ABSTRAK
Dinasti
Abbasiyah adalah salah satu dinasti Islam yang paling lama berkuasa lebih dari
5 abad dan mewujudkan zaman keemasan umat Islam Masa kekuasaan dinasti ini
dapat dibagi atas beberapa periode berdasarkan ciri pola perubahan struktur
pemerintahan dan struktur sosial politik maupun tahapan perkembangan dan
peradaban yang telah dicapai.
Kata Kunci : Bani Abbasiyah, politik, Peradaban, Intelektual.
BAB
I
Pendahuluan
Islam
adalah agama yang dibawa oleh Rasulullah SAW. dan disebarkan dijazirah Arab
yang diawali dengan sembunyi-sembunyi. Setelah pengikut agama Islam telah
banyak dari keluarga terdekat Nabi dan sahabat maka turun perintah Allah untuk
menyebarkan Islam secara terang-terangan. Namun dalam penyebarannya tidak
berjalan mulus, Rasulullah dalam menyebarkan Islam mendapatkan tantangan dari
suku Quraisy . Islam disebarkan dan dipertahankan dengan harta dan jiwa oleh
para penganutnya yang setia membela Islam meski harus dengan pertumpahan darah
dalam peperangan.
Setelah
Rasullah wafat, kepemimpinan Islam dipegang oleh khulafaur Rasyidin. Pada
perkembangannya Islam mengalami banyak kemajuan. Islam telah disebarkan secara
meluas keseluruh wilayah Arab. Pada masa khulafaur Rasyidin Al-Quran telah
dibukukan dalam bentuk mushaf yang dikenal dengan mushaf utsmani.
Meskipun Islam telah berkembang’ namun juga banyak
mendapat tantangan dari luar dan dalam Islam sendiri. Seperti pada masa
khalifah Ali bin Abi Thalib banyak terjadi pemberontakan didaerah hingga
peperangan. Salahsatu perang dimasa Ali bin Abi Thalib ialah peperangan
Muawiyah dengan khalifah Ali bin Abi Thalib yang menghasilkan abitrase,
sehingga Muawiyah menggantikan posisi Ali bin Abi Thalib. Dampak yang
ditimbulkan dari abitrase ini adalah pengikut dari Ali bin Abi Thalib ingin
membunuh Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah karena dianggap telah kafir dan halal
dibunuh.Dalam rencana pembunuhan ini, hanya Ali bin Abi Thalib yang berhasil
dibunuh.
Setelah
kematian Ali bin Abi Thalib, maka berakhirlah masa Khulafaur Rasyidin dan
berganti dengan pemerintahan Dinasti Umayyah dibawah pimpinan Muawiyah bin Abi
Sofwan. Pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah, Islam semakin berkembang dalam
segala aspek hingga perluasan daerah kekuasaan.
Setelah
pemerintahan Dinasti Umayyah, digantikan oleh pemerintahan dinasti Abbasiyah.
Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti kedua dalam sejarah pemerintahan umat
Islam. Abbasiyah dinisbatkan kepada al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW, Berdirinya
dinasti ini sebagai bentuk dukungan terhadap pandangan yang diserukan oleh Bani
Hasyim setelh wafatnya Rasulullah SAW. yaitu menyandarrkan khilafah kepada
keluarga Rasul dan kerabatnya.
Berdasar
dari keterangan diatas, maka penulis
tertarik untuk membahas sejarah terbentuknya pemerintahan Dinati Abbasiyah hingga
mundurnya pemerintahan ini dalam bentuk makalah.
A. Rumusan Masalah
Untuk
menghindari meluasnya permasalahan, maka penulis menetapkan rumusan masalah
sebagai berikut ;
1.
Proses terbentuknya Dinasti Abbasiyah
2.
Kemajuan-kemajuan Dinasti Abbasiyah
3.
