahuan.
b. Copernicus
Beliau mengatakan bahwa bumi dan
planet semuanya mengelilingi matahari, sehingga matahari menjadi pusat
(heliosentrisme). Pendapat ini berlawanan dengan pendapat umum yang berasal
dari Hipparchus dan Ptolomeus yang menganggap bahwa bumi sebagai pusat alam
semesta (geosentrisme).
c.
Johannes
Keppler
Beliau menemukan tiga buah hukum
yang melengkapi penyelidikan Brahe sebelumnya, yaitu :
1) Bahwa gerak benda angkasa itu
ternyata bukan bergerak mengikuti lintasan circle, namun gerak itu mengikuti
lintasan elips. Orbit semua planet berbentuk elips.
2) Dalam waktu yang sama, garis
penghubung antara planet dan matahari selalu melintasi bidang yang luasnya
sama.
3) Dalam perhitungan matematika
terbukti bahwa bila jarak rata-rata dua planet A dan B dengan matahari adalah X
dan Y, sedangkan waktu untuk melintasi orbit masing-masing adalah P dan Q, maka
P2 : Q2 = X3 : Y3.
d. Galileo Galilei
Beliau membuat sebuah teropong
bintang yang terbesar pada masa itu dan mengamati beberapa peristiwa angkasa
secara langsung. Ia menemukan beberapa peristiwa penting dalam bidang
Astronomi. Ia melihat bahwa planet Venus dan Mercurius menunjukkan
perubahan-perubahan seperti halnya bulan, sehingga ia menyimpulkan bahwa
planet-planet tidaklah memancarkan cahaya sendiri, melainkan hanya memantulkan
cahaya dari matahari.
2. Humanisme
Gerakan Humanisme ditandai oleh kepercayaan akan
kemampuan manusia (sebagai ganti kemampuan adikodrati), hasrat intelektual, dan
penghargaan akan disiplin intelektual. Kaum Humanis percaya bahwa rasio dapat
melakukan segalanya dan lebih penting dari iman. Karena itu, sejak Renaissance,
penelitian Filologis tidak hanya dilakukan atas sastra klasik, melainkan juga
atas kitab suci. Artinya, teks suci ini mulai dipelajari dengan rasio belaka.
Karena percaya akan kemampuan intelektual, kaum Humanis juga menekankan
pentingnya perubahan-perubahan sosial, politis dan ekonomi. Mereka melihat
kekuasaan absolute gereja makin keropos, dan sebagai gantinya muncul
kecenderungan membentuk Negara-Negara Nasional. Dalam situasi ini, kaum Humanis mendorong
sekularisasi, yaitu
pemisahan
kekuasaan politis dari agama.[4]
Humanisme menurut Ali Syariati (1992:39),
berkaitan dengan eksistensi manusia, bagian dari aliran filsafat yang menyatakan
bahwa tujuan pokok dari segala sesuatu adalah kesempurnaan manusia. Aliran ini
memandang bahwa manusia adalah makhluk mulia yang semua kebutuhan pokok
diperuntukkan untuk memperbaiki spesiesnya.[5]
Humanisme berkembang
pesat di Italia, lalu menyebar ke Jerman, Perancis, dan bagian-bagian Eropa lainnya, sebab Italia (terutama
di Florence) teks-teks Filsafat Yunani yang diperoleh dari Arab paling banyak
dipelajari.
Disamping itu juga sebagai pusat kekuasaan gereja,
di Italia Paus Leo X ternyata menjadi pendukung Renaissance yang sangat aktif.
Ada empat aliran yang mengklaim sebagai bagian dari Humanisme,
yaitu :
1) Liberalisme Barat
2) Marxisme
3) Eksistensialisme
4) Agama
Liberalisme barat menyatakan diri sebagai pewaris asli
filsafat dan peradaban Humanisme dalam sejarah, yang dipandangnya
sebagai aliran pemikiran peradaban yang dimulai dari Yunani Kuno dan mencapai
puncak kematangan kesempurnaan relatif pada Eropa modern.
Beberapa tokoh Humanis yang terpenting
adalah :
1) Petrarkha
(1490-1553)
2) Erasmus
(1466-1536)
3) Rabelais
(1490-1535)
4) Cervantos
(1547-1616)
Gagasan-gagasan mereka bersifat
Humanis. Dalam bukunya secret, Petrarkha, misalnya menyanggah Aggustinus
dari Hippo yang begitu terobsesi dengan perkara-perkara surgawi dengan
menekankan pentingnya nikmat duniawi yang sudah pasti bagi manusia. Dalam The
Inestimable life of great Gragantua, Father of Pantagarud, Rabelais,
seorang rahib melukiskan sebuah biara ideal yang mirp seperti universitas
modern yang mengagungkan kecerdasan, kecantikan dan kerajinan.
Thomas More menulis buku berjudul
Utopia, yang mengisahkan sebuah Negara ideal yang memiliki banyak waktu
senggang dan mengusahakan banyak infrastuktur bagi pendidikan,kesehatan, dan
pengurangan kejahatan. Cervantes menulis novel Don Quixote, sebuah olok-olok
terhadap mentalis abad pertengahan yang mengalami krisis zaman baru. Karya-karya ini bersifat humanis dalam
arti menekankan minat atas dunia ini, keluhuran martabat manusia, dan minat perubahan sosial.
