A.
Biografi Utsman Bin Affan
Nama lengkapnya ialah usman ibn Affan
ibn abdil ash ibn umaiyah dari pihak quraisy. Ia memeluk islam lantaran ajakan
abu bakar, dan menjadi salah seorang sahabat terdekat Nabi saw. Ia sangat kaya
tapi berlaku sederhana dan sebagian besar kekayaanya digunakan untuk kejayaan Islam.
Ia mendapat julukan zun nurain, karena mengawini dua puteri Nabi saw.
Secara berurutan setelah yang satu meninggal. Ia jg merasakan penderitaan yang
disebabkan oleh tekanan kaum Quraisy terhadap muslim di mekkah. Ia menyumbang
950 ekor unta dan 50 bagal serta 1000 dirham dalam ekspedisi untuk melawan
Byzantium di perbatasan palestina. Ia juga membeli mata air orang-orang romawi
yang terkenal dengan harga 20000 dirham dan selanjutnya mewakafkan bagi ummat
islam dan pernah meriwayatkan hadis kurang lebih 150 hadis. Seperti halnya Umar,
usman naik menjadi khalifah melalui proses pemilihan, bedanya, umar dipilih
atas penunjukan langsung sedangkan Usman diangkat dengan penunjuka tidak
langsung. Yaitu melewati badan syura’ yang dibentuk oleh umar menjelang
wafatnya.[1]
Khalifah umar membentuk sebuah
komisi yang terdiri dari enam calon, dengan perintah memilih salah seorang dari
mereka untuk diangkat menjadi khalifah baru. Mereka ialah Usman bin Affan, Ali
bin abi Thalib, Talhah, Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqqash, dan Abdullah
ditambahkan kepada komisi enam itu, tetapi ia hanya mempunyai hak pilih, dan
tidak berhak dipilih.[2]
Adapun metode pemilihan khalifah
baru yang digagas Umar ibn al Khattab adalah musyawarah yang dilakukan oleh
orang-orang yang terbatas. Umar bin khattab memilih enam sahabat rasulullah
yang semuanya pantas untuk menjadi pemimpin, meskipun masing-masing berbeda
dari yang lain. Umar juga menetapkan cara pemilihan, masanya, jumlah suara yang
cukup untuk memilih khalifah, keputusan majelis, cara pemilihan ketika suara
imbang, dan memerintahkan kepada pasukan untuk mengawasi jalannya pemilihan
dalam majlis, dan menghukum orang yang bertentangan perkara yang telah
disepakati. Mencegah kekacauan dengan cara tidak memperbolehkan orang yang
tidak berkepentingan untuk masuk atau mendengar pembahasan anggota majlis yang
dikenal dengan Ahlul Halli wal-aqdi.
Berikut ini penjelasan mengenai
poin-poin tersebut:
1.
Anggota majlis dan nama-nama mereka
Jumlah anggota
majlis syura ada enam orang, mereka adalah Ali bin Abi Thalib, Usman bin Affan,
Abdurrahman bin Auf, Saad bi Abu Waqqash, Zubair bin Awwam, dan Talhah bin Ubaidillah.
2.
Cara pemilihan khalifah
Umar memerintahkan
mereka supaya mereka melakukan musyawarah di rumah salah seorang dari mereka.
Abdullah bin umar ikut hadir bersama mereka. Ia datang hanya sekedar memberi
saran, tidak memiliki hak menentukan. Yang menjadi imam saat terjadinya
musyawarah adalah Shuhaib Ar-rumi, umar berkata kepadanya; “kamu yang imami
shalat selama tiga hari.” Tujuannya agar tidak ada salah satu dari enam orang
ini dapat dianggap dukungan untuk menjadi khalifah.
3.
Masa pemilihan
Khalifah umar
menentukannya tiga hari, suatu masa yang cukup meskipun mereka menambahinya.
Hal ini memberikan arti bahwa perselisihan antara mereka akan meluas. Oleh
karena itu, umar berkata kepada mereka; “tidak ada hari keempat kecuali salah
seorang sudah menjadi pemimpin bagi kalian.”
4.
Jumlah suara yang cukup untuk memilih seorang khalifah
Ibn saad dengan sanad perawi yang tsiqah bahwa Umar berkata kepada
shuhaib “ hendaknya kamu menjadi imam shalat selama tiga hari, hendaknya
sekelompok orang itu melakukan pembahasan tersendiri di suatu rumah.
Jika mereka sudah bersepakat memilih
seseorang dan ada yang melawannya maka tebaslah leher orang tersebut.
Khalifah
umar memerintahkan terhadap orang yang bertentangan dengan majlis tersebut dan
memecah belah barisan kaum muslimin. Karena mengamalkan sabda rasulullah, “barang
siapa yang datang kepada kalian, sementra urusan kalian dipersatukan oleh
seseorang, dimana ia ingin memecah belah persatuan kalian, maka bunuhlah dia.