Sebab-sebab kemunduran Dinasti Abbasiah
B. Proses Terbentuknya Dinasti Abbasiyah
Sebagaimana diketahui bahwa kekuasaan dinasti Bani Abbas atau
khilafah Abbasiyah melanjutkan kekuasaan Bani Umayyah. Dinamakan khilafah
Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan
Al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah
Al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-Abbas. Kekuasaannya
berlangsung dalam rentang waktu yang panjang,dari tahun 132 H (750 M) s. d 656
H (1258). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan
berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.[1]
Ketika dinasti Umayyah berkuasa Bani Abbas telah melakukan usaha
perebutan kekuasaan. Bani Abbas telah mulai melakukan upaya perebutan kekuasaan
sejak masa khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M) berkuasa. Khalifah itu
dikenal liberal dan memberikan toleransi kepada kegiatan keluarga Syi’ah.
Gerakan itu didahului oleh saudara-saudara dari Bani abbas, seperti Ali bin Abdullah
bin Abbas, Muhammad serta Ibrahim al-Imam, yang semuanya mengalami kegagalan,
meskipun belum melakukan gerakan yang bersifat politik. Sementara itu Ibrahim
meninggal dalam penjara karena tertangkap, setelah menjalani hukuman kurungan
karena melakukan gerakan makar. Barulah usaha perlawanan itu berhasil ditangan Abu
abbas, setelah melakukan pembantaian terhadap seluruh Bani Umayyah, termasuk
khalifah Marwan II yang sedang berkuasa.[2]
Orang Abbasiyah, sebut Abbasiyah merasa lebih berhak daripada Bani
Umayyah atas kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah dari cabang Bani Hasyim
yang secara nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi. Menurut mereka, orang
Umayah secara paksa menguasai khalifah melalui tragedi perang siffin. Oleh
karena itu, untuk mendirikan Dinasti Abbasiyah mereka mengadakan gerakan yang
luar biasa melakukan pemberontakan terhadap Umayah.[3]
Pergantian kekuasaan dinasti Umayyah oleh Dinasti Bani Abbasiyah
diwarnai dengan pertumpahan darah. Meskipun kedua dinasti ini berlatar belakang
beragama Islam, akan tetapi dalam pergantian posisi pemerintahan melalui
perlawanan yang panjang dalam sejarah Islam.
Dalam sejarah berdirinya daulah Abbasiyah, menjelang akhir Daulah Amawiyah
I, terjadi bermacam-macam kekacauan yang antara lain disebabkan:
1. Penindasan
yang terus menerus terhadap pengikut Ali dan Bani Hasyim pada umumnya.
2. Merendahkan
kaum muslimin yang bukan bangsa Arab sehingga mereka tidak diberi kesempatan
dalam pemerintahan.
3. Pelanggaran
terhadap ajaran Islam dan hak-hak asasi manusia dengan cara terang-terangan.[4]
Oleh
karena itu, logis kalau Bani Hasyim mencari jalan keluar dengan mendirikan gerakan
rahasia untuk menumbangkan Daulah Amawiyah. Gerakan ini menghimpun[5];
a.
Keturunan Ali (Alawiyin) pemimpinnya Abu Salamah;
b.
Keturunan Abbas (Abbasiyah)
pemimpinnya Ibrahim al-Iman;
c.
Keturunan bangsa Persia pemimpinnya Abu Muslim al-khurasany.
Mereka memusatkan kegiatannya di Khurasan. Dengan usaha ini, pada
tahun 132 H/ 750 M tumbanglah Daulah Amawiyah dengan terbunuhnya Marwan ibn
Muhammad, Khalifah terakhir. Dengan terbunuhnya Marwan mulailah berdiri Daulah
Abbasiyah dengan diangkatnya Khalifah pertama, Abdullah ibn Muhammad, dengan
gelar Abu al-Abbas al-Saffah, pada tahun 132-136 H/ 750-754 M.[6]
Pada awalnya kekhalifahan Abbasiyah menggunakan Kuffah sebagai pusat pemerintahan, dengan Abu as-Saffah
(750-754 M) sebagai Khalifah pertama. Khalifah penggantinya, Abu ja’far
al-Mansur (754-775) memindahkan pusat pemerintahan kebaghdad. Daulah Abbasiyah
mengalami pergeseran dalam mengembangkan pemerintahan. Sehingga dapatlah
dikelompokkan masa daulah Abbasiyah menjadi lima periode sehubungan dengan
corak pemerintahan. Sedangkan menurut asal- usul penguasa selama masa 508 tahun
daulah Abbasiyah mengalami tiga kali pergantian penguasa. Yaitu Bani Abbas,
Bani Buwaihi, dan Bani Saljuk.
