![]() |
|||
![]() |
a. Bahasa
Peradilan/qada menurut bahasa, berasal dari kata
qadhâ-yaqdhî-qadhâ'an
yang artinya selesai, ketetapan, menentukan, mengakhiri dan sebagainya.
b. Istilah
1)
Menurut
Al Khathib Asy Syarbini
Penyelesaian perselisihan di antara dua orang
atau lebih dengan hukum Allah SWT.
2)
Menurut
Ibn Abd As Salam
Keputusan hukum yang dilakukan seorang qâdhi (hakim)
yang memiliki wewenang tidak lain adalah menampakkan hukum syariat dalam
masalah yang terjadi mengenai orang-orang yang wajib dikenai hukum.
3)
Menurut
Agisbhi Qisti
Lembaga
yang menempatkan perkara-perkara hukum sesuai dengan tempatnya.
4)
Menurut
Moh. Rifai
Sebuah
lembaga yang dibentuk pemerintah atau negera untuk menyeelsaikan atau
menetapkan keputusan atas setiap perkara dengan adil berdasarkan hukum yang
berlaku.
Jadi,
peradilan adalah sebuah lembaga
yang dibentuk pemerintah/negara untuk meneyelesaikan atau menetapkan
keputusan atas setiap perkara dengan adil berdasarkan hukum yang berlaku dan
sesuai dengan tempatnya.
a. Al
Qur’an
¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù't br& (#rxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& #sÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $KÏèÏR /ä3ÝàÏèt ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $JèÏÿx #ZÅÁt/ ÇÎÑÈ
“ Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
mendengar lagi Maha melihat.” (QS. An
Nisa’ : 58)
!$¯RÎ) !$uZø9tRr& y7øs9Î) |=»tGÅ3ø9$# Èd,ysø9$$Î/ zNä3óstGÏ9 tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# !$oÿÏ3 y71ur& ª!$# 4 wur `ä3s? tûüÏZͬ!$yù=Ïj9 $VJÅÁyz ÇÊÉÎÈ
“ Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan
membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah
Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang
tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat”
(QS. An Nisa’ : 105)
b. Hadis
a.
Abu
Daud, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibn Majah meriwayatkan: Buraidah berkata bahwa
Rasulullah SAW bersabda: “Hakim itu ada
3, 2 diantaranya akan masuk api neraka dan satu akan masuk surga. Seseorang
yang mengetahui kebenaran dan menghakiminya dengan kebenaran itu ?dialah yang
akan masuk surga, seseorang yang mengetahui kebenaran namun tidak memutuskan
berdasarkan kebenaran itu, dia akan masuk neraka. Yang lain tidak mengetahui
kebenaran dan memutuskan sesuatu dengan kebodohannya, dan dia akan masuk
neraka”.
b.
Ahmad
dan Abu Daud mengisahkan: Ali ra. Berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Wahai Ali, jika 2 orang datang kepadamu
untuk meminta keadilan bagi keduanya, janganlah kamu memutuskan sesuatu dari
orang yang pertama hingga kamu mendengarkan perkataan dari orang kedua agar
kamu tahu bagaimana cara memutuskannya (menghakiminya).”
c.
Baihaqi,
Darqutni dan Thabrani berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang diuji Alloh dengan membiarkannya menjadi seorang
hakim, maka janganlah dia membiarkan satu pihak yang berselisih itu duduk
didekatnya tanpa membawa pihak lainnya untuk duduk didekatnya. Dan dia harus
takut pada Alloh atas persidangannya, pandangannya terhadap keduannya dan keputusannya
pada keduanya. Dia harus berhati-hati agar tidak merendahkan yang satu
seolah-olah yang lain lebih tinggi, dia harus berhati-hati untuk tidak
menghardik yang satu dan tidak kepada yang lain dan diapun harus berhati-hati
terhadap keduanya.”
