Tuesday, November 21, 2017

Umar bin Khattab



UMAR BIN KHATTAB

Oleh : Mardia
Program Pascasarjana (S2)
Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar
Abstrak : Kajian ini akan membahas tentang sejarah peradaban Islam pada masa kepemimpinan khalifah Umar ibn Khattab  yang terkait dengan proses pembaiatan Khalifah Umar ibn Khattab, kebijakan pada kepemimpinan Umar ibn Khattab serta kontribusinya pada Islam hinggaakhir kepemimpinannya. 
Pada masa pemerintahan Abu Bakar, Umar Selalu diangkat menjadi  penasehatnya sekaligus hakim untuk permasalahan-permasalahan yang timbul. Karena Umar Ibn Khaththab dikenal memiliki kemanpuan membaca situasi  dan analisis yang kuat untuk memecahkan berbagai problen yang diperhadapkannya mampu ia selesaikan dengan sebaik-baiknya, hingga menyakinkan Abu Bakar untuk mengangkatnya sebagai Khalifah kelak.
            Dibidang pemerintahan langkah pertama yang dilakukan Umar sebagai Khalifah meneruskan berbagai kebijakan yang sebelumnya ditempuh oleh Abu Bakar dalam perluasan wilayah Islam keluar semenanjung Arab. Selain dari itu di bidang administrasi beliau membagi pemerintahan Islam kedalam sejumlah propinsi. Juga berhasil membentuk majelis permusyawaratan dan lembaga peradilan untuk kepentingan ummat Islam.
Pendahuluan
Sejarah mencatat nama Umar ibn Khattab sebagai pembangun peradaban islam. Khalifah kedua setelah abu Bakar as Siddiq ini adalah pendombrak dua kekuatan adidaya, Persia dan romawi. Kecerdasan dan kehebatan Umar ibn Khattab tidak hanya dapat dilihat dari jasa jasanya, tapi juga dari kepribadiannya yang agung. 
Pada setiap kepemimpinan islam tentunya memiliki kemajuan kemajuan yang berbeda dan puny aide dan juga gagasan yang berbeda serta kebijakan kebijakan yang berbeda pula baik itu sebelumnya atau sesudahnya. Karena karakter dan sikap setiap pemimpin menentukan sebuah wilayah. Umar bin Khattab adalah seorang khalifah setelah Abu Bakar dia seorang yang tegas dan pemberani serta pejuang Islam sejati.

A.    Biografi Singkat Umar Bin Al-Khattab
Nama lengkapnya adalah Umar ibn Khattab ibn Nufail ibn Abdil Uzza ibn Ribaah ibn Qarth ibn Razaah ibn Adiy bin Ka’b[1]. dilahirkan di makkah empat tahun sebelum kelahiran nabi saw (586 M) dan berasal dari suku ‘Adi, salah satu suku terpandang mulia dan mempunyai martabat tinggi dikalangan Arab. Suku ini masih termasuk rumpun Quraisy[2]. Ibunya bernama Hantamah binti Hasyim ibn Abdillah ibn Umar ibn Makhzum[3].
Sebelum masuk Islam, Umar ibn Khattab dikenal sebagai salah seorang Tokoh Arab Quraisy  yang paling gigih menentang seruan Nabi Saw. Dan setelah Islam, Umar menjadi salah seorang sahabat nabi Saw terdekat. Begitu dekatnya, sampai Nabi penah berkata andaikata ada Nabi sesudahku, Umarlah orangnya. Umar ibn Khattab memiliki kecerdasan yang luar biasa mampu memprakirakan hal hal yang akan terjadi pada masa yang akan datang.

