BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Keberhasilan
Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul utusan Allah SWT dalam meletakkan,
mengembangkan, dan mengajarkan nilai-nilai Islam yang menjadi tujuan diutusnya
untuk meluruskan aqidah manusia yang telah jauh keluar dari nilai-nilai ajaran
tauhid yang telah diajarkan oleh para nabi dan rasul sejak Adam as sampai
kepada Isa as.
Berbagai
hal telah dilaluinya dalam mengajarkan Islam kepada manusia untuk kembali
bertauhid kepada Allah SWT yang sebelum diutusnya terperangkap pada satu zaman
yang dikenal dengan zaman jahiliyah.
Manusia
pada saat itu, disebut jahiliyah bukan karena kebodohan akal dan pikirannya,
melainkan kebodohan bathin yang dimilikinya, mereka melakukan berbagai macam
penyimpangan yang sangat jauh dari koridor ajaran agama hanif yang telah
diletakkan oleh Ibrahim as.
Muhammad
SAW diutus kepada bangsa Arab yang pada saat itu sebagai representatif dari
pola dan tindakan manusia yang tidak manusiawi, tidak bermoral, dan tidak
beradab dalam berperilaku.
Pola
tingkah laku manusia yang tidak beradab ini menjadi tanggung jawab besar bagi
seorang nabi untuk menuntun umat manusia agar menjadi beradab dengan
nilai-nilai islam yang menjadi risalah kenabiannya, sehingga bentuk
penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh umat manusia dapat diminimalisir
dan bahkan dapat dihilangkan. Dengan tujuan untuk membentuk karakter manusia
yang bertaqwa kepada Allah SWT.
Nabi
Muhammad SAW dalam menuntun umatnya untuk menegakkan kalimat tauhid tidak serta
merta dapat diterima oleh bangsa Arab, melainkan melalui proses panjang dalam
sejarah perkembangannya.
Pada
awal diturunkannya risalah kenabian kepada Nabi Muhammad SAW, tantangan besar
datang dari sukunya sendiri yang jika ditarik dari garis nasabnya masih
memiliki hubungan pertalian darah,
sehingga menyulitkan ruang gerak Nabi Muhammad SAW untuk mengajarkan
ajaran Islam kepada manusia.
Masyarakat
Arab yang diketahui mengikuti ajaran Muhammad SAW akan diinterogasi, disiksa,
dan bahkan dibunuh jika diketahui memeluk Islam. Sumayyah merupakan syuhada
pertama yang tewas dengan tusukan tombak oleh tangan Abu al-Hakam (Abu Jahal)
karena diketahui telah memeluk Islam.
Tantangan
demi tantangan yang dialami Nabi Muhammad SAW dalam mengajarkan Islam tidak
menyurutkan langkah dan semangatnya untuk berhenti dalam mengajarkan Islam
kepada umat manusia, bahkan mereka melewati perang sebagai jalan akhir untuk
menegakkan kalimat tauhid.
Proses
pendidikan tetap dilangsungkan Nabi Muhammad SAW ditengah kemelut kebencian
mayoritas pembesar Quraiys, bahkan semakin gencar dilakukan agar umat memahami
nilai-nilai dari ajaran Islam.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
paparan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan sebagai rumusan masalah
adalah :
1.
Bagaimana
perkembangan pendidikan Islam pada masa Nabi Muhammad SAW ?
2.
Bagaimana
metode dan sistem pengajaran pada masa Nabi Muhammad SAW ?
3.
Bagaimana
lembaga pendidikan pada masa Nabi Muhammad SAW ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Perkembangan Pendidikan Islam pada Masa Nabi Muhammad SAW
1.
Periode Makkah
Periode Makkah diawali dengan turunnya Qs. Al-‘Alaq [96] : 1-5.