Adapun
periodisasi dalam Daulah Abbasiyah adalah sebagai berikut :
a.
Periode Pertama (750-847 M) Diawali dengan Tangan Besi
Sebagaimana
diketahui Daulah Abbasiyahdidirikan oleh Abu Abas. Dikatakan demikian, karena
dalam Daulah Abbasiyah berkuasa dua dinasti lain disamping Dinasti Abasiyah.
Ternyata dia tidak lama berkuasa, hanya empat tahun. Pengembangan dalam arti
sesungguhnya dilakukan oleh penggantinya, yaitu Abu Jakfar al-Mansur (754-775
M). Dia memerintah dengan kejam, yang merupakan modal bagi tercapainya masa
kejayaan Daulah Abasiyah.[7]
Pada periode
awal pemerintahan Dinasti Abasiyah masih menekankan pada kebijakan perluasan
daerah. Kalau dasar-dasar pemerintahan Daulah Abasiyah ini telah diletakkan dan
dibangun olh Abu Abbas as-Safak dan Abu Jakfar al-Mansur, maka puncak keemasan
dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, sejak masa khalifah al-Mahdi
(775-785 M) hinga Khalifah al-Wasiq (842-847 M).zaman keemasan telah dimulai
pada pemerintahan pergantian Khalifah Al-Jakfar, dan mencapai puncaknya dimasa
pemerintahan Harun Al-Rasyid. Dimasa-masa itu para Khalifah mengembangkan
berbagai jenis kesenian, terutama kesusasteraan pada khususnya dan kebudayaan
pada umumnya….[8]
b.
Periode Kedua (232 H/ 847 M – 334H/ 945M)
Kebijakan Khalifah Al-Mukasim (833-842 M untuk memilih anasir Turki
dalam ketentaraan kekhalifahan Abasiyah dilatarbelakangi oleh adanya persaingan
antara golongan Arab dan Persia pada masa Al-Makmun dan sebelumnya.khalifah
Al-Mutawakkil (842-861 M) merupakan awal dari periode ini adalah khalifah yang
lemah.[9]
Pemberontakan masih bermunculan dalam periode ini, seperti
pemberontakan Zanj didataran rendah Irak selatan dan Karamitah yang berpusat di
Bahrain. Faktor-faktor penting yng menyebabkan kemunduran Bani Abas pada
periode adalah. Pertama, luasnya wilayah kekuasaan yang harus dikendalikan,
sementara komunikasi lambat. Yang kedua, profesionalisasi tentara menyebabkan
ketergantungan kepada mereka menjadi sangat tinggi. Ketiga, kesulitan keuangan
karena beban pembiayaan tentara sangat besar. Setelah kekuatan militer merosot,
khalifah tidak sanggup lagi memaksa pengiriman pajak kebaghdad.
c.
Periode Ketiga (334 H/945-447 H/1055 M)
Posisi Daulah Abasiyah yang berada dibawaah kekuasaan Bani Buwaihi
merupakan ciri utama periode ketiga ini. Keadaan Khalifah lebih buruk ketimbang
di masa sebelumnya, lebih-lebih karena Bani Buwaihi menganut aliran Syi’ah.
Akibatnya keudukan Khalifah tidak lebih sebagai pegawai yang diperintah dan
diberi gaji. Sementara itu bani Buwaihi telah membagi kekuasaanya kepada tiga
bersauara. Ali menguasai wilayah bagian selatan Persia, Hasan menguasi wilayah
bagian utara, dan Ahmad menguasai wilayah al-ahwaz, Wasit, dan \Baghdad.