![]()
a. Tujuan
Menurut
Ibnu Khaldun, bahwa tempat menegakkan hukum adalah menetapkan suatu perkara
sehingga bersatu kembali pihak-pihak yang bermusuhan, terpenuhi sebagian hak
yang umum dari kaum muslimin dengan pertimbangan membantu pihak yang lemah,
yang kena jinayat, anak-anak yatim, orang yang bangkrut dan mereka hidupnya
yang kesususahan. Dengan demikian, Tujuan peradilan untuk menciptakan
kemaslahatan umat dengan tetap tegaknya hukum Islam.
b. Fungsi
1)
Untuk
menyelesaikan persengketaan (mendamaikan) antara dua orang atau lebih dan
memutuskan hukum.
2)
Untuk
menciptakan ketertiban dan ketentraman masyarakat yang dibina melalui
tegaknya hukum.
c. Tugas
Pokok
1)
Mendamaikan
kedua belah pihak yang bersengketa.
2)
Menetapkan
sanksi dan menerapkannya kepada para pelaku perbuatan yang melanggar.
![]()
Hakim
adalah sebuah gelar yang mempunyai pengetahuan tentang masalah-masalah yang
tinggi nilainya. Menurut Husni Rahim, hakim
adalah orang yang diangkat oleh penguasa untuk meneyelesaikan dakwaan-dakwaan
dan persengakataan oleh karena itu, fungsi hakim yang paling utama adalah
meberikan putusan perkara dengan adil sehingga tidak ada pihak yang terdzalimi.
Kedudukan
hakim sangat mulia, selama ia berlaku adil, sabda Nabi saw, yang maksudnya : Apabila seorang hakim duduk ditempatnya
(sesuai dengan keududkan hakim adil) maka 2 malikat membenarkan, menolong dan
lenunjukkannya selama tidak serong )menyeelweng), apabila menyeleweng maka
kedua malaikat akan meninggalkannya (H.R. Baihaqi).
![]()
a.
Qodli ‘Aam:
bertanggung jawab untuk menyelesaikan perselisihan ditengah-tengah
masyarakat, misalnya masalah sehari-hari yang terjadi didarat, tabrakan mobil,
kecelakaan-kecelakaan, dsb.
b.
Qodli Muhtasib:
bertanggung jawab menyelesaikan perselisihan yang timbul diantara ummat dan
beberapa orang, yang menggangu masyarakat luas, misalnya berteriak dijalanan,
mencuri di pasar, dsb.
c.
Qodli Madzaalim:
yang mengurusi permasalahan antara masyarakat dengan pejabat negara. Dia
dapat memecat para penguasa atau pegawai pemerintah termasuk khalifah.
![]()
Adapun syarat-syarat hakim, yaitu sebagai berikut:
a. Islam
b. Baligh
(berakal untuk mengetahui perintah)
c. Laki-laki.
d. Merdeka, (tidak budak).
e. Adil.
f. Sehat Jasmani (pendengaran dan penglihatan)
![]()
a.
Bertempat
tinggal di kota (tempat) pemerintahan sebab lebih cepat bertindak dan
mendekati keadilan.
b.
Sebaiknya
tidak memutuskan perkara di mesjid sebab mesjid tidak bisa bebas seperti
bersuara keras dan tidak semua perempuan bisa masuk.
c.
Dalam
mengadili hakim duduk di tempat terbuka yang bisa dilihat oleh terdakwa
penggugat dan pengunjung, sehingga meninggalkan syak wasangka.
d.
Tidak
boleh menerima hadiah dari yang bersengketa
e.
Ketika
memutuskan perkara tidak dalam keadaan marah
f.
Berada
dalam Majelis Pengadilan
Antara orang yang berselisih
harus diperlakukan sama dalam 3 hal ;
1)
Tempat
duduk, artinya masing-masing di beri tempat duduk yang sama
2)
Kata-kata,
artinya masing-masing diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat.
3)
![]()
Kata
saksi jika dilihat dari pengertian
terminologi berarti orang yang
mempertunjukkan, memperlihatkan,
sebagai bukti. Sedangkan menurut
istilah syara’ ialah orang yang menyaksikan dengan mata kepala sendiri.
Menurut Husni Rahim, saksi adalah
orang yang diperlukan oleh pengadilan untuk memberikan keterangan yang
berkaitan dengan suatu perkara demi tegaknya hukum dan tercapainya keadilan
dalam pengadilan.
