1.
Zainab
binti Jahsy Radhiyallahu ‘anha
Pernikahan Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wassalam dengan Zainab binti Jahsy didasarkan pada perintah
Allah sebagai jawaban terhadap tradisi jahiliah. Zainab binti Jahsy adalah
istri Rasulullah yang berasal dan kalangan kerabat sendiri. Zainab adalah anak
perempuan dan bibi Rasulullah, Umaimah binti Abdul Muththalib. Beliau sangat
mencintai Zainab.
1)
Nasab
dan Masa Pertumbuhannya
Nama lengkap Zainab
adalah Zainab binti Jahsy bin Ri’ab bin Ya’mar bin Sharah bin Murrah bin Kabir
bin Gham bin Dauran bin Asad bin Khuzaimah. Sebelum menikah dengan Rasulullah,
namanya adalah Barrah, kemudian diganti oleh Rasulullah menjadi Zainab setelah
menikah dengan beliau. Ibu dari Zainab bernama Umaimah binti Abdul-Muthalib bin
Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushai.
Zainab dilahirkan di
Mekah dua puluh tahun sebelum kenabian. Ayahnya adalah Jahsy bin Ri’ab. Dia
tergolong pernimpin Quraisy yang dermawan dan berakhlak baik. Zainab yang
cantik dibesarkan di tengah keluarga yang terhormat, sehingga tidak heran jika
orang-orang Quraisy rnenyebutnya dengan perempuan Quraisy yang cantik.
Zainab termasuk
wanita pertarna yang memeluk Islam. Allah pun telah menerangi hati ayah dan
keluarganya sehingga memeluk Islam. Dia hijrah ke Madinah bersama keluarganya.
Ketika itu dia masih gadis walaupun usianya sudah layak menikah.
2)
Pernikahannya
dengan Zaid bin Haritsah
Terdapat beberapa
ayat Al-Qur’an yang mernerintahkan Zainab dan Zaid melangsungkan pernikahan.
Zainab berasal dan
golongan terhormat, sedangkan Zaid bin Haritsah adalah budak Rasulullah yang
sangat beliau sayangi, sehingga kaum muslimin menyebutnya sebagai orang
kesayangan Rasulullah. Zaid berasal dari keluarga Arab yang kedua orang tuanya
beragama Nasrani. Ketika masih kecil, dia berpisah dengan kedua orang tuanya karena
diculik, kemudian dia dibeli oleh Hakam bin Hizam untuk bibinya, Khadijah binti
Khuwailid, lalu dihadiahkannya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam.
Ayah Zaid, Haritsah
bin Syarahil, senantiasa mencarinya hingga dia mendengar bahwa Zaid berada di
rumah Rasulullah. Ketika Rasulullah menyuruh Zaid memilih antara tetap bersama
beliau atau kembali pada orang tua dan pamannya, Zaid berkata, “Aku tidak
menginginkan mereka berdua, juga tidak menginginkan orang lain yang engkau
pilihkan untukku. Engkau bagiku adalah ayah sekaligus paman.” Setelah itu,
Rasulullah mengumumkan pembebasan Zaid dan pengangkatannya sebagai anak. Ketika
Islam datang, Zaid adalah orang yang pertama kali memeluk Islam dari kalangan
budak. Dia senantiasa berada di dekat Nabi, terutama setelah dia rneninggalkan
Mekah, sehingga beliau sangat mencintainya, bahkan beliau pernah bersabda
tentang Zaid,
“Orang yang aku cintai adalah orang yang telah Allah dan aku beri nikmat. (HR. Ahmad)
“Orang yang aku cintai adalah orang yang telah Allah dan aku beri nikmat. (HR. Ahmad)
Allah telah
memberikan nikmat kepada Zaid dengan keislamannya dan Nabi telah memberinya
nikmat dengan kebebasannya.
Ketika Rasulullah
hijrah ke Madinah, beliau mempersaudarakan Zaid dengan Hamzah bin Abdul
Muththalib. Dalam banyak peperangan, Zaid selalu bersama Rasulullah, dan tidak
jarang pula dia ditunjuk untuk menjadi komandan pasukan. Tentang Zaid, Aisyah
pernah berkata, “Rasulullah tidak mengirimkan Zaid ke medan perang kecuali
selalu menjadikannya sebagai komandan pasukan, Seandainya dia tetap hidup,
beliau pasti menjadikannya sebagai pengganti beliau.”