5.
Hakim dalam perselisihan
Umar telah berwasiat kepada Abdullah bin umar agar ikut menghadiri
majlis tersebut, namun tidak boleh ikut dalam musyawarah mereka, umar berkata,
jika tiga orang menentukan pilihan dan tiga orang yang lain menentukan pilihan
lain, maka jadikanlah Abdullah bin Umar sebagai hakim. Jika Abdullah menentukan
salah satu kelompok maka hendaklah
memilih satu orang dari kelompok tersebut. Jika mereka tidak setuju dengan
Abdullah bin umar, hendaklah kalian bersama dengan kelompok yang di dalamnya
ada Abdurrahman bin auf, umar
menyebutkan sifat abdurrahaman bin auf dia adalah orang yang dapat pertolongan
dan pandai. Umar berkata “ sebaik-baik orang yang memiliki pendapat ialah Abdurrahman bin auf dia mendapat pertolongan
dan pandai dan mendapat penjagaan dari Allah, maka dengarkanlah dia.”
6.
Pasukan Allah yang mengawasi proses pemilihan dan mencegah
kekacauan
Umar meminta kepada abu Talhah al ansari untuk mengawasi proses
pengangkatan khalifah, umar berkata “ wahai Abu Thalhah sesungguhnya Allah
memuliaka islam dengan kalian. Maka pilihlah 50 orang dari kaum anshar untuk
menjaga kelompok itu (majlis syura) agar menetapkan seorang dari mereka.” Umar
juga berkata kepada al-Miqdad al-Aswad “ jika kalian meletakkaknku diliang
kuburku, maka kumpulkanlah golongan itu dalam suatu rumah hingga mereka memilih
satu orang diantara mereka.”
7.
Menunjuk orang yang keutamaanya dibawah keutamaan orang lain
Diantara pelajaran yang dapat dipetik dari kisah pengangkatan
khalifah pada masa umar bin khattab adalah bolehnya menjadikan pemimpin dari
orang yang utama. Padahal ada orang yang lain yang lebih utama darinya.
8.
Umar menggabungkan antara metode menentukan pemimpin dengan tidak
menentukan
Umar menggabungkan antara
menentukan calon khalifah sebagaimana yang dilakukan abu bakar dan
antara tidak menentukan sebagaimana yang dilakukan rasulullah. Umar menentukan
6 orang dan meminta mereka untuk menentukan siapakah yang menjadi khalifah
antara mereka.
9.
Tak hanya enam orang yang melakukan musyawarah
Umar bi khattab mengetahui bahwa musyawarah akan terjadi tidak
hanya enam orang saja, orang-orang di madinah akan terlibat juga tentang siapa
yang akan menjadi khalifah setelahnya.
10.
Majlis syura merupakan majlis tertinggi
Sesungguhnya umar hanya menetapkan enam orang yang berhak
menentukan pemilihan khalifah. Perlu disebutkan disini bahwa tidak ada
seorangpun dari enam orang yang menantang kebijakan umar ini. Begitupun sahabat
sahabat yang lain. Demikianlah yang telah disampaikan teks-teks kepada kita.
Kita tidak mengetahui danya usulan lain atau ada protes kebijakan umar di
detik-detik terakhir kehidupannya itu. Semua orang setuju kebijakan umar dan
memandang kebijakan tersebut membawa kemaslahatan tyerhadap kaum muslim.[3]
Melalui persaingan yang agak ketat dengan ali, sidang syura
akhirnya memberi mandat kekhalifahan kepada Usman bin affan. Masa
pemerintahannya adalah yang terpanjang dari semua khalifah di zaman
khulafaurrasyidin, yaitu 12 tahun, tetapi sejarah mencatat bahwa tidak semua
masa pemerintahannya baik dan sukses baginya. Para pencatat sejarah membagi
zaman pemerintahan usman menjadi dua periode, ialah 6 tahun pertama masa
pemerintahan yang baik, dan 6 tahun terakhir merupakan masa pemerintahan yang
buruk.[4]
Selama paruh pertama pemerintahannya, usman melanjutkan sukses para
pendahulunya terutama dalam perluasan wilayah kekuasaan islam. Daerah-daerah
strategis yang sudah dikuasai islam seperti mesir dan Iraq terus dilindungi dan
dikembangkan dengan melakukan serangkaian ekspedisi militer yang terencanakan
secara cermat dan simultan disemua front. Di mesir pasukan muslim
diinstruksikan agar memasuki afrika utara salah satu pertempuran penting disini
ialah “zatis sawari” (peperangan tiang kapal) yang terjadi dilaut tengah dekat
kota iskandariyah antara tentara romawi dibawa pimpinan kaisar costantine
dengan laskar muslim pimpinan Abdullah bi sarah. Dinamakan perang kapal karena
banyaknya kapal-kapal perang yang terlibat. Konon terdapat 1000 buah kapal yang
200 kepunyaan muslim, sedangkan sisanya milik bangsa romawi. Tentara islam
berhasil mengusir musuh-musuhnya. Tentara muslim bergerak dari kota basrah untuk
menaklukkan sisa wilayah kerajaan sasan di irak, dan dari kota kufah, gelombang
kaum muslim menyerbu beberapa provinsi disekitar laut kaspia.