B.     Pembaiatan Umar bin Al-Khattab
Tatkala Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para pemuka sahabat tentang siapa yang bakal menggantikannya dan ia menunjuk Umar sebagai penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadihnya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam.
Di dalam buku M. Abdul Karim, Rahman mengutip dari al-Tabari , Kitab al-Rasul wa al-Muluk sebagai berikut: “dalam keadaan sakit (berbaring ditempat tidur) Abu Bakar menunjuk Umar ibn Khattab sebagai penggantinya. Ada keberatan ada dari sahabat dari penunjukan tersebut. Akan tetapi, ia mengumumkan, maka dengan nama Allah, saya tidak meleset sedikitpun dan tidak berbuat kekurangan sedikitpun dalam menunjuk Umar sebagai pengganti. Orang yang saya tunjuk, bukan dari keluargaku dan kalian mendengar kata kata dan mematuhi perintah, maka rakyat yang hadir semua serentak menjawab kami dengar dan menerimanya. (Rahman, 1977: 56-60).
 Beberapa orang sahabat ketika mendengar saran-saran Abu Bakar mengenai penunjukan Umar sebagai khalifah, mereka merasa khawatir mengingat bahwa bawaan Umar begitu keras dan karena kekerasannya itu umat akan terpecah belah, karena merasa tidak cukup hanya bermusyawarah dengan orang-orang bijaksana di kalangan muslimin, terutama ada pihak yang menentang, dari dalam kamar di rumahnya itu, Abu Bakar menjenguk kepada orang-orang yang ada di masjid, dan kemudian berkata kepada mereka: " Apakah kalian menyetujui orang yang kutunjuk untuk menggantikan kedudukanku sepeninggalku? Sesungguhnya aku, demi Allah, telah bersungguh-sungguh berdaya-upaya memikirkan tentang hal ini, dan aku tidak mengangkat seseorang dari sanak keluargaku, tapi aku telah menunjuk Umar bin Khattab sebagai penggantiku, maka taatlah kepadanya." Orang banyak pun berkata: "Sami'na wa atha'na" ("Kami dengar dan kami taat"). Ketika itu ia mengangkat tangan ke atas seraya berkata: "Ya Allah, yang kuinginkan untuk mereka hanyalah yang terbaik untuk mereka. Aku khawatir mereka dilanda kekacauan. Aku sudah bekerja untuk mereka dengan apa yang sudah lebih kau ketahui. Setelah aku berijtihad dengan suatu pendapat untuk mereka, maka untuk memimpin mereka kutempatkan orang-orang yang terbaik diantara mereka, yang terkuat mengadapi mereka dan paling berhati-hati agar mereka menempuh jalan yang benar. Kemudian Abu Bakar memanggil Umar dengan pesan dan wasiat supaya perang di Irak dan Syam diteruskan dan jangan bersikap lemah lembut, juga diingatkannya kewajiban orang yang memegang tampuk pimpinan umat untuk selalu berpegang pada kebenaran, dan bahwa di samping menyebutkan ayat kasih sayang Allah juga menyebutkan ayat tentang azab, supaya pada hamba-Nya ada harapan dan rasa takut. Yang diharapkan dari Allah adalah kebenaran. Jika wasiat ini dijaga, tak ada perkara gaib yang lebih disukai daripada kematian dan kehendak Allah tidak akan dapat dikalahkan[4]
Kebijaksanaan Abu Bakar tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera secara beramai-ramai membaiat Umar. Saat pembai'tannya sebagai kahalifah, ia berkata.: "wahai kaum muslimin, kalian semua memiliki hak –hak atas diri saya, yang selalu bisa kalian pinta. Salah satunya adalah jika seorang dari kalian memintakan haknya kepada saya, ia harus kembali hanya jika haknya sudah di penuhi dengan baik. Hak kalian yang lainnya adalah permintaan kalian bahwa saya tidak akan mengambil apa pun dari harta Negara maupun dari harta rampasan pertempuran.  Kalian juga dapat meminta saya untuk menaikkan upah dan gaji kalian seiring dengan meningkatnya uang yang masuk ke dalam kas Negara, dan saya akan meningkatkan kehidupan kalian dan tidak akan membuat kalian sengsara. Juga merupakan hak, apabila kalian pergi ke medan perttempuran, saya tidak akan menahan kepulangan kalian, dan ketika kalian sedang bertempur saya akan menjaga keluarga kalian laksana seorang ayah.
Wahai kaum muslimin, bertakwalah serlalu kepada Allah, maafkanlah kesalahan-kesalahan saya dan bantulah saya dalam mengembang tugas ini. Bantulah saya dalam menegakkan kebenaran dan memberantas kebatilan. Nasehatilah saya dalam pemenuhan kewajiban-kewajiban yang tilah diamanahkan oleh Allah swt[5] . Umar menyebut dirinya Khalifah Khalifati Rasulillah (pengganti dari pengganti Rasulullah).[6]  Dan dialah yang pertama kali diberi gelar Amir al- Mu'minin (Komandan orang-orang yang beriman)[7]. Beberapa hari setelah itu Abu Bakar meninggal, setelah itu Umar menggantikan jabatan khalifah Islam dan meneruskan kebijakan-kebijakan yang sebelumnya telah ditempuh oleh khalifah Abu Bakar. Dalam waktu yang tidak lama Umar berhasil menundukkan kekuasaan imperium Persia dan Romawi menjadi bagian dari kekuasaan Islam[8].