ù&tø%$#
ÉOó$$Î/
y7În/u
Ï%©!$#
t,n=y{
ÇÊÈ t,n=y{
z`»|¡SM}$#
ô`ÏB
@,n=tã
ÇËÈ ù&tø%$#
y7/uur
ãPtø.F{$#
ÇÌÈ Ï%©!$#
zO¯=tæ
ÉOn=s)ø9$$Î/
ÇÍÈ zO¯=tæ
z`»|¡SM}$#
$tB
óOs9
÷Ls>÷èt
ÇÎÈ
Terjemahnya :
Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia
dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar
(manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.[1]
Diturunkannya wahyu pertama sebagai bukti diangkatnya Muhammad SAW
sebagai Nabi yang diutus oleh Allah SWT kepada umat manusia pada tahun 610 M di
Gua Hira.[2]
Setelah mengalami peristiwa luar biasa di gua Hira, kemudian
turunlah Qs. Al-Mudatsir [74] : 1-7 :
$pkr'¯»t ãÏoO£ßJø9$# ÇÊÈ óOè% öÉRr'sù ÇËÈ y7/uur ÷Éi9s3sù ÇÌÈ y7t/$uÏOur öÎdgsÜsù ÇÍÈ tô_9$#ur öàf÷d$$sù ÇÎÈ wur `ãYôJs? çÏYõ3tGó¡n@ ÇÏÈ Îh/tÏ9ur ÷É9ô¹$$sù ÇÐÈ
Terjemahnya :
Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah
peringatan, dan Tuhanmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan
dosa tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh
(balasan) yang lebih banyak, dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu,
bersabarlah.[3]
Ayat ini menjadi dasar kepada Nabi Muhammad SAW untuk mengajarkan
wahyu yang diterimanya kepada umatnya, memberikan peringatan kepada manusia
untuk mentauhidkan Allah SWT. Proses pendidikan dalam Islam mulai berlangsung
pada masa nabi Muhammad SAW pasca diturunkannya Qs. Al-‘Alaq [96] : 1-5 dan Qs.
Al-Muddatsir [76]: 1-7.[4]
2.
Periode Madinah
Hijrah dari Makkah ke
Madinah bukan hanya sekedar berpindah dan menghindarkan diri dari tekanan dan
ancaman kaum Quraisy dan penduduk Makkah yang tidak menghendaki pembaharuan
terhadap ajaran nenek moyang mereka, tetapi juga mengandung maksud untuk
mengatur potensi dan menyusun kekuatan dalam menghadapi tantangan-tantangan
lebih lanjut, sehingga akhirnya nanti terbentuk masyarakat baru yang di
dalamnya bersinar kembali mutiara tauhid warisan Ibrahim yang akan
disempurnakan oleh Muhammad SAW melalui wahyu Allah.
Periode pendidikan
Islam di Madinah melalui pendekatan politik. Ajaran Islam yang berkenaan dengan
kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad pada masa ini
selain sebagai pemimpin keAgamaan juga sebagai kepala Negara.
Di dalam periode
Makkah ciri pokok pembinaan pendidikan islam adalah pendidikan tauhid, maka
pada periode madinah ini ciri pokok pembinaan pendidikan islam dapat dikatakan
sebagai pendidikan sosial dan politik. Tetapi sebenarnya antara dua ciri
tersebut bukanlah merupakan dua hal yang dipisahkan satu dengan yang lain. Jika
pembinaan pendidikan di Makkah titik pokoknya adalah menanamkan nilai-nilai
tauhid kedalam jiwa tiap individu muslim, agar dari jiwa mereka terpancar sinar
tauhid dan tercermin dalam perbuatan dan tingkah laku dalam kehidupan
sehari-hari. Sedangkan pembinaan pendidikan di Madinah pada hakikatnya ialah
merupakan lanjutan dari pendidikan tauhid di Makkah, yaitu pembinaan di bidang
pendidikan sosial dan politik agar dijiwai oleh ajaran tauhid, sehingga
akhirnya tingkah laku sosial politiknya merupakan cermin dan pantulan sinar
tauhid tersebut.[5]
Pembinaan pendidikan di
Madinah pada hakikatnya adalah merupakan kelanjutan dari pendidikan tauhid di
Mekah, yaitu pembinaan pendidikan di bidang pendidikan sosial dan politik agar
dijiwai oleh ajaran tauhid. Sehingga tingkah laku sosial politiknya merupakan
cerminan dan pantulan sinar tauhid tersebut.[6]
Nabi Muhammad SAW pada
saat itu selain menjadi pemimpin agama merangkap sebagai kepala negara. Adapun
hal-hal yang dilakukan oleh Nabi
Muhammad SAW adalah :
a) Proklamasi berdirinya sebuah negara dengan cara mengumumkan nama Madinah al-Munawwarah
bagi kota Yastrib.