Baghdad dalam periode ini tidak sebagai pusat pemerintahan Islam, karena telah
pindah ke Syiraz dimana berkuasaAli bin Buwaihi.[10]
d.
Periode Keempat (447 H/1055M-590 H/1199 M)
Periode keempat ini ditandai oleh kekuasaan Bani Saljuk dalam
Daulah Abasiyah. Kehadirannya atas unangan Khalifah untuk melumpuhkan kekuatan
Bani Buwaihi di Baghdad. Keadaan Khalifah memang sudah membaik, paling tidak
karena kewibawannya dalam bidang agama sudah kembali setelah beberapa lama
dikuasai orang-orang Syiah. [11]
e.
Periode Kelima (590 H/ 1199M-656 H / 1258 M)
Telah terjadi perubahaan besar-besaran dalam periode ini. Pada
periode ini, Khalifah Abbasiyah tidak lagi berada dibawah kekuasaan suatu
dinasti tertentu. Mereka merdeka dan berkuasa, tetapi hanya di Baghdad dan
sekitarnya. Sempitnya wilayah kekuasaan khalifah menunjukkan kelemahan
politiknya, pada masa inilah tentara Mongol dan Tartar menghancurkan Baghdad
tanpa perlawanan pada tahun 656 H/ 1256 M.[12]
C. Kemajuan-Kemajuan Dinasti Abbasiyah
Dalam setiap pemerintahan pada khususnya tentu memiliki
perkembangan dan kemajuan, sebagaimana halnya dalam pemerintahan yang dipegang
oleh dinasti Abbasiyah. Dinasti ini mempunyai kemajuan bagi kelangsungan agama
islam, sehingga masa dinasti Abbasiyah ini dikenal dengan “Kejayaan Islam. [13]
Adapun kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh dinasti Bani Abbasiyahialah
sebagai berikut.
1. Administrasi
Sebelum Abbasiyah, dalam pemerintahan pos-pos terpenting diisi oleh
Bani Umayyah notabene bangsa arab, namun pada masa abbasiyah orang
non-arab mendapat fasilitas dan
menduduki jabatan strategis. Khalifah sebagai kepala pemerintahan, penguasa
tertinggi sekaligus menguasai jabatan keagamaan, pemimpin sacral. Disebut juga
bahwa para khalifah tidak peduli dan mentaati suatu aturan atau cara yang
tetapuntuk mengangkat putera mahkota, yaitu sejak masa al-Amin. Pada masa ini,
jabatan penting diisi oleh seorang wazir yang menjalankan tugasnya sesuai dengan
aturan yang digariskan oleh hukum Islam untuk mengangkat dan menurunkan para
pegawai.
2.
Sosial
Philip Khore Hitti, bahwa para sejarawan Arab lebih berkonsentrasi
pada persoalan Khalifah Abbasiyah, lebih mengutamakan persoalan politik
dibandingkan dengan persoalan lain, yang menyebabkan mereka tidak begitu
memberikan gambaran memadai tentang kehidupan sosial-ekonomi. i.[14]
3.
Kegiatan ilmiah
Pada periode Abbasiyah adalah era baru dan identik dengan kemajuan
ilmu pengetahuan. Dari segi pendidikan, ilmu pengetahuan termasuk science,
kemajuan peradaban, dan kulturpada zaman ini bukan hanya identik sebagai masa
keemasan Islam, akan tetapi era ini mengukur dengan gemilang dalam kemajuan
peradaban dunia. Semasa dinasti Umayyah kegiatan dan aktivitas nalar ilmu yang
ditanam itu berkembang pesat yang mencapai puncakya pada era Abbasiah.[15]
4.
Peran Pemerintah
Pada
masa kejayaan Islam banyak Khalifah mencintai dan mendukung penuh atas
aktivitas mereka paling menonjol dan besar melalui penerjemahan yang merupakan
kegiatan yang paling besar melalui penerjemahan yang merupakan kegiatan yang
paling besar peranannya dalam mentransfer ilmu pengetahuan.