Sedangkan
menurut Sayid Sabiq dalam kitab Fiqh sunnah bahwa yang dimaksud dengan saksi adalah memberitahukan seseorang tentang apa yang disaksikan dan dilihatnya.
Bila dimaksudkan bahwa saksi adalah orang yang betul-betul
sebagai saksi karena menyaksikan sendiri suatu perkara maka dinilai bahwa
kesaksian tersebut adalah merupakan salah satu bukti dalam hukum pembuktian.
Dengan
adanya permusuhan akan lebih membuat keraguan dalam kesaksian. Sedang
kesaksian ayah terhadap anaknya dan anak terhadap ayahnya juga tidak boleh,
sebab antara keduanya ada hubungan kasih sayang.
![]()
Untuk
memberitahukan kesaksian yang dapat diterima serta dapat di jadikan
pembuktian kuat wajib memenuhi syarat-syarat tertentu yaitu :
a. Beragam
Islam
b. Baliqh
c. Berakal
d. Merdeka
e. Adil
Saksi-saksi
yang dipanggil ke muka sidang pengadilan mempunyai kewajiban menurut hukum
yaitu :
![]()
a.
Tidak adil
b.
Seorang musuh pada musuhnya
c.
Seorah ayah (orang tua) pada anaknya.
d.
Seorang anak pada ayahnya.
![]()
a. Pengakuan
dan sumpah.
Jika
seseorang telah mengaku telah melakukan suatu tindakan kriminal di pengadilan
maka qâdhi tidak serta merta menerima pengakuan itu hingga ia yakin
bahwa pengakuan tersebut lahir dari kesadaran orang tersebut.
Adapun
sumpah yang dijadikan sebagai bayyinât sumpah yang atas peristiwa yang
telah terjadi. Itu dilakukan setelah seseorang diminta oleh qâdhi di
pengadilan.
b. Kesaksian.
Hukum
memberikan saksi adalah fardhu kifayah. Dengan kata lain, jika terjadi suatu
perkara dan seseorang menyaksikan perkara tersebut maka fardu kifayah baginya
untuk memberikan kesaksian di pengadilan dan jika tidak ada pihak lain yang
bersaksi atau jumlah saksi tidak mencukupi tanpa dirinya maka ia menjadi
fardhu ‘ain.
Dengan
pemahaman ini seorang saksi tentu tidak akan keberatan atau mangkir dari
memberi kesaksian di pengadilan sebab ia merupakan perbuatan yang bernilai
pahala. Selain itu, kesaksian harus didasarkan pada keyakinan pihak saksi,
yakni berdasarkan penginderaanya secara langsung pada peristiwa tersebut.
Syariah
juga telah menetapkan orang-orang yang tidak boleh menjadi saksi yaitu: orang
yang mendapat sanksi karena menuduh orang lain berzina (qadzaf), anak
yang bersaksi kepada bapaknya dan bapak kepada anaknya, istri kepada suaminya
dan suami kepada istrinya, pelayan (al-khâdim) yang lari dari
pekerjaannya serta orang yang bermusuhan dengan terdakwa. Penetapan layak
tidaknya seseorang menjadi saksi dalam sebuah perkara ditetapkan oleh qâdhi
di dalam pengadilan.
Jumlah
saksi dalam setiap perkara pada dasarnya dua saksi laki atau yang setara
dengan jumlah tersebut, yaitu satu saksi laki dan dua perempuan, empat saksi
perempuan atau satu saksi laki-laki ditambah dengan sumpah penuntut.
Sebagaimana diketahui, dua orang wanita dan sumpah setara dengan seorang
saksi laki-laki. Meski demikian, syariah telah memberikan pengecualian dari
jumlah tersebut. Pada kasus perzinaan disyaratkan empat saksi; penetapatan
awal bulan (hilal) cukup satu orang saksi; dan kegiatan yang hanya melibatkan
wanita seperti penyusuan dengan satu saksi perempuan.
Kesimpulannya
bahwa setiap saksi yang memberikan kesaksiannya di depan hakim hendaknya
memperoleh jaminan keamanan baik jiwa, harta dan kehormatannya. Karena setiap
kesaksian dipandang wajib bagi setiap orang yang memiliki pengetahuan akan perkara
yang ia ketahui secara pasti tentang kebenaran tersebut.