b) Mendirikan masjid Nabawi sebagai pusat kegiatan umat Islam.
c) Mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum Anshar, persaudaraan
berdasarkan agama sebagai basis warga negara.
d) Membuat undang-undang dan peraturan berdasarkan perjanjian-perjanjian yang
terkenal dengan Traktat Madinah.
e) Membuat batas wilayah dengan batas basis teritorial dengan mebuat parit
pada waktu perang Khandak.[7]
Inti sari pendidikan
dan pengajaran Islam diberikan Nabi Muhammad SAW masa di Madinah adalah sebagai
berikut:
1) Pendidikan Keagamaan, yaitu memperkuat keimanan dengan
keterangan-keterangan yang dibacakan oleh Nabi dari ayat al-Qur’an serta sabda
beliau sendiri.
2) Pendidikan Aklak, yaitu memperkuat pendidikan akhlak seperti adab masuk
rumah orang, adab bergaul dengan masyarakat, sehingga sempurnalah masalah
pendidikan akhlak seluruhnya.
3) Pendidikan Kesehatan Jasmani, yaitu seperti: mandi, wudhu, shalat, puasa,
haji, dan gerak-gerik dalam shalat adalah gerak badan yang secara medis
menyehatkan badan.
4) Syari’at yang Berhubungan dengan Masyarakat, yaitu berhubungan dengan
masyarakat, seperti :
a) Hal-hal yang berhubungan dengan rumah tangga seperti hukum perkawinan dan
warisan.
b) Hal-hal yang berhubungan dengan pergaulan antara sesama manusia, seperti
hukum perdata.
c) Hal-hal yang berhubungan dengan qishash dan ta’zir, seperti hukum pidana.[8]
Dengan demikian, maka
dapat disimpulkan bahwa perkembangan pendidikan Islam pada masa Nabi Muhammad
SAW dibagi menjadi dua periode yaitu periode Makkah dan Madinah. Selain itu,
muatan materi yang diajarkan pada dua peride tersebut berbeda, dimana pada
periode Makkah diberikan muatan pengajaran yang lebih menitik beratkan pada
masalah tauhid dan akhlak sehingga memantapkan keimanan ummat, sedangkan pada
periode Madinah selain masalah tauhid dan akhlak ummat juga diberikan
pendidikan politik, dan sosial kemasyarakatan sehingga bentuk tindakan politik
dan sosial akan ditopang oleh pendidikan tauhid dan akhlak yang sebelumnya
telah diletakkan dasarnya oleh Nabi Muhammad SAW.
B.
Metode dan Sistem Pengajaran pada Masa Nabi Muhammad SAW
Keberhasilan Nabi Muhammad SAW dalam memberikan pendidikan dan
pengajaran kepada ummat Islam tentunya tidak serta merta datang begitu saja,
melainkan memiliki metode dan sistem pendidikan dan pengajaran yang diterapkan.
1.
Metode Pengajaran Nabi Muhammad SAW
Adapun metode pengajaran yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW
adalah :
a)
Metode
Ceramah, yaitu menyampaikan ayat-ayat yang diterimanya dan memberikan
penjelasan kepada sahabat tentang maksud dari ayat tersebut.
b)
Metode
Dialog atau Diskusi, yaitu melakukan komunikasi verbal dengan sahabat dalam
mengatasi masalah-masalah yang dihadapi terkait dengan dakwah Islam.
c)
Metode
Tanya Jawab, yaitu sahabat bertanya kepada Nabi Muhammad SAW terkait dengan
hal-hal yang belum diketahuinya.
d)
Metode
Perumpamaan, yaitu menjelaskan kepada sahabat tentang peristiwa-peristiwa pada
masa lampau terjadi pada umat sebelumnya yang serupa dengan yang dialami oleh
sahabat.
e)
Metode
Kisah, yaitu mengangkat kisah-kisah yang terjadi pada Nabi-Nabi sebelumnya.
f)
Metode
Menghafal, yaitu mengajarkan kepada sahabat untuk menghafal ayat-ayat Al-Qur’an
yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW.[9]
g)
Metode
Hikmah, yaitu mengajarkan kepada sahabat tentang pengetahuan terhadap
Al-Qur’an.[10]
Dengan demikan, dapat disimpulkan bahwa metode yang digunakan Nabi
Muhammad SAW dalam melakukan pendidikan dan pengajaran kepada ummat Islam pada
masanya dilakukan dengan beragam metode dan bervariatif. Penggunaan metode
tersebut berdasarkan kondisi yang dialami Nabi Muhammad SAW dalam melakukan
pembinaan terhadap ummat di awal kedatangan Islam, baik di Makkah maupun di
Madinah.