D. Sebab-Sebab Kemunduran Dinasti Abbasiyah
Sejak abad ke-7 M bangsa Arab dengan cepat sekali menguasai satu
persatu wilayah kemajuan dunia saat itu sampai mereka pernah menjadi penguasa
yang sangat kuat dimana peta kekuatan Islammelebar sampai Asia, Afrika, dan
Eropa Barat Daya. Setelah mengalami masa kejayaan, Dinasti Abbasiyah akhirnya
mengalami kemunduran dan kehancuran.
Berakhirnya
kekuasaan Dinasti Saljuk atas Baghdad atau Khilafah Abbasiyah merupakan awal
dari periode kelima. Pada periode ini, Khalifah Abbasiyah tidak lagi berada
dibawah kekuaasaan suatu dinasti tertentu, walaupun banyak sekali Dinasti Islam
berdiri.[16]
Adapun
faktor penyebab kehancuran Abbasiyah, diantaranya, sebagai berikut.
1.
Internal
Semasa Abbasiyah wilayah kekuasaannnya meliputi barat sampai
samudera Atlantik, disebelah timur sampai India dan perbatasan China, dan
diutara dari laut Kashpia sampai keselatan, teluk Persia. Wilayah kekuasaan
Abbasiyah yang hampir samaluasnya dengan wilayah kekuasaan dinasti Mongol,
tidak mudah dikendalikan oleh para Khalifah yang lemah. Di samping itu, sistem
komunikasi masih sangat lemah dan tidak maju saat itu, menyebabkan tidak cepat
dapat informasi akurat apabila suatu daerah ada masalah, konflik, atau terjadi
pemberontakan.
Disamping kelemahan khalifa, banyak faktor lain yang menyebabkan
khilafah Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut saling
berkaitan
satu sama lain. Berberapa diantaranya adalah sebagai berikut.
a.
Perbuatan kekuasaan di pusat pemerintahan
Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan
orang-orang Persia. Persekutuan dilator belakagi oleh persamaan nasib kedua
golongan itu pada masa Bani Umayyah berkuasa
b.
Munculnya Dinasti-Dinasti Kecil Yang Memerdekakan Diri
Wilayah kekuasaan Abbasiyah pada periode pertama hingga masa
keruntuhan sangat luas, meliputi berbagai bangsa yang berbeda, seperti Maroko,
Mesir, Syria, Irak, Persia, Turki dan India. Walaupun dalam kenyataanya banyak
daerah yag tidak dikuasai oleh khalifah, secara riil, daerah-daerah itu berada
di bawah kekuasaan gubernur-gubernur bersangkutan.
c.
Kemesorotan Perekonomian
Pada periode pertama pemerintahan bani Abbas merupakan pemerintahan
yang kaya.
d.
Munculnya Aliran-Aliran Sesat dan Fanatisme Keagamaan
Karena cita-cita orang Persia tidak sepenuhnya tercapai untuk
menjadi penguasa, maka kekecewaan itu mendorong sebagian mereka memprogandakan
ajaran Manuisme, Zoroasterisme dan Mazdakisme.
2.
Eksternal
Disamping
faktor-faktor internal, ada juga faktor ekstern yang membawa nasib dinasti ini
terjun kejurang kehancuran total. Yaitu serangan Bangsa Mongol. Latar belakang
penghancuran dan penghapusan pusat Islam di Baghdad, salahsatu faktor utama
adalah gangguan kelompok Asasin yang didirikan oleh Hasan ibn Sabbah (1256 M)
dipegunungan Alamut, Iraq. Sekte, anak cabang Syi’ah Isma’iliyah ini sangat
mengganggu di wilayah Persia dan sekitarnya. Baik di wilayah Islam maupun di
wilayah Mongol tersebut.[17]
Setelah
beberapakali penyerangan terhadap Assasin akhirnya Hullagu, cucu Chengis Khan
dapat berhasil melumpuhkan pusat kekuatan mereka di Alamut. Kemudian menuju ke
Baghdad. Setelah membasmi mereka di Alamut, tentara Mongol mengepung kota
Baghdad selam dua bulan, setelah perundingan damai gagal, akhirnya Khalifah menyerah,
namun tetap dibunuh oleh Hulagu. Pembantaian massal itu menelan korban sebanyak
800. 000 orang.[18]
Ketika bangsa
Mongol dapat menaklukkan Baghdad tahun 656/ 1258, ada seorang pangeran
keturunan Abbasiyah yang lolos dari pembunuhan dan meneruskan Khilafah dengan
gelar Khalifah yang berkuasa dibidang keagamaan saja dibawah kekuasaan kaum
Mamluk di Kairo, Mesir tanpa kekuasaan duniawi yang bergelar sultan. Jabatan
yang disandang oleh keturunan Abbasiyah dimesir itu akhirnya diambil oleh
Sultan salami dan Turki Usmani ketika meguasai Mesir tahun 1517, dengan
demikian, makahilanglah Khalifah Abbasiyah untuk selamnya.[19]
Sedangkan faktor ekstern[20]
yang terjadi adalah.