Sehingga
dengan adanya kesaksian dari saksi tersebut diharapkan akan terungkapnya
suatu kebenaran diantara pihak-pihak yang berperkara dengan sebab itulah maka
berdosa hukumnya bagi orang yang memenuhi syarat untuk menjadi saksi menolak
untuk tidak memberikan kesaksiannya.
c. Dokumen
tertulis.
Penggunaan
dokumen tertulis menjadi landasan yang tak terpisahkan dalam perkembangan tsaqâfah
Islam, seperti pada ilmu fikih dan hadis. Demikian juga pada masa Rasulullah
hingga Khalifah dan qâdhi setelahnya juga banyak bertumpu pada
dokumen. Dokumen setidaknya ada tiga jenis, yaitu dokumen yang
bertandatangan, dokumen resmi yang dikeluarkan oleh negara dan dokumen yang
tidak bertanda tangan.
Pada
dasarnya dokumen bertanda tangan adalah sama statusnya sama dengan pengakuan
dengan lisan. Oleh karena itu, dokumen tersebut membutuhkan penetapan. Jika
seseorang mengakui bahwa tanda tangan yang tertera dalam sebuah dokumen
adalah miliknya maka dokumen tersebut sah dijadikan bukti. Namun, jika ia
mengingkarinya maka dokumen tersebut tertolak.
Adapun
untuk dokumen resmi yang dikeluarkan pemerintah seperti surat nikah dan akte
kelahiran maka ia tidak membutuhkan adanya penetapan terhadap keabsahannya.
Oleh karena itu, dokumen langsung dapat dijadikan sebagai bukti.
Adapun
dokumen tertulis yang tidak bertanda tangan seperti surat, pengakuan utang,
faktur belanja dan sebagainya maka statusnya sama dengan dokumen yang
bertanda tangan, yaitu membutuhkan penetapan bahwa orang tersebut yang
menulis atau memerintahkan menulis atau mendiktekan tulisan tersebut.
Dokumen
yang dianggap valid menjadi alat bukti bagi pendakwa hanya diterima jika
dihadirkan di pengadilan. Jika pendakwa tidak mampu menghadirkan dokumen yang
dijadikan bukti tersebut maka ia dianggap tidak ada. Namun demikian, jika
dokumen tesebut berada di tangan negara maka qâdhi memerintahkan untuk
dihadirkan. Jika dokumen tersebut dinyatakan penggugat ada pada tergugat dan
diakui oleh tergugat maka tergugat harus menghadirkannya. Jika ia menolak
untuk menghadirkannya maka dokumen tersebut dianggap ada. Jika tergugat
menolak bahwa dokumen tersebut ada padanya maka ia dibenarkan kecuali jika
penggugat memiliki salinan atas dokumen tersebut maka ia harus mampu
membuktikan bahwa dokumen tersebut ada pada pada tergugat. Jika tidak dapat
dibuktikan maka tergugat harus disumpah bahwa ia tidak memilikinya. Jika ia
menolak bersumpah maka salinan dokumen tersebut dianggap benar dan menjadi
alat bukti bagi pendakwa.
![]()
a.
Terwujudnya
perdamaian dalam masyarakat.
b.
Terwujudnya
aparatur pemerintah yang bersih dan berwibawa
c.
Terwujudnya
perlindungan hak setiap orang.
d.
Terwujudnya
keadilan bagi manusia.
e.
Mewujudkan
sifat taqwa bagi semua pihak.
![]()
SOAL
PILIHAN GANDA
1.
Peradilan
berasal dari kata adil, artinya ….
a.
sama
rata sama rasa
b.
bijaksana
c.
tidak
berat sebelah
d.
disiplin
e.
menempatkan
sesuatu pada tempatnya
2.
Kata
peradilan dalam bahasa arab digunakan kata Qodha menurut istilah mempunyai
arti ….
a.
memutuskan
perkara antara dua orang atau lebih berdasarkan hukum Allah
b.
memberikan
hukuman kepada orang yang bersalah
c.
memutuskan
perkara yang adil
d.
tuntutan
pengadilan kepada orang yang bersalah
e.
memutuskan
perkara yang bijaksana
3.