Masih banyak riwayat
yang menerangkan kedudukan Zaid di sisi Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam..
Sesampainya di Madinah beliau meminang Zainab binti Jahsy untuk Zaid bin
Haritsah. Semula Zainab membenci Zaid dan menentang menikah dengannya, begitu
juga dengan saudara laki-lakinya. Menurut mereka, bagaimana mungkin seorang
gadis cantik dan terhormat menikah dengan seorang budak? Rasulullah menasihati
mereka berdua dan menerangkan kedudukan Zaid di hati beliau, sehingga turunlah
ayat kepada mereka: “Dan tidaklah patut bagi laki -laki yang mukmin dan
tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah
menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang
urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah
dia telah sesat, sesat yang nyata.“ (Q.S. Al-Ahzab: 36)
Akhirnya Zainab
menikah dengan Zaid sebagai pelaksanaan atas perintah Allah, meskipun
sebenarnya Zainab tidak menyukai Zaid. Melalui pernikahan itu Nabi Shallallahu
Alaihi Wassalam. ingin menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan di antara manusia
kecuali dalam ketakwaan dan amal perbuatan mereka yang baik. Pernikahan itu pun
bertujuan untuk menghilangkan tradisi jahiliah yang senang membanggakan diri
dan keturunan. Akan tetapi, Zainab tetap tidak dapat menerima pernikahan
tersebut karena ada perbedaan yang jauh di antara mereka berdua. Di depan Zaid,
Zainab selalu membangga-banggakan dirinya sehingga menyakiti hati Zaid. Zaid
menghadap Rasulullah untuk mengadukan perlakukan Zainab terhadap dirinya.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam menyuruhnya untuk bersabar, dan Zaid pun
mengikuti nasihat beliau. Akan tetapi, dia kembali menghadap Rasulullah dan
menyatakan bahwa dirinya tidak mampu lagi hidup bersama Zainab.
Mendengar itu, beliau
bersabda, “Pertahankan terus istrimu itu dan bertakwalah kepada Allah.”
Kemudian beliau mengingatkan bahwa pernikahan itu merupakan perintah Allah.
Beberapa saat kemudian turunlah ayat, “Pertahankan terus istrimu dan
bertakwalah kepada Allah.” Zaid berusaha menenangkan din dan bersabar, namun
tingkah laku Zainab sudah tidak dapat dikendalikan, akhirnya terjadilah talak.
Selanjutnya, Zainab dinikahi Rasulullah.
Prinsip dasar yang
melatarbelakangi pernikahan Rasulullah dengan Zainab binti Jahsy adalah untuk
menghapuskan tradisi pengangkatan anak yang berlaku pada zaman jahiliah.
Artinya, Rasulullah ingin menjelaskan bahwa anak angkat tidak sama dengan anak
kandung, seperti halnya Zaid bin Haritsah yang sebelum turun ayat Al-Qur’an
telah diangkat sebagai anak oleh beliau. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Panggillah
mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka,’ itulah
yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak
mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudara seagama dan
maula-maulamu.” (QS. Al-Ahzab:5)
Karena itu, seseorang
tidak berhak mengakui hubungan darah dan meminta hak waris dan orang tua angkat
(bukan kandung). Karena itulah Rasulullah menikahi Zainab setelah bercerai
dengan Zaid yang sudah dianggap oleh orang banyak sebagai anak Muhammad. Allah
telah menurunkan wahyu agar Zaid menceraikan istrinya kemudian dinikahi oleh
Rasulullah. Pada mulanya Rasulullab tidak memperhatikan perintah tersebut,
bahkan meminta Zaid mempertahankan istrinya.