Dalam arti minat akan kebaruan ini, kaum humanis bersifat “modern”.
Goncangan yang lebih keras lagi
diambang modernitas, dihasilkan oleh penemuan-penemuan ilmiah. Nicolas
Copernicus (1473-1543),
lewat
penelitian astronomisnya, menghasilkan otoritas astronomi tradisional yang
didominasi oleh teori Aristoteles dan Ptolemaeus yang mengandaikan bahwa bumi
adalah pusat semesta. Konsep-konsep kuno itu menjadi masuk akal setelah dia dalam bukunya De Revolutionibus
Orbium Coelestium
(tentang
peredaran benda-benda angkasa terbit tahun 1687), menunjukan secara matematis
bahwa bumi mengitari matahari sebagai pusat semesta. Bahwa penemuan Copernicus
ini mengguncangkan kemapanan penafsiran religious, saat paling jelas ditampilkan dalam
peristiwa Galileo-Galilei
(1564-1642).
Astronom Genius ini
berhasil
membuktikan kebenaran teori Copernicus lewat teleskop temuannya pada tahun
1610. Karena dianggap menyebarkan teori Heliosentrisme itu dalam bukunya
Dialogo (Dialog mengenai dua sistem utama tentang dunia, 1632), dia dipanggil
ke Roma, sampai akhirnya dihukum oleh Inkluisi (Intelejen Gereja) dengan
dicukil matanya. Apa yang berkembang disini tak lain dari pada observasi
empiris, sebuah metode yang sangat sentral bagi perkembangan ilmu-ilmu modern.
Dengan gejala-gejala yang dilukiskan
diatas, kita dapat menyaksikan bahwa Renaissance dan Humanisme memberi
semangat baru kepada kebudayaan barat beserta segi-segi intelektualnya.
Nilai-nilai tradisional, seperti kepatuhan kepada otoritas tradisi,
betul-betul menghadapi tantangannya dengan suburnya nilai-nilai baru yang
memihak kemampuan kodrati manusia.[6]
PENUTUP
1. Kesimpulan
Berikut
kesimpulan yang bias penulis sebutkan.
a) Renaissance
Kata Renaissance
digunakan sejarawan untuk menunjukkan berbagai periode kebangkitan intelektual,
khususnya yang terjadi di Eropa. Istilah Renaissance berasal dari
bahasa Perancis yang
berarti kebangkitan kembali, yang lahir kembali adalah kebudayaan Yunani dan Romawi
Kuno, setelah berabad-abad dikubur oleh masyarakat abad pertengahan dibawah
pimpinan gereja.
Adapun tokoh-tokoh yang berperan dalam masa ini adalah Roger
Bacon, Copernicus, Johannes Keppler, Galileo Galilei.
a) Humanisme
Gerakan Humanisme ditandai oleh kepercayaan akan
kemampuan manusia (sebagai ganti kemampuan adikodrati), hasrat intelektual, dan
penghargaan akan disiplin intelektual. Kaum Humanis percaya bahwa rasio dapat
melakukan segalanya dan lebih penting dari iman.
Beberapa tokoh Humanis yang terpenting adalah :
a.
Petrarkha
(1490-1553)
b. Erasmus
(1466-1536)
c.
Rabelais
(1490-1535)
d. Cervantos
(1547-1616)
2. Kritik dan Saran
Penulis menyadari akan banyaknya kekurangan dalam makalah
ini, baik dari ejaan penulisan, tata kalimat, tata bahasa maupun yang lainnya.
Tetapi setidaknya penulis telah berusaha menguraikan maksud dari kata Renaissance
dan Humanisme. Oleh karena banyaknya kekurangan dalam makalah ini,
penulis mengharapkan adanya wujud apresiasi pembaca untuk memberikan koreksi
dan masukkan agar penulis mampu memperbaikinya dan tidak melakukan kesalahan
sama untuk yang kedua kalinya. Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hakim, Atang dan Ahmad
Saebani, Beni. 2008. Filsafat Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Hardiman, Budi. 2011 Pemikiran-Pemikiran
yang Membentuk Dunia Modern (Dari Machiavelli sampai Nietzsche). Jakarta :
Erlangga.
Surajiyo. 2010. Filsafat Umum dan
Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
[1] . F. Budi Hardiman,
Pemikiran-Pemikiran yang Membentuk Dunia Modern (Dari Machiavelli sampai
Nietzsche), 2011, Hal. 7.
[2] . Drs. Atang Abdul Hakim, M.A. dan
Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si., Filsafat Umum, 2008, Hal. 339.
[4] . F. Budi Hardiman,
Pemikiran-Pemikiran yang Membentuk Dunia Modern (Dari Machiavelli sampai
Nietzsche), 2011, Hal. 8
[5] . Drs. Atang Abdul Hakim, M.A. dan
Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si., Filsafat Umum, 2008, Hal. 341.
[6] . F. Budi Hardiman, Pemikiran-Pemikiran yang
Membentuk Dunia Modern (Dari Machiavelli sampai Nietzsche), 2011, Hal. 10
No comments:
Post a Comment