Syarat-syarat
menjadi hakim antara lain adil, yang dimaksud adil dalam hal ini adalah ….
a.
Kuat
ingatannya d. terpengaruh dengan orang lain
b.
Kuat
hafalannya e. kelihatan ragu-ragu
c.
Terkontrol
ketika senang dan marah
4.
لاَ
يَفْضِيَنَّ حَكَمٌ بَيْنَ اثْنَيْنِ وَهُوَ غَضْباَنُ
Hadits tersebut menegaskan ….
a.
agar
menjatuhkan hukuman diantara dua pihak yang berperkara seadil-adilnya
b.
jangan
menjatuhkan hukuman dalam keadaan emosi dan marah
c.
jangan
memutuskan perkara tanpa mendengar keterangan kedua belah pihak
d.
jangan
memutuskan perkara tanpa berdasarkan Al-Qur’an
e.
jangan
memutuskan perkara dengan berat sebelah
5.
Para
hakim tidak boleh menerima suap atau pemberian apapun dari orang yang sedang
berperkara. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi yaitu ….
a. وَمَنْ كَانَ حَالِفاً فَاْليَحْلِفْ
بِالله أَوْلِيَذَرْ
b. اْلبَيَنَّةُ عَلىَ اْلمُدَّعِى
وَاْليَمِيْنِ عَلىَ مَنْ أَنْكَرَ
c. لَعَنَ
الله الرَّاشِى وَاْلمُرْتَشِى
d. لاَ
تُقْبَلُ شَهَادَةُ أَهْلِ دِيْنِ عَلىَ غَيْرِ دِيْنِ أَهْلِهِمْ
e. لاَ
يَفْضِيَنَّ حَكَمٌ بَيْنَ اثْنَيْنِ وَهُوَ غَضْباَنُ
6.
Wanita
boleh menjadi hakim/qodhi dalam segala urusan sebagaimana laki-laki, pendapat
ini dikemukakan oleh ….
a.
Ibnu
Jarir al-Thabari
b.
Imam
Syafi’i
c.
Imam
Hambali
d.
Abu
Hanifah
e.
Imam
Maliki
7.
Menurut
Imam Malik dan Imam Ahmad orang buta boleh menjadi saksi dalam perkara yaitu
….
a.
pernikahan
b.
qodhaf
c.
pembunuhan
d.
perzinahan
e.
pencurian
8.
عُدِلَتْ
شَهَادَةُ الزُّوْرِ بِاْلأَشْرَاكَ بِالله ( رواه ابو دود) arti
dari hadits tersebut adalah ….
a.
persaksian
palsu bias mengakibatkan musyrik kepada Allah
b.
persaksian
dusta itu disamakan dosanya dengan menyekutukan Allah
c.
keadilan
saksi palsu disamakan dengan orang yang menyekutukan Allah
d.
saksi
yang adil bias menghapus perbuatan syirik kepada Allah
e.
kesaksian
yang palsu dapat disamakan dengan mempersekutukan Allah
9.
Para
hakim boleh memutuskan perkara apabila bukti-bukti diantaranya adalah ….
a.
pengakuan
terdakwa
b.
kesaksian
yang palsu
c.tidak
ada saksi
d.
sumpah
palsu
e.
tidak
ada bukti
10.
Apabila
terdakwa tidak mau hadir di persidangan karena membangkang atau sesuatu hal,
dan hakim telah memanggilnya lebih dari tiga kali, lalu hakim boleh
memutuskan perkara dengan putusan Verstek (tidak hadir) pendapat ini
dikemukakan oleh ….
a.
Imam
Malik
b.
Imam
Hanafi
c.
Imam
Hambali
d.
Imam
Syafi’i
e.
Ibn
Abi Laila
SOAL ESSAY.
1.
Jelaskan
peradilan menurut bahasa!
2.
Jelaskan
pengertian peradilan menurut Al-Khotib Asy-Syarbini!
3.
Jelaskan
keputusan hukum yang di lakukan seorang hakim menurut Ibn Abd As-Salam!
4.
Sebutkan
syarat-syarat yang menjadi saksi dalam peradilan?
5.
Sebutkan
hikmah peradilan?
|
No comments:
Post a Comment