Allah memberikan
peringatan sekali lagi dalam ayat:
“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya, ‘Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah, ‘sedang kamu menyembunyikan dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) istri-istri anak- anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluan daripada istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.“ (QS. Al-Ahzab:37)
“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya, ‘Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah, ‘sedang kamu menyembunyikan dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) istri-istri anak- anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluan daripada istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.“ (QS. Al-Ahzab:37)
Ayat di atas
merupakan perintah Allah agar Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam. menikahi Zainab
dengan tujuan meluruskan pemahaman keliru tentang kedudukan anak angkat.
3)
Menjadi
Ummul-Mukminin
Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wassalam. mengutus seseorang untuk mengabari Zainab tentang
perintah Allah tersebut. Betapa gembiranya hati Zainab mendengar berita
tersebut, dan pesta pernikahan pun segera dilaksanakan serta dihadiri warga
Madinah.
Zainab mulai memasuki
rumah tangga Rasulullah dengan dasar wahyu Allah. Dialah satu-satunya istri
Nabi yang berasal dan kerabat dekatnya. Rasulullah tidak perlu meminta izin
jika memasuki rumah Zainab sedangkan kepada istri-istri lainnya beliau selalu
meminta izin. Kebiasaan seperti itu ternyata menimbulkan kecemburuan di hati
istri Rasul lainnya. Orang-orang munafik yang tidak senang dengan perkembangan
Islam membesar-besarkan fitnah bahwa Rasulullah telah menikahi istri anaknya
sendiri. Karena itu, turunlah ayat yang berbunyi, “Muhammad itu sekali-kali
bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah
Rasulullah dan penutup nabi-nabi…. “ (Qs. Al-Ahzab: 40)
Zainab berkata kepada
Nabi, “Aku adalah istrimu yang terbesar haknya atasmu, aku utusan yang terbaik
di antara mereka, dan aku pula kerabat paling dekat di antara mereka. Allah
menikahkanku denganmu atas perintah dari langit, dan Jibril yang membawa
perintah tersebut. Aku adalah anak bibimu. Engkau tidak memiliki hubungan
kerabat dengan mereka seperti halnya denganku.” Zainab sangat mencintai
Rasulullah dan merasakan hidupnya sangat bahagia. Akan tetapi, dia sangat
pencemburu terhadap istri Rasul lainnya, sehingga Rasulullah pernah tidak tidur
bersamanya selama dua atau tiga bulan sebagai hukuman atas perkataannya yang
menyakitkan hati Shafiyyah binti Huyay bin Akhtab wanita Yahudiyah itu.
Zainab bertangan
terampil, menyamak kulit dan menjualnya, juga mengerjakan kerajinan sulaman,
dan hasilnya diinfakkan di jalan Allah.
4)
Wafatnya
Zainab binti Jahsy
adalah istri Rasulullah yang pertama kali wafat menyusul beliau, yaitu pada
tahun kedua puluh hijrah, pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, dalarn
usianya yang ke-53, dan dimakamkan di Baqi. Dalarn sebuah riwayat dikatakan
bahwa Zainab berkata menjelang ajalnya, “Aku telah rnenyiapkan kain kafanku,
tetapi Umar akan mengirim untukku kain kafan, maka bersedekahlah dengan salah
satunya. Jika kalian dapat bersedekah dengan sernua hak-hakku, kerjakanlah dari
sisi yang lain.” Sernasa hidupnya, Zainab banyak mengeluarkan sedekah di jalan
Allah.
Tentang Zainab,
Aisyah berkata, “Semoga Allah mengasihi Zainab. Dia banyak menyamaiku dalarn
kedudukannya di hati Rasulullah. Aku belum pernah melihat wanita yang lebih
baik agamanya daripada Zainab. Dia sangat bertakwa kepada Allah, perkataannya
paling jujur, paling suka menyambung tali silaturahmi, paling banyak
bersedekah, banyak mengorbankan diri dalam bekerja untuk dapat bersedekah, dan
selalu mendekatkan diri kepada Allah. Selain Saudah, dia yang memiliki tabiat
yang keras.”
Semoga
Allah memberikan kemuliaan kepadanya (Sayyidah Zainab Binti Jahsy) di akhirat
dan ditempatkan bersama hamba-hamba yang saleh. Amin
No comments:
Post a Comment