2.
Sistem Pengajaran Nabi Muhammad SAW
Sistem pengajaran yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW pada
masanya ditempuh dengan 3 tahap, yaitu :
Proses pendidikan Islam pada periode Makkah berlangsung dengan
beberapa tahap, yaitu :
a.
Tahap sembunyi-sembunyi
Proses pendidikan pada tahap ini, mengedpankan pembinaan jiwa
orang-orang terdekatnya dengan keimanan yang mencakup perbuatan merendahkan
diri di depan Tuhan Rabbul ‘Alamin dengan segala kesucian raga dan kerendahan
hati, sehingga semakin hari mereka semakin jernih terhadap ajaran yang
diajarkan pedanya yang berimbas pada budi pekerti, dan tabah dalam menanggung
sengsara.[11]
Penguatan iman sebagai salah
satu bentuk proses pendidikan yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW kepada
umatnya memberikan efek yang sangat besar terhadap perkembangan dan kemajuan
agama Islam, dimana umat Islam setelah mendapatkan pengajaran dari Nabi Muhammad
SAW, mereka rela disiksa dan bahkan sampai dibunuh demi mempertahankan aqidah
yang telah diimaninya.
Rumah Arqam bin Abi al-Arqam menjadi tempat pendidikan pertama
dalam sejarah Islam, tempat tersebut menjadi pusat dakwah yang dilakukan secara
sembunyi-sembunyi. Di tempat inilah Abu Bakar as-Shiddiq, Abdurrahman bin Auf,
Utsman bin Affan dan sahabat lainnya menerima pokok-pokok ajaran dasar Islam
yang diajarkan secara langsung oleh nabi Muhammad SAW. [12]
Tahap sembunyi-sembunyi ini
dilakukan karena masyarakat Makkah mayoritas menganut paham politeisme sehingga
ketika paham monoteisme diajarkan secara terang-terangan akan menjadi ancaman
bagi penganut tersebut. Selain itu, kondisi umat Islam pada saat itu masih
terbilang sedikit, sehingga jika proses pendidikan islam yang diajarkan secara
terang-terangan akan dapat dengan mudah untuk dihentikan oleh orang-orang yang
tidak menerima dan mengikuti ajaran nabi Muhammad SAW.
b.
Tahap terang-terangan
Tahap terang-terangan pada periode Makkah dilakukan seiring dengan
bertambahnya pemeluk Islam di Makkah, sehingga proses pendidikan Islam yang
selama ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi tidak perlu lagi dilakukan.
Proses pendidikan Islam pada tahap terang-terangan ini, dilakukan
dengan mengundang kabilah Bani Hasyim sebagai kabilah penopang Nabi Muhammad
SAW untuk mendengarkan ajaran dasar Islam. Hasilnya terdapat sebagian kecil
dari kabilah Bani Hasyim yang yang memeluk Islam seperti Ali bin Abi Thalib,
Ja’far bin Abu Thalib dan Zaid bin Haritsah,
kemudian disusul oleh Hamzah bin Abdul Muttalib. Pada Masa pembinaan pendidikan agama Islam di Makkah, Nabi Muhammad mengajarkan Al-Qur’an, karena Al-Qur’an merupakan inti
sari dan sumber pokok ajaran Islam. Di samping itu, Nabi Muhamad SAW juga mengajarkan tauhid kepada umatnya.[13]
Inti
pendidikan dan pengajaran yang diberikan Nabi selama di Makkah ialah pendidikan
keagamaan dan akhlak serta menganjurkan kepada manusia, supaya mempergunakan akal pikirannya
memperhatikan kejadian manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan alam semesta sebagai anjuran pendidikan ‘akliyah
dan ilmiyah.