a.
berlangsungnya Perang Salib yang berkepanjangan, dan tentara Romawi
telah menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-orang Kristen terhadap
umat Islam.kebencian itu bertambah setelah dinasti Saljuk yang menguasai Baitul
Maqdis menerapkan beberapa peraturan yang dirasakan sangat menyulitkan
orang-orang Kristen yang ingin bersiarah di kesana. Oleh karena itu pada tahun
1095 M, Paus Urbanus II menyerukankepada ummat Kristen Eropa untuk melakukan
perang suci,yang kemudian dikenal dengan nama perang salib.
b.
sebuah pasukan Mongol dan Tartar yang dipimpin oleh Hulagu Khan,
yang berhasil menjarah semua pusat-pusat kekuasaan maupun pusat ilmu, yaitu
perpustakaan di Baghdad.
Kalau dilihat
dari sosio-historisnya, ada beberapa faktor yang mendukung Dinasti Abbasiyah.
Di antaranya adalah meningkatnya kekecewaan Mawali terhadap Dinasti
Umayyah, pecahnya persatuan suku-suku arab, perasaan kecewa gerakan keagamaan,
dan keinginan untuk mendapatkan pemimpin kharismatik yang bisa menyelamatkan
kehidupan masyarakat.[21]
Keempat faktor inilah yang menjadi pemicu terhadap runtuhnya kekuasaan Umayyah
dan bangkitnya kekuasaan Abbasiyah.
Berikut
penjelasan keempat faktor penyebab keruntuhan Bani Umayyah:
- Faktor Mawali
Yakni mereka
orang-orang non arab yang telah memeluk Islam tetapi merasa dimarginalkan dan
diperlakukan sebagai warga nomor dua sehingga membuat mereka kecewa terhadap
sikap inferioritas sebagai keangkuhan bangsa arab karena mereka mendapatkan
fasilitas dari penguasa Umayyah.[22]
- Pertentangan Antar Suku Arab
Pertentangan
keras antara suku arab yang sejak lama terbagi menjadi dua kelompok, yaitu arab
utara yang disebut Mudariyah yang menempati Irak dan Arab Selatan disebut
Himyariyah yang berdiam di wilayah Suriah.
Di Zaman Umayyah persaingan antar etnis itu mencapai puncaknya, karena
para khalifah cenderung kepada satu pihak dan menafikan yang lainnya.[23]
- Kekecewaan Golongan Agama
Kekecawaan
golongan agama terhadap pertentangan Bani Umayyah disebabkan oleh perhatian
penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang, di samping kecenderungan
hidup mewah di lingkungan istana.
- Krisis Kepemimpinan
Persaingan
antar keluarga dalam memperebutkan kekuasaan pada masa Dinasti Umayyah membuat
mereka menjadikan kepentingan pribadi sebagai prioritas utama yang membawa
mereka pada kehidupa bermewah-mewahan, dimana para anak khalifah terbiasa hidup
mewah dan terbelenggu dalam lingkungan istana sebagai penerus pemerintahan,
mereka tidak sanggup berbuat dan meneruskan tampuk kepemimpinan. Hal ini
mengakibatkan krisis kepemimpinan dalam dinasti Abbasiyah.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah kita
menguraikan masalah mengenai Dinasti Abbasiyah maka dapatlah kita mengambil
suatu kesimpulan yaitu :
1.