C.       Kepemimpinan Umar bin Khattab
Dalam masa kepemimpinan sepuluh tahun `Umar itulah penaklukan-penaklukan penting dilakukan orang Arab. Tidak lama sesudah itu `Umar memegang tampuk kekuasaan sebagai khalifah, pasukan Arab menduduki Suriah dan Palestina, yang ketika itu menjadi bagian Kekaisaran Byzantium. Dalam pertempuran Yarmuk (636 M), pasukan Arab berhasil memukul habis kekuatan Byzantium. Damaskus jatuh pada tahun itu juga, dan Darussalam menyerah dua tahun kemudian. Menjelang tahun 641 M, pasukan Arab telah menguasai seluruh Palestina dan Suriah, dan terus menerjang maju ke daerah yang kini bernama Turki. Tahun 639, pasukan Arab menyerbu Mesir yang juga saat itu di bawah kekuasaan Byzantium. Dalam tempo tiga tahun, penaklukan Mesir diselesaikan dengan sempurna.
Penyerangan Arab terhadap Irak yang saat itu berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Persia telah mulai bahkan sebelum `Umar menjadi khalifah. Kunci kemenangan Arab terletak pada pertempuran Qadisiyah tahun 637 M, terjadi di masa kekhalifahan `Umar. Menjelang tahun 641 M, seluruh Irak sudah berada di bawah pengawasan Arab. Bukan cuma itu; pasukan Arab pun menyerbu langsung Persia dan dalam pertempuran Nehavend (642 M) mereka secara menentukan mengalahkan sisa terakhir kekuatan Persia. Menjelang wafatnya `Umar di tahun 644 M, sebagian besar daerah barat Iran sudah dikuasai sepenuhnya. Gerakan ini tidak berhenti setelah `Umar wafat. Di bagian Timur mereka dengan cepat menaklukkan Persia dan bagian barat mereka mendesak terus dengan pasukan menyeberang Afrika Utara.[9]
Sama penting dengan Makna penaklukan-penaklukan yang dilakukan `Umar adalah kepermanenan dan kemantapan pemerintahannya. Iran, kendati penduduknya masuk Islam, berbarengan dengan itu mereka memperoleh kemerdekaannya dari pemerintahan Arab. Tetapi Suriah, Irak dan Mesir tidak pernah memperoleh hal serupa. Negeri-negeri itu seluruhnya diarabkan hingga saat kini.
`Umar sudah barangtentu punya rencana apa yang harus dilakukannya terhadap daerah-daerah yang sudah ditaklukkan oleh pasukan Arab. Dia memutuskan, orang Arab punya hak-hak istimewa dalam segi militer di daerah-daerah taklukan, mereka harus berdiam di kota-kota tertentu yang ditentukan untuk itu, walaupun terpisah dari penduduk setempat. Penduduk setempat harus bayar pajak kepada penakluk Muslimin (umumnya Arab), tetapi mereka dibiarkan hidup dengan aman dan tenteram. Khususnya, mereka tidak dipaksa memeluk Agama Islam. Dari hal itu sudahlah jelas bahwa penaklukan Arab lebih bersifat perang penaklukan nasionalis daripada suatu perang suci meskipun aspek agama bukannya tidak memainkan peranan.[10]
Ada beberapa keberhasilan yang dicapai selama pemerintahan umar ibn Khattab   yaitu mendirikan Bait al-Māl, menempa mata uang, dan menciptakan tahun hijrah.[11] Pendirian Bait al-Māl dijadikan Umar sebagai lembaga perekonomian Islam dimaksudkan untuk menggaji tentara militer yang tidak lagi mencampuri urusan pertanian, para pejabat dan staf-stafnya, para qadi dan tentunya kepada yang berhak menerima zakat. Adapun sumber keuangan berasal dari zakat, bea cukai, dan bentuk pajak lainnya. Pajak diterima dalam bentuk uang kontan dan barang atau hasil bumi. Setelah terbaginya wilayah kepada beberapa provinsi, Bait al-Māl memiliki cabang cabang yang berdiri sendiri, cabang-cabang tersebut mengeluarkan dana sesuai dengan keperluan tahun itu dan selebihnya dikirim ke pusat[12].Khalifah Umar juga membentuk sebuah dewan keuangan negara yang bernama "al- Diwan" baik ditingkat pusat maupun propinsi. Diwan ini menanggung jawab perputaran pendapatan dan belanja negara. Setelah digunakan untuk pembelanjaan kepentinagan umum dan kepentingan kesejahteraan masyarakat lemah, Sisa uang didistribusikan untuk kepentingan ummat Islam dan sebagian untuk keluarga dan kerabat dekat Nabi dan sebagian untuk kesejahteraan pasukan Islam.
Atas dasar prinsip distribusi keuangan tersebut, setiap muslim, baik laki maupun perempuan semuanya mendapat dana santunan, dan penerima dana tersebut terdaftar dalam catatan pejabat dewan. Selain itu Umar juga mempercayakan perkara pengadilan kepada pejabat Qadi dengan wilayah kewenangan yang mandiri, mereka menerima gaji tetap untuk jabatan tersebut[13].
 Khalifah umar ibn Khattab juga menaruh perhatian sangat besar dalam usaha perbaikan keuangan Negara, dengan menempatkannya pada kedudukan yang sehat. Ia membentuk Diwan (departemen keuangan) yang dipercayakan menjalankan administrasi pendapatan negara. Pendapatan persemakmuran berasal dari sumber a. Zakat atau pajak yang dikenakan secara bertahap terhadap muslim yang berharta. b.  Khiraj atau pajak bumi. c. Jaziah atau pajak perseorangan[14].