Mahmud
Yunus dalam bukunya Sejarah Pendidikan Islam, menyatakan bahwa pembinaan
pendidikan Islam pada masa Makkah meliputi:
1) Pendidikan Keagamaan. Yaitu
hendaklah membaca dengan nama Allah semata jangan dipersekutukan dengan nama
berhala.
2) Pendidikan Akliyah dan Ilmiah. Yaitu
mempelajari kejadian manusia dari segumpal darah dan kejadian alam semesta.
3) Pendidikan Akhlak dan Budi pekerti. Yaitu Nabi Muhammad SAW mengajarkan
kepada sahabatnya agar berakhlak baik sesuai dengan ajaran tauhid.
4) Pendidikan Jasmani atau Kesehatan. Yaitu
mementingkan kebersihan pakaian, badan dan tempat kediaman.[14]
c.
Tahap seruan umum
Tahapan seruan umum merupakan bentuk
tindak lanjut dari dua tahapan sebelumnya, dimana Nabi Muhammad SAW melakukan
proses pendidikan dan pengajaran Islam pada saat musim haji. Tahapan ini
dilakukan dengan harapan bahwa orang-orang yang datang dari luar Makkah dengan
tujuan melakukan ibadah haji dapat menerima ajaran Islam.[15]
Dampak dari proses pendidikan dan
pengajaran pada tahapan ini adalah diterimanya ajaran Islam oleh penduduk
Yatsrib yang datang melakukan ibadah haji.
Adapun kurikulum yang diajarkan mencakup
tentang :
1) Aqidah, meliputi :
a) Mentauhidkan Allah SWT.
b) Beriman kepada Nabi dan Rasul yang diutus Allah SWT.
c) Beriman kepada kitab-kitab termasuk Al-Quran wahyu daripada Allah SWT.
d) Beriman kepada hari kiamat.
2) Syariat, meliputi :
a)
Shalat.
b)
Konsep wajib, sunat,
halal, haram
3) Akhlak, meliputi :
a)
Konsep amar ma’ruf
§ Hormat-menghormati,
§ Tolong menolong,
§ Jujur,
§ Amanah,
b)
Konsep nahi munkar,
seperti :
§ Larangan berzina,
§ Berdusta dan
§ Membunuh anak perempuan.[16]
Dengan demikian,
berdasar pada uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode dan sistem
pengajaran pada masa Nabi Muhammad SAW telah ada dan diterapkan oleh Nabi
Muhammad dalam mengajarkan Islam kepada ummat, Nabi Muhammad SAW menggunakan
beragam metode dan sistem pengajaran kepada ummat agar ummat dapat menerima
dengan mudah risalah yang dibawanya sebagai risalah kebenaran yang datang dari
Allah SWT melalui wahyu yang diberikan kepadanya.
C.
Lembaga Pendidikan pada Masa Nabi Muhammad SAW
1.
Makkah
Adapun lembaga pendidikan sebagai wadah dalam melakukan proses
pengajaran Islam pada periode Makkah adalah :
a.
Rumah,
yaitu rumah Arqam bin Abi al-Arqam dijadikan tempat dalam kelakukan proses
pengajaran Islam pada awal-awal Islam di Makkah secara sembunyi-sembunyi.
b.
Teras
Masjid / Teras Ruma (Kuttab), yaitu tempat berupa teras rumah atau masjid yang
digunakan untuk mengajarkan baca dan tulis al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad
SAW, yang mana sebelum datangnya Islam kuttab dijadikan wadah untuk mengajarkan
syair kepada anak-anak suku Quraiys di Makkah.[17]
2.
Madinah
Adapun
lembaga pendidikan di Madinah yaitu :
a) Rumah-rumah sahabat yang dipersaudarakan oleh Nabi
b) Masjid[18]
Lembaga
pendidikan yang ada pada masa Nabi Muhammad SAW, baik itu periode Makkah maupun
periode Madinah merupakan cikal bakal lahirnya lembaga pendidikan Islam seperti
halaqah, madrasah dan pondok pesantren pada masa sekarang ini.
Dengan
demikian, maka dapat disimpulkan bahwa lembaga pendidikan Islam pada masa Nabi
Muhammad SAW telah ada dan digunakan sesuai dengan fungsinya untuk mengajarkan
atau melakukan proses pengajaran agama Islam kepada ummat Islam, yang kemudian
dikembangkan berdasarkan perkembangan peradaban umat manusia.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasar
pada pembahasan masalah, maka dapat ditarik sebagai kesimpulan adalah sebagai
berikut :
1.