Setelah melewati saat-saat yang gemilang, pada paruh terakhir masa
kekuasaanya, khalifah usman menghadapi berbagai pemberontakan dan pembangkangan
di dalam negri yang dilakukan oleh orang-orang yang kecewa terhadap tabiat
khalifah dan beberapa kebijaksanaan pemerintahannya. Akan tetapi, sebenarnya
kekacauan itu sudah mulai sejak pertama tokoh ini terpilih menjadi khalifah.
Usman terpilih karena sebagai calon konservatif ia adalah orang
yang baik dan soleh. Namun dalam banyak hal tidak menguntukan, karena usman
terikat kepada kepentingan-kepentingan orang mekah, khususnya kaum quraisy dari
kalangan bani uamaiyah. Oleh karena itu usman berada dalam pengaruh dominasi
seperti itu maka satu persatu kedudukan tinggi kekhalifahan diduduki oleh
anggota-anggota keluarga.[5]
B.
Pembukuan Mushaf Al-Qur’an
Karya monumental Usman lain yang dipersembahkan kepada umat Islam
ialah penyusunan kita suci Al-quran. Penyusunan Al-quran dimaksudkan untuk
mengakhiri perbedaan-perbedaan serius dalam bacaan alquran. Disebutkan bahwa
selama pengiriman ekspedisi militer ke Armenia dan Azerbaijan, perselisihan
tentang bacaan alquran muncul dikalangan tentara muslim, di mana sebagiannya
direkrut dari suriah dan sebagian lagi dari Iraq. Ketua dewan penyusunan
alquran yaitu zaid bin tsabit , sedangkan yang mengumpulkan tulisan-tulisan
alquran antara lain adalah hafsah, salah seorang istri nabi saw. Kemudian dewan
itu membuat beberapa salinan naskah alquran untuk dikirimkan ke beberapa
wilayah kegubernuran sebagai pedoman yang benar untuk masa selanjutnya.[6]
C.
Pemerintahan Usman dan munculnya benih nepotisme
Kelemahan dan
nepotisme telah membawa khalifa ke puncak kebencian rakyat, yang pada beberapa
waktu kemudian menjadi pertikaian yang mengerikan dikalangan ummat islam.
Ketika Usman
bin Affan mengankat Marwan bin hakam, sepupu khalifah yang dituduh bahwa mementingkan
diri sendiri dan suka intrik menjadi sekretaris utamanya, segera timbul mosi
dari rakyat. Begitu pula penempatan muawiyah, Walid bin Uqbah dan Abdullah bi
saad, masing-masing sebagai gubernur suriah, Iraq, dan mesir, sangat tidak
disukai oleh umum. Ditambah lagi tuduhan keras bahwa kerabat-kerabat khalifah
memperoleh harta pribadi dengan mengorbankan kekayaan umum dan tanah Negara.
Hakam, ayah Marwan mendapatkan tanah fadah Marwan sendiri menyalah gunakan
harta baitul mal, muawiyah mengambil alih tanah Negara suriah dan khalifah
mengizinkan Abdullah untuk mengambil seperlima dari harta rampasan perang
Tripoli untuk dirinya dan lain-lain.[7]
Situasi politik
di masa pemerintahan usman benar-benar semakin mencekam. Bahkan juga berbagai
usaha yang bertujuan baik dan mempunyai alasan kuat untuk kemaslahatan ummat
disalah fahami dan melahirkan perlawanan dari masyarakat. Kodifikasi Al-quran
tersebut misalnya, yang dimaksudkan oleh khalifah untuk menyelesaikan kesimpan
siuran bacaan alquran sehingga perbedaan serius mengenai kitab suci dapat
dihindari, telah mengundang kecaman yang sangat hebat melebihi dari apa yang
mungkin tidak diduga. Lawan-lawannya menuduh bahwa Usman sama sekali tidak
mempunyai otoritas untuk menerapkan edisi Al-quran yang dibukukan itu. Dengan
kata lain, mereka mendakwa usman secara tidak benar telah menggunakan kekuasaan
keagamaan yang tidak dimilikinya.[8]
Terhadap
berbagai kecaman tersebut khalifah telah berupaya untuk membela diri dan
melakukan tindakan politis sebatas kemanpuannya. Tentang pemborosan uang Negara
misalnya Usman menepis keras tuduhan keji ini. Benar jika dikatakan ia banyak
membantu saudara-saudaranya dari bani Umayyah tetapi itu diambil dari kekayaan
pribadinya. Sama sekali bukan dari kas Negara bahkan khaliah tidak mengambil
gaji yang menjadi haknya. Pada saat menjabat kalifah justru Usman jatuh miskin.