D.  Akhir Kekhalifahan Umar bin Khaththab
            Umar memangku jabatan Amir al-Mukminīn selama sepuluh tahun lebih yang penuh dengan kejayaan, mengabdikan diri sepenuhnya kepada Allah dan agama Allah, pikiran, kalbu, dan segenap jiwa raganya dikerahkan semata-mata hanya untuk memikul tanggung jawab yang besar yang diletakkan dibahunya. Khalifah Umar meninggal sebab kekejaman tangan seorang budak Persia yang bernama "Abu Lu'lu'ah".[15] Khalifah Umar ditusuk dengan belati beracun pada saat dia sedang melakukan shalat. Ketika Umar bin Khattab mengucapkan Takbirat al-Ihram, Abu Lu'luah datang dan berdiri di shaf terdepan yang dekat dengan Khlifah, dia menikam beliau dari belakang perut dan dada, setelah itu Abu Lu'lu'ah menikam beberapa orang lagi yang ikut shalat berjamaah sebanyak 13 orang selain Umar bin Khattab sendiri, karena merasa dirinya sudah terancam budak itu pun bunuh diri. Sebelum meninggal, Umar bin Khattab menunjuk enam orang sahabatnya dan meminta kepada mereka untuk memilih salah seorang diantaranya menjadi khalifah. Mereka adalah Usman bin Affan, Ali, Thalhah, Zubair, Sa'ad bin Abi Waqqash dan Abdur Rahman bin 'Auf. Dan diakhir hayatnya. Umar bin Khattaab memanggil anaknya Abdullah bin Umar serta menyuruhnya agar meletakkan pipinya ke lantai dan beliau merasa ajalnya telah dekat. Setelah itu Umar menghembuskan nafasnya yang terakhir. Umar wafat pada bulan Dzulhijjah 23 H/644 M., jenasah beliau di shalatkan di dalam masjid dan dikuburkan disamping kuburan Nabi Muhammad SAW. di Madinah.[16]