Perkembangan
pendidikan Islam pada masa Nabi Muhammad SAW dibagi menjadi 2 periode, yaitu
periode Makkah dan periode Madinah. Dimana keduanya memiliki perbedaan yang
signifikan yaitu terkait dengan tantangan-tantangan yang dihadapi oleh Nabi
Muhammad SAW ketika berada di Makkah yang sarat dengan penolakan terhadap
ajaran yang dibawanya sebagai risalah kenabian, sehingga menyulitkan bagi Nabi
Muhammad SAW untuk memberikan pengajaran secara komplit kepada ummat, hanya
terbatas pada masalah tertentu semata seperti tauhid dan pembinaan atau
penguatan mental ummat melalui pengajaran akhlak. Sedangkan pada periode
Madinah kehadiran Nabi Muhammad SAW dibutuhkan oleh ummat sehingga pengajaran
agama Islam dapat berkembang dan merupakan kelanjutan dari penanaman
nilai-nilai dasar yang telah diajarkan di Makkah sebelum peristiwa hijrah.
2.
Metode
dan sistem pengajaran pada masa nabi Muhammad SAW dilakukan dengan tiga sistem,
yaitu sembunyi-sembunyi, terang-terangan dan seruan umum dengan menggunakan
metode pengajaran yang bervariatif sesuai dengan kondisi yang dihadapi pada
saat itu seperti metode ceramah, diskusi atau dialog, tanya jawab, hikmah, dan
lain sebagainya.
3.
Lembaga
pendidikan pada masa Nabi Muhammad SAW telah ada dan dijadikan wadah dalam
melakukan proses pengajaran, baik periode Makkah maupun periode Madinah. Pada
periode Makkah, lembaga pendidikan tersebut adalah rumah (rumah Arqam bin Abi
al-Arqam), serta kuttab berupa teras rumah atau masjid yang digunakan untuk
melakukan kegiatan membaca, menghafal, dan menulis al-Qur’an. Sedangkan di
Madinah, selain menggunakan kedua tempat tersebut juga menggunakan Masjid
sebagai wadah atau lembaga pelaksanakaan kegiatan pengajaran agama Islam sebab
di Madinah Islam diterima oleh sebagian besar masyarakat Madinah.
B.
Saran
Di
dalam penulisan makalah ini, disadari akan banyaknya kekeliruan yang ditemukan,
untuk itu diharapkan masukan yang sifatnya membangun guna perbaikan dalam
penulisan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
A. Azizy, A. Qodri. 2003. Pendidikan
Agama Untuk Membangun Etika Sosial: Mendidik Anak Sukses Masa Depan : Pandai
dan Bermanfaat, Cet. II; Semarang: Aneka Ilmu
Abd. Hakim, Atang dan Jaih Mubarok.
2002. Metodologi Studi Islam, Cet. V; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Aka, Hawari. 2012. Guru Yang
Berkarakter Kuat, Jakarta: Laksana
Ali, Baharuddin. 2015. Jurnal
Diskursus Islam: Metode Dakwah al-Hikmah dalam Al-Qur’an, Vol. III; No.