Selain karena harta yang ia miliki digunakan untuk membantu sanak familinya,
juga karena seluruh waktunya dihabiskan untuk mengurusi permasalahan kaum
muslimin, sehingga tidak ada lagi kesempatan untuk mengumpulkan harta seperti
di masa sebelum menjadi khalifah.
Dalam hal ini
usman berkata: “pada saat percapaianku menjadi khalifah, aku adalah pemilik
kambing dan unta yang paling banyak di arab. Hari ini aku tidak memiliki
kambing atau unta kecuali yang digunkan dalam ibadah haji. Tentang penyokong
mereka, aku memberikan kepada mereka apapun yang dapat aku berikan dari milikku
pribadi. Tentang harta kekayaan Negara, aku menganggapnya tidak halal, baik
bagiku sendiri atau orang lain. Aku tidak mengambil apapun dari kekayaan
Negara, apa yang aku makan adalah hasil nafkahku sendiri.”[9]
Rasa tidak puas
terhadap khalifah Usman semakin besar dan menyeluruh. Di kufah dan basrah yang
dikuasai oleh thalhah dan zubair, rakyat bangkit menantang gubernur yang
diangkat oleh khalifah, hasutan yg lebih keras terjadi di mesir, selain ketidak
setiaan rakyat terhadapa Abdullah bi saad, saudara angkat khalifah sebagai
pengganti amr bin ash juga karna konflik soal pembagian harta ganimah. Pemberontakan
berhasil mengusir gubernur yang diangkat khalifah, lalu mereka yang terdiri
dari 600 orang mesir itu berarak-arakan menuju kota madinah. Para pemberontak
dari basrah dan kufah bertemu dan menggabungkan diri dari kelompok mesir.
Wakil-wakil mereka menuntut khalifah untuk mendengarkan keluhan mereka.
Khalifah menuruti mereka dengan mengangkat Muhammad bin abu bakar sebagai
gubernur mesir. Mereka merasa puas
terhadap kebijaksaan khalifah tersebut dan pulang ke negeri masing-masing. Akan
tetapi, ditengah perjalanan menemukan surat yang dibawa oleh utusan khusus yang
menerangkan bahwa para wakil itu harus dibunuh setelah sampai di mesir. Menurut
mereka surat itu ditulis oleh Marwan bin Kakam, sekretaris khalifah, sehingga
mereka meminta kepada mereka untuk diserahkan para pemberontak. Tuntutan itu
tidak dipenuhi khalifah. Sedangkan ali bin abi thalib ingin menyelesaikan
persoalan tersebut dengan jalan damai, tetapi mereka tidak dapat menerimanya.
Mereka mengepung rumah khalifah dan membunuhnya ketika khalifah usman sedang
membaca Alquran, pada tahun 35H/17 juni 656 M. akan tetapi menurut lewis, pusat
oposisi sebenarnya adalah di madinah sendiri. Di sini thalhah, zubair, dan amr
membuat perlawanan rahasia melawan khalifah, dengan memnfaatkan para pemberontak
yang datang ke madinah untuk
melampiaskan rasa dendamnya yang meluap-luap itu.[10]
[1] Ali mufrodi, islam di kawasan kebudayaan Arab, logos wacana
ilmu, Jakarta, 1997, hal.58-59
[2] Samsul munir amin, sejarah
peradaban islam, amzah, Jakarta, 2013, hal. 104
[3] Ali Muhammad Ash-shalabi, biografi utsman bin affan, pustaka
alkautsar, Jakarta, 2013, hal.66-70
[4] Ali mufrodi, islam di kawasan kebudayaan Arab, logos wacana
ilmu, Jakarta, 1997, hal. 59
[5] Ali mufrodi, islam di kawasan kebudayaan Arab, logos wacana
ilmu, Jakarta, 1997, hal 61
[6] W.Montgomery, pengantar studi Alquran, Jakarta: rajawali,
1991, hal. 64
[7] Mahmudunnasir, islam, konsep dan sejarahnya,hal. 188-189
[8] Al-baladzuri, futuhul buldan, jilid V, hal 62
[9] Ali mufrodi, islam di kawasan kebudayaan Arab, logos wacana
ilmu, Jakarta, 1997, hal. 62
[10] Samsul munir amin, sejarah
peradaban islam, amzah, Jakarta, 2013, hal.108
No comments:
Post a Comment