UMAR BIN KHATTAB
Oleh : Mardia
Program Pascasarjana (S2)
Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin
Makassar
Abstrak : Kajian ini akan membahas tentang sejarah peradaban Islam
pada masa kepemimpinan khalifah Umar ibn Khattab yang terkait dengan proses pembaiatan Khalifah
Umar ibn Khattab, kebijakan pada kepemimpinan Umar ibn Khattab serta
kontribusinya pada Islam hinggaakhir kepemimpinannya.
Pada masa pemerintahan Abu Bakar, Umar Selalu diangkat
menjadi penasehatnya sekaligus hakim
untuk permasalahan-permasalahan yang timbul. Karena Umar Ibn Khaththab dikenal
memiliki kemanpuan membaca situasi dan
analisis yang kuat untuk memecahkan berbagai problen yang diperhadapkannya
mampu ia selesaikan dengan sebaik-baiknya, hingga menyakinkan Abu Bakar untuk
mengangkatnya sebagai Khalifah kelak.
Dibidang
pemerintahan langkah pertama yang dilakukan Umar sebagai Khalifah meneruskan
berbagai kebijakan yang sebelumnya ditempuh oleh Abu Bakar dalam perluasan
wilayah Islam keluar semenanjung Arab. Selain dari itu di bidang administrasi
beliau membagi pemerintahan Islam kedalam sejumlah propinsi. Juga berhasil
membentuk majelis permusyawaratan dan lembaga peradilan untuk kepentingan ummat
Islam.
Pendahuluan
Sejarah mencatat nama Umar ibn Khattab sebagai pembangun
peradaban islam. Khalifah kedua setelah abu Bakar as Siddiq ini adalah
pendombrak dua kekuatan adidaya, Persia dan romawi. Kecerdasan dan kehebatan
Umar ibn Khattab tidak hanya dapat dilihat dari jasa jasanya, tapi juga dari
kepribadiannya yang agung.
Pada setiap kepemimpinan islam tentunya memiliki kemajuan
kemajuan yang berbeda dan puny aide dan juga gagasan yang berbeda serta
kebijakan kebijakan yang berbeda pula baik itu sebelumnya atau sesudahnya.
Karena karakter dan sikap setiap pemimpin menentukan sebuah wilayah. Umar bin
Khattab adalah seorang khalifah setelah Abu Bakar dia seorang yang tegas dan
pemberani serta pejuang Islam sejati.
A.
Biografi
Singkat Umar Bin Al-Khattab
Nama lengkapnya adalah Umar ibn Khattab
ibn Nufail ibn Abdil Uzza ibn Ribaah ibn Qarth ibn Razaah ibn Adiy bin Ka’b[1]. dilahirkan di makkah empat tahun sebelum kelahiran nabi saw (586
M) dan berasal dari suku ‘Adi, salah satu suku terpandang mulia dan mempunyai
martabat tinggi dikalangan Arab. Suku ini masih termasuk rumpun Quraisy[2]. Ibunya bernama Hantamah binti Hasyim ibn Abdillah ibn Umar ibn
Makhzum[3].
Sebelum masuk Islam, Umar ibn Khattab dikenal
sebagai salah seorang Tokoh Arab Quraisy
yang paling gigih menentang seruan Nabi Saw. Dan setelah Islam, Umar menjadi
salah seorang sahabat nabi Saw terdekat. Begitu dekatnya, sampai Nabi penah
berkata andaikata ada Nabi sesudahku, Umarlah orangnya. Umar ibn Khattab
memiliki kecerdasan yang luar biasa mampu memprakirakan hal hal yang akan
terjadi pada masa yang akan datang.
B.
Pembaiatan
Umar bin Al-Khattab
Tatkala Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia
bermusyawarah dengan para pemuka sahabat tentang siapa yang bakal
menggantikannya dan ia menunjuk Umar sebagai penggantinya dengan maksud untuk
mencegah kemungkinan terjadihnya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat
Islam.