III; Makassar: Program Pascasarjana UIN Alauddin
Al-Khateeb, Firas. 2016. Lost
Islamic History: Reclaiming Muslim Civilisation from the Past (Sejarah Islam
yang Hilang : Menelusuri Kembali Kejayaan Muslim pada Masa Lalu), terj. Mursyid
Wijanarko, Cet. II; Yogyakarta: Bentang Pustaka
An-Nadwi, Abu al-Hasan Ali. 1988. Islam
Membangun Peradaban Dunia, terj. M. Ruslan Shiddieq, Jakarta: Pustaka Jaya
Anam, Munir Che. 2008. Muhammad
SAW dan Karl Marx tentang Masyarakat Tanpa Kelas, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Arief, Armai. 2005. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan
Islam Klasik, Bandung: Angkasa
Arifin. 2003. Ilmu Pendidikan
Islam: Tinjauan Teoretis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner,
Jakarta: Bumi Aksara
Azra, Azyumardi. 1998. Esei-Esei
Intelektual Muslim & Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu
B, Chaeruddin. 2009. Metodologi
Pengajaran Agama Islam Luar Sekolah, Yogyakarta: Lanarka Publisher
Daradjat, Zakiah. 2004. Metodik
Khusus Pengajaran Agama Islam, Cet. III; Jakarta: Bumi Aksara
Haekal, Muhammad Husain. 2015. Sejarah
Hidup Muhammad, terj. Ali Audah, Cet. XIV; Jakarta : Tintamas Indonesia
_____________. 2015. Abu Bakar
as-Shiddiq : Sebuah Biografi dan Studi Analisis tentang Permulaan Sejarah Islam
Sepeninggal Nabi, terj. Ali Audah, Cet. XIV; Jakarta : Tintamas Indonesia
Kementerian Agama RI, 2012. Al-Qur’an
dan Terjemahnya, Jakarta : PT. Sinergi Pustaka
Kennedy, Hugs. 2016. The Great
Arab Conquest: How the Spread of Islam Changed the World We Live In (Penaklukan
Muslim Yang Mengubah Dunia), terj. Ratih Ramelan, Cet. III; Tangerang
Selatan : PT. Pustaka Alvabet
Muhaimin. 2005. Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada
Nata, Abuddin. 2005. Pendidikan Islam Perspektif
Hadits, Ciputat: UIN Jakarta Press
Nizar, Samsul. 2008. Sejarah
Pendidikan Islam, Jakarta : Kencana
Sunanto, Musrifah. 2003. Sejarah
Islam Klasik, Bogor: Kencana
Tim Penulis. 2006. Kamus Ilmiah
Populer, Surabaya: Gitamedia Press
Tim Penulis. 2016. Pedoman
Penulisan Karya Tulis Ilmiah : Makalah, Skripsi, Tesis, Disertasi dan Laporan
Penelitian, Cet. II; Makassar: Alauddin Press
Yunus, Mahmud. 1992. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta
: PT. Hidakarya Agung
Zuhairini, et.all. 2008. Sejarah
Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara
[1] Kementerian
Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta : PT. Sinergi Pustaka,
2012), h. 904
[2] Firas
al-Khateeb, Lost Islamic History: Reclaiming Muslim Civilisation from the
Past (Sejarah Islam yang Hilang : Menelusuri Kembali Kejayaan Muslim pada Masa
Lalu), terj. Mursyid Wijanarko, (Cet. II; Yogyakarta: Bentang Pustaka,
2016), h. 13
[3] Kementerian
Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 849
[6] Zuhairini,
et.all, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2008), h. 27
[7] Musrifah
Sunanto, Sejarah Islam Klasik, (Bogor: Kencana, 2003), h. 14
[8] Mahmud Yunus, Sejarah
Pendidikan Islam, h. 17-19
[9] Zakiah
Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Cet. III; Jakarta:
Bumi Aksara, 2004), h. 289
[10] Baharuddin
Ali, Jurnal Diskursus Islam: Metode Dakwah al-Hikmah dalam Al-Qur’an, (Vol.
III; No. III; Makassar: Program Pascasarjana UIN Alauddin, 2015), h. 457
[11] Abu al-Hasan
Ali an-Nadwi, Islam Membangun Peradaban Dunia, terj. M. Ruslan Shiddieq,
(Jakarta: Pustaka Jaya, 1988), h. 131
[12] Muhammad
Husain Haekal, Abu Bakar as-Shiddiq : Sebuah Biografi dan Studi Analisis
tentang Permulaan Sejarah Islam Sepeninggal Nabi, terj. Ali Audah, (Cet.
XIV; Jakarta : Tintamas Indonesia, 2015), h. 7
[13] Armai Arief, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam
Klasik, (Bandung: Angkasa, 2005) h. 57
[14] Mahmud Yunus, Sejarah
Pendidikan Islam, h. 56
[15] Samsul Nizar, Sejarah
Pendidikan Islam, (Jakarta : Kencana, 2008), h. 22
[16] Samsul Nizar, Sejarah
Pendidikan Islam, h. 35
[17] Muhammad
Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, terj. Ali Audah, (Cet. XIV;
Jakarta : Tintamas Indonesia, 2015), h. 79
[18] Samsul Nizar,
Sejarah Pendidikan Islam, h. 36
No comments:
Post a Comment