DAFTAR PUSTAKA
Abul A'la al-Maududi, Al-Khilāfah wa Al-Mulk, Penerjemah; Muhammad Abaqir, Khilafah dan Kerajaan. Cet. VII; Bandung: Mizan, 1998.  Lihat Muhammad Husain Haekal, Umar bin Khattab. Cet. 10; Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2009.
Ahmad al-'Usairy, At- Tarikhu Al-Islāmi, penerjemah; Samson Rahman, SejarahIslam, Cet.I; Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2003.
Badrin Yatim, Sejarah Peradaban Islam. Ed.1-19; Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007.
Hasan Ibrahim, Sejarah dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta: Kota Kembang, 1989.
Hepi Andi Bastoni, Sejarah Para Khalifah. Cet. II; Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2008.
Husayn Ahmad Amin, Al- Mi'ah al-Azham fi Tarikh al-Islam, Pener. Cet. III; Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999.
Ibn Hajar al-Asqalani. Tahzib al Tahzib. Cet. I; Beirut: Dar al-Kitab al Alamiyah, 1991.
Irfan Mahmud Ra'ana, Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar bin Khaththāb. Cet. II; Jakarta: Pustaka Firdaus, 1990.
Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka. Cet. VII, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000.
 K. Ali, Sejarah Islam (Tarikh Pramodern). Ed.I, Cet. 4, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003.
Mahbub Djunaidi. Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah. Jakarta Pusat. PT. Dunia Pustaka Jaya. 2004.
Mahmudun Nasir, Syeh. Islam; Its Concepts and History, diterjemahkan oleh Adang Affandi dengan judul Islam; Konsepsi dan sejarahnya. Cet. IV; Bandung; Remaja Rosdakarya, 1994.
Ridwan, Kafrawi, dkk, Ensiklopedia Islam V. Cet. III Jakarta: PT . Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994.


[1] Syeh Mahmudun Nasir, Islam; Its Concepts and History, diterjemahkan oleh Adang Affandi dengan judul Islam; Konsepsi dan sejarahnya (Cet. IV; Bandung; Remaja Rosdakarya, 1994), h. 161
[2] Kafrawi Ridwan dkk, Ensiklopedia Islam V (Cet. III Jakarta: PT . Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), hal.124
[3] Ibn Hajar al-Asqalani . Tahzib al Tahzib (Cet. I; Beirut: Dar al-Kitab al Alamiyah, 1991), hal. 371.
[4] Abul A'la al-Maududi, Al-Khilāfah wa Al-Mulk, Penerjemah; Muhammad Abaqir, Khilafah dan Kerajaan, (Cet. VII; Bandung: Mizan, 1998) h. 112, lihat Muhammad Husain Haekal, Umar bin Khattab (Cet. 10; Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2009), h. 81

[5] Hepi Andi Bastoni, Sejarah Para Khalifah (Cet. II; Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2008), h. 14
[6] Badrin Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Ed.1-19; Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), h. 37
[7] Husayn Ahmad Amin, Al- Mi'ah al-Azham fi Tarikh al-Islam, Penerjemah; Baharuddin Fannani,Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, (Cet. III; Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999), h. 13
[8] K. Ali, Sejarah Islam (Tarikh Pramodern), (Ed.I, Cet. 4, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), h. 152
[9] Hasan Ibrahim, Sejarah dan Kebudayaan Islam. (Yogyakarta. Kota Kembang, 1989)., h.34
[10] Mahbub Djunaidi. Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah.  (Jakarta Pusat. PT. Dunia Pustaka Jaya. 2004)., h. 120

[11] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Ed.1-19; Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007 hal. 38
[12] Irfan Mahmud Ra'ana, Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar bin Khaththāb, (Cet. II; Jakarta: Pustaka Firdaus, 1990), h. 148
[13] K. Ali,  Sejarah Islam (Tarikh Pramodern), hal.173
[14] Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka (Cet. VII, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), h.33
[15] Budak al-Mughirah, seorang yang biasa membuat alat pemintal, tukang besi, tukang kayu dan tukang gambar.
[16] Ahmad al-'Usairy, At- Tarikhu Al-Islāmi, penerjemah; SamsonRahman, SejarahIslam,Cet.I; Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2003.hal 174

No comments:

Makalah: Mahabbah, Makrifah

BAB I PENDAHULUAN   A.      Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa manusia larut dan terbuai dalam din...