Di dalam buku M. Abdul Karim, Rahman mengutip dari al-Tabari , Kitab
al-Rasul wa al-Muluk sebagai berikut: “dalam keadaan sakit (berbaring
ditempat tidur) Abu Bakar menunjuk Umar ibn Khattab sebagai penggantinya. Ada
keberatan ada dari sahabat dari penunjukan tersebut. Akan tetapi, ia
mengumumkan, maka dengan nama Allah, saya tidak meleset sedikitpun dan tidak
berbuat kekurangan sedikitpun dalam menunjuk Umar sebagai pengganti. Orang yang
saya tunjuk, bukan dari keluargaku dan kalian mendengar kata kata dan mematuhi
perintah, maka rakyat yang hadir semua serentak menjawab kami dengar dan
menerimanya. (Rahman, 1977: 56-60).
Beberapa orang sahabat ketika
mendengar saran-saran Abu Bakar mengenai penunjukan Umar sebagai khalifah,
mereka merasa khawatir mengingat bahwa bawaan Umar begitu keras dan karena
kekerasannya itu umat akan terpecah belah, karena merasa tidak cukup hanya
bermusyawarah dengan orang-orang bijaksana di kalangan muslimin, terutama ada
pihak yang menentang, dari dalam kamar di rumahnya itu, Abu Bakar menjenguk
kepada orang-orang yang ada di masjid, dan kemudian berkata kepada mereka:
" Apakah kalian menyetujui orang yang kutunjuk untuk menggantikan
kedudukanku sepeninggalku? Sesungguhnya aku, demi Allah, telah
bersungguh-sungguh berdaya-upaya memikirkan tentang hal ini, dan aku tidak
mengangkat seseorang dari sanak keluargaku, tapi aku telah menunjuk Umar bin
Khattab sebagai penggantiku, maka taatlah kepadanya." Orang banyak pun
berkata: "Sami'na wa atha'na" ("Kami dengar dan kami
taat"). Ketika itu ia mengangkat tangan ke atas seraya berkata: "Ya
Allah, yang kuinginkan untuk mereka hanyalah yang terbaik untuk mereka. Aku
khawatir mereka dilanda kekacauan. Aku sudah bekerja untuk mereka dengan apa
yang sudah lebih kau ketahui. Setelah aku berijtihad dengan suatu pendapat
untuk mereka, maka untuk memimpin mereka kutempatkan orang-orang yang terbaik
diantara mereka, yang terkuat mengadapi mereka dan paling berhati-hati agar
mereka menempuh jalan yang benar. Kemudian Abu Bakar memanggil Umar dengan
pesan dan wasiat supaya perang di Irak dan Syam diteruskan dan jangan bersikap
lemah lembut, juga diingatkannya kewajiban orang yang memegang tampuk pimpinan
umat untuk selalu berpegang pada kebenaran, dan bahwa di samping menyebutkan
ayat kasih sayang Allah juga menyebutkan ayat tentang azab, supaya pada
hamba-Nya ada harapan dan rasa takut. Yang diharapkan dari Allah adalah
kebenaran. Jika wasiat ini dijaga, tak ada perkara gaib yang lebih disukai
daripada kematian dan kehendak Allah tidak akan dapat dikalahkan[4]
Kebijaksanaan Abu Bakar tersebut ternyata diterima masyarakat yang
segera secara beramai-ramai membaiat Umar. Saat pembai'tannya sebagai
kahalifah, ia berkata.: "wahai kaum muslimin, kalian semua memiliki hak
–hak atas diri saya, yang selalu bisa kalian pinta. Salah satunya adalah jika
seorang dari kalian memintakan haknya kepada saya, ia harus kembali hanya jika
haknya sudah di penuhi dengan baik. Hak kalian yang lainnya adalah permintaan
kalian bahwa saya tidak akan mengambil apa pun dari harta Negara maupun dari
harta rampasan pertempuran. Kalian juga dapat meminta saya untuk
menaikkan upah dan gaji kalian seiring dengan meningkatnya uang yang masuk ke
dalam kas Negara, dan saya akan meningkatkan kehidupan kalian dan tidak akan
membuat kalian sengsara. Juga merupakan hak, apabila kalian pergi ke medan
perttempuran, saya tidak akan menahan kepulangan kalian, dan ketika kalian
sedang bertempur saya akan menjaga keluarga kalian laksana seorang ayah.
Wahai kaum muslimin, bertakwalah serlalu kepada Allah,
maafkanlah kesalahan-kesalahan saya dan bantulah saya dalam mengembang tugas
ini. Bantulah saya dalam menegakkan kebenaran dan memberantas kebatilan.
Nasehatilah saya dalam pemenuhan kewajiban-kewajiban yang tilah diamanahkan
oleh Allah swt[5] . Umar
menyebut dirinya Khalifah Khalifati Rasulillah (pengganti dari
pengganti Rasulullah).[6] Dan dialah yang pertama kali diberi gelar Amir al-
Mu'minin (Komandan orang-orang yang beriman)[7]. Beberapa
hari setelah itu Abu Bakar meninggal, setelah itu Umar menggantikan jabatan
khalifah Islam dan meneruskan kebijakan-kebijakan yang sebelumnya telah
ditempuh oleh khalifah Abu Bakar. Dalam waktu yang tidak lama Umar berhasil
menundukkan kekuasaan imperium Persia dan Romawi menjadi bagian dari kekuasaan
Islam[8].
C.
Kepemimpinan
Umar bin Khattab
Dalam masa kepemimpinan sepuluh tahun
`Umar itulah penaklukan-penaklukan penting dilakukan orang Arab. Tidak lama
sesudah itu `Umar memegang tampuk kekuasaan sebagai khalifah, pasukan Arab menduduki
Suriah dan Palestina, yang ketika itu menjadi bagian Kekaisaran Byzantium.
Dalam pertempuran Yarmuk (636 M), pasukan Arab berhasil memukul habis kekuatan
Byzantium. Damaskus jatuh pada tahun itu juga, dan Darussalam menyerah dua
tahun kemudian. Menjelang tahun 641 M, pasukan Arab telah menguasai seluruh
Palestina dan Suriah, dan terus menerjang maju ke daerah yang kini bernama
Turki. Tahun 639, pasukan Arab menyerbu Mesir yang juga saat itu di bawah
kekuasaan Byzantium. Dalam tempo tiga tahun, penaklukan Mesir diselesaikan
dengan sempurna.
Penyerangan Arab terhadap Irak yang
saat itu berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Persia telah mulai bahkan sebelum
`Umar menjadi khalifah. Kunci kemenangan Arab terletak pada pertempuran
Qadisiyah tahun 637 M, terjadi di masa kekhalifahan `Umar. Menjelang tahun 641
M, seluruh Irak sudah berada di bawah pengawasan Arab. Bukan cuma itu; pasukan
Arab pun menyerbu langsung Persia dan dalam pertempuran Nehavend (642 M) mereka
secara menentukan mengalahkan sisa terakhir kekuatan Persia. Menjelang wafatnya
`Umar di tahun 644 M, sebagian besar daerah barat Iran sudah dikuasai
sepenuhnya. Gerakan ini tidak berhenti setelah `Umar wafat. Di bagian Timur
mereka dengan cepat menaklukkan Persia dan bagian barat mereka mendesak terus
dengan pasukan menyeberang Afrika Utara.[9]
Sama penting dengan Makna
penaklukan-penaklukan yang dilakukan `Umar adalah kepermanenan dan kemantapan
pemerintahannya. Iran, kendati penduduknya masuk Islam, berbarengan dengan itu
mereka memperoleh kemerdekaannya dari pemerintahan Arab. Tetapi Suriah, Irak
dan Mesir tidak pernah memperoleh hal serupa. Negeri-negeri itu seluruhnya diarabkan
hingga saat kini.
`Umar sudah barangtentu punya rencana
apa yang harus dilakukannya terhadap daerah-daerah yang sudah ditaklukkan oleh
pasukan Arab. Dia memutuskan, orang Arab punya hak-hak istimewa dalam segi
militer di daerah-daerah taklukan, mereka harus berdiam di kota-kota tertentu
yang ditentukan untuk itu, walaupun terpisah dari penduduk setempat. Penduduk
setempat harus bayar pajak kepada penakluk Muslimin (umumnya Arab), tetapi
mereka dibiarkan hidup dengan aman dan tenteram. Khususnya, mereka tidak
dipaksa memeluk Agama Islam. Dari hal itu sudahlah jelas bahwa penaklukan Arab
lebih bersifat perang penaklukan nasionalis daripada suatu perang suci meskipun
aspek agama bukannya tidak memainkan peranan.[10]
Ada beberapa keberhasilan yang dicapai
selama pemerintahan umar ibn Khattab yaitu mendirikan Bait
al-Māl, menempa mata uang, dan menciptakan tahun hijrah.[11] Pendirian Bait al-Māl dijadikan
Umar sebagai lembaga perekonomian Islam dimaksudkan untuk menggaji tentara
militer yang tidak lagi mencampuri urusan pertanian, para pejabat dan
staf-stafnya, para qadi dan tentunya kepada yang berhak menerima zakat.
Adapun sumber keuangan berasal dari zakat, bea cukai, dan bentuk pajak lainnya.
Pajak diterima dalam bentuk uang kontan dan barang atau hasil bumi. Setelah
terbaginya wilayah kepada beberapa provinsi, Bait al-Māl memiliki
cabang cabang yang berdiri sendiri, cabang-cabang tersebut mengeluarkan dana
sesuai dengan keperluan tahun itu dan selebihnya dikirim ke pusat[12].Khalifah
Umar juga membentuk sebuah dewan keuangan negara yang bernama "al-
Diwan" baik ditingkat pusat maupun propinsi. Diwan ini
menanggung jawab perputaran pendapatan dan belanja negara. Setelah digunakan
untuk pembelanjaan kepentinagan umum dan kepentingan kesejahteraan masyarakat
lemah, Sisa uang didistribusikan untuk kepentingan ummat Islam dan sebagian
untuk keluarga dan kerabat dekat Nabi dan sebagian untuk kesejahteraan pasukan
Islam.
Atas dasar prinsip distribusi keuangan
tersebut, setiap muslim, baik laki maupun perempuan semuanya mendapat dana
santunan, dan penerima dana tersebut terdaftar dalam catatan pejabat dewan.
Selain itu Umar juga mempercayakan perkara pengadilan kepada pejabat Qadi
dengan wilayah kewenangan yang mandiri, mereka menerima gaji tetap untuk
jabatan tersebut[13].
Khalifah umar ibn Khattab juga menaruh perhatian sangat besar
dalam usaha perbaikan keuangan Negara, dengan menempatkannya pada kedudukan
yang sehat. Ia membentuk Diwan (departemen keuangan) yang dipercayakan
menjalankan administrasi pendapatan negara. Pendapatan persemakmuran berasal
dari sumber a. Zakat atau pajak yang dikenakan secara bertahap terhadap
muslim yang berharta. b. Khiraj atau
pajak bumi. c. Jaziah atau pajak perseorangan[14].
D. Akhir Kekhalifahan Umar bin Khaththab
Umar
memangku jabatan Amir al-Mukminīn selama sepuluh tahun lebih yang
penuh dengan kejayaan, mengabdikan diri sepenuhnya kepada Allah dan agama
Allah, pikiran, kalbu, dan segenap jiwa raganya dikerahkan semata-mata hanya
untuk memikul tanggung jawab yang besar yang diletakkan dibahunya. Khalifah
Umar meninggal sebab kekejaman tangan seorang budak Persia yang bernama
"Abu Lu'lu'ah".[15] Khalifah Umar ditusuk dengan
belati beracun pada saat dia sedang melakukan shalat. Ketika Umar bin Khattab
mengucapkan Takbirat al-Ihram, Abu Lu'luah datang dan berdiri di shaf
terdepan yang dekat dengan Khlifah, dia menikam beliau dari belakang perut dan
dada, setelah itu Abu Lu'lu'ah menikam beberapa orang lagi yang ikut shalat
berjamaah sebanyak 13 orang selain Umar bin Khattab sendiri, karena merasa
dirinya sudah terancam budak itu pun bunuh diri. Sebelum meninggal, Umar bin
Khattab menunjuk enam orang sahabatnya dan meminta kepada mereka untuk memilih
salah seorang diantaranya menjadi khalifah. Mereka adalah Usman bin Affan, Ali,
Thalhah, Zubair, Sa'ad bin Abi Waqqash dan Abdur Rahman bin 'Auf. Dan diakhir
hayatnya. Umar bin Khattaab memanggil anaknya Abdullah bin Umar serta
menyuruhnya agar meletakkan pipinya ke lantai dan beliau merasa ajalnya telah
dekat. Setelah itu Umar menghembuskan nafasnya yang terakhir. Umar wafat pada
bulan Dzulhijjah 23 H/644 M., jenasah beliau di shalatkan di dalam masjid dan
dikuburkan disamping kuburan Nabi Muhammad SAW. di Madinah.[16]
DAFTAR PUSTAKA
Abul
A'la al-Maududi, Al-Khilāfah wa Al-Mulk, Penerjemah; Muhammad
Abaqir, Khilafah dan Kerajaan. Cet. VII; Bandung: Mizan, 1998. Lihat Muhammad Husain Haekal, Umar bin
Khattab. Cet. 10; Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2009.
Ahmad al-'Usairy, At-
Tarikhu Al-Islāmi, penerjemah; Samson Rahman, SejarahIslam,
Cet.I; Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2003.
Badrin Yatim, Sejarah
Peradaban Islam.
Ed.1-19; Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007.
Hasan
Ibrahim, Sejarah dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta: Kota Kembang, 1989.
Hepi Andi Bastoni, Sejarah
Para Khalifah. Cet. II; Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2008.
Husayn
Ahmad Amin, Al- Mi'ah al-Azham fi Tarikh al-Islam, Pener. Cet. III;
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999.
Ibn Hajar al-Asqalani. Tahzib
al Tahzib. Cet. I; Beirut: Dar al-Kitab al Alamiyah, 1991.
Irfan Mahmud Ra'ana, Sistem
Ekonomi Pemerintahan Umar bin Khaththāb. Cet. II; Jakarta: Pustaka Firdaus,
1990.
Jamil Ahmad, Seratus
Muslim Terkemuka. Cet. VII, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000.
K. Ali, Sejarah Islam (Tarikh
Pramodern). Ed.I, Cet. 4, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003.
Mahbub
Djunaidi. Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah. Jakarta
Pusat. PT. Dunia Pustaka Jaya. 2004.
Mahmudun Nasir, Syeh.
Islam; Its Concepts and History, diterjemahkan oleh Adang Affandi dengan
judul Islam; Konsepsi dan sejarahnya. Cet. IV; Bandung; Remaja
Rosdakarya, 1994.
Ridwan, Kafrawi, dkk, Ensiklopedia
Islam V. Cet. III Jakarta: PT . Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994.
[1] Syeh Mahmudun Nasir, Islam; Its Concepts and History,
diterjemahkan oleh Adang Affandi dengan judul Islam; Konsepsi dan sejarahnya
(Cet. IV; Bandung; Remaja Rosdakarya, 1994), h. 161
[2] Kafrawi Ridwan dkk, Ensiklopedia Islam V (Cet. III Jakarta:
PT . Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), hal.124
[3] Ibn Hajar al-Asqalani . Tahzib al Tahzib (Cet. I; Beirut:
Dar al-Kitab al Alamiyah, 1991), hal. 371.
[4] Abul A'la al-Maududi, Al-Khilāfah wa
Al-Mulk, Penerjemah; Muhammad Abaqir, Khilafah dan Kerajaan, (Cet. VII;
Bandung: Mizan, 1998) h. 112, lihat Muhammad Husain Haekal, Umar bin
Khattab (Cet. 10; Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2009), h. 81
[5] Hepi Andi Bastoni, Sejarah Para Khalifah (Cet. II;
Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2008), h. 14
[7] Husayn Ahmad Amin, Al- Mi'ah
al-Azham fi Tarikh al-Islam, Penerjemah; Baharuddin Fannani,Seratus Tokoh
dalam Sejarah Islam, (Cet. III; Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999), h.
13
[8] K.
Ali, Sejarah Islam (Tarikh Pramodern), (Ed.I, Cet. 4, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2003), h. 152
[10] Mahbub
Djunaidi. Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah. (Jakarta Pusat. PT. Dunia Pustaka Jaya.
2004)., h. 120
[11] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Ed.1-19;
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007 hal. 38
[12] Irfan Mahmud Ra'ana, Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar bin
Khaththāb, (Cet. II; Jakarta: Pustaka Firdaus, 1990), h. 148
[13] K. Ali, Sejarah Islam (Tarikh Pramodern), hal.173
[14] Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka (Cet. VII,
Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), h.33
[15] Budak al-Mughirah, seorang yang biasa membuat alat pemintal, tukang
besi, tukang kayu dan tukang gambar.
[16] Ahmad al-'Usairy, At- Tarikhu Al-Islāmi, penerjemah;
SamsonRahman, SejarahIslam,Cet.I; Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2003.hal
174
No comments:
Post a Comment