Dinasti Bani Abbas atau khilafah Abbasiyah melanjutkan kekuasaan
Bani Umayyah. Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa
dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. dinasti
Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah
ibn Al-Abbas. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang,dari
tahun 132 H (750 M) s. d 656 H (1258). Selama dinasti ini berkuasa, pola
pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik,
sosial, dan budaya.
2.
Pada masa kuasa Dinasti Abbasiyah banyak kemajuan yang telah
dicapai yaitu dalam bidang administrasi, agama, sosial, ilmu pengetahuan, dan pemerintah.
3.
Kemunduran Dinasti Abbasiyah tidak terlepas dari banyak faktor
yaitu faktor internal dan eksternal.
B.
Saran
Bila
mana dalam makalah ini terdapat kekeliruan maka saran dari pembaca sangat
diharapkan agar karya ini dapat dijadikan suatu bahan informasi sesuai dengan
tujuannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Hassan, Hassan Ibrahim.Tarikh Al-Islam (Kairo: Maktabah Al-Nahdhoh Al-Misyriyah.
Hitti, K, Philip. Terj. History Of The Arabs.cet. I (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta,2005)
Karim, Abdul, M. Sejarah
Pemikiran Dan Peradaban Islam cet.I,(Yogyakarta: Pustaka Book Publisher,
2007).
Mutrodi, Ali. Islam Di Kawasan
Kebudayaan Arab,cet.I,(Ciputat: Wacana Ilmu: 1997).
Su’ud, Abu. Islamologi. cet.
I. (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003).
Sunanto, Musyrifah. Sejarah Islam
Klasik, cet. I (Bogor: Prenada Media, 2003)
Yatim, Badri. Sejarah
Peradaban Islam. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993)
[1]
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1993) h..49
[2] Abu
Su’ud, Islamologi, cet. I, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), h. 72.
[3] M.
Abdul Karim, Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam,cet.I,(Yogyakarta:
Pustaka Book Publisher, 2007), h. 143.
[4]
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, cet. I (Bogor: Prenada Media,
2003), h. 47.
[5]Musyrifah
Sunanto, Sejarah Islam Klasik, h.
48.
[6]Musyrifah
Sunanto, Sejarah Islam Klasik, h.49
[7]Abu
Su’ud, Islamologi, h 74.
[8]Abu
Su’ud, Islamologi, h. 78.
[9]Abu
Su’ud, Islamologi, h. 79.
[10]Abu
Su’ud, Islamologi, h. 80.
[11]Abu
Su’ud, Islamologi, h.81
[12]Abu
Su’ud, Islamologi, h. 81.
[13]M.
Abdul Karim, Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam, h. 167
[14]M.
Abdul Karim, Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam, h. 171
[15]M.
Abdul Karim, Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam, h. 172
[16]
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT raja Grafindo
Persada, 1993), h. 79-80
[17] M.
Abdul Karim, Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam, h. 166-167
[18]M.
Abdul Karim, Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam., h. 166.
[19] Ali Mutrodi, Islam Di Kawasan Kebudayaan
Arab, cet, I, (Ciputat: Wacana Ilmu: 1997 ,h. 99.
[20] Abu Su’udIslamologi, h. 81-82.
[21]Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari
Berbagai Aspeknya (Cet. V; Jakarta:
PN. UI Press, 1985), h. 65-66.
[22]Ali Mufrodi, Islam Dikawasan Kebudayaan
Arab (Cet. I; Jakarta:
Logos, 1997), h. 84.
[23]Mahmudunasir, Islam, Konsepsi, Dan
Sejarahnya (Bandung: Rosda Karya, 1991), h. 68-69. Dikutip dari Ali
Mufrodi, Ibid., h. 83.
No comments:
